Aprindo: Lima Poin yang Memperlambat Gerak Ritel Nasional

Kamis, 14 September 2017 - 00:10 WIB
Aprindo: Lima Poin yang Memperlambat Gerak Ritel Nasional
Aprindo: Lima Poin yang Memperlambat Gerak Ritel Nasional
A A A
JAKARTA - Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey memiliki penilaian atas melambatnya pertumbuhan ekonomi mikro sampai semester II 2017. Menurutnya ada lima poin yang memperlambat industri ritel nasional.

Roy menyebut yang pertama adalah bonus demografi. Ya, usia produktifitas yang lebih karena meningkatnya populasi penduduk. Bahkan bonus demografi di Indonesia lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya, yaitu tahun 2020.

Namun sayangnya bonus demografi dan usia produktif itu tidak dibarengi dengan kesempatan kerja. "Usia produktif kita kebanyakan tidak mendapat kesempatan kerja sehingga tidak dapat gaji. Mereka mendapat upah dan komisi yang tidak sebanding dengan kemampuan berkonsumsi. Banyak sarjana kita yang menganggur atau kerja informal," ungkapnya, Rabu (13/9/2017).

Kedua, kata Roy, faktor undetection online e-commerce transaction. Yaitu menggunakan transaksi luar negeri seperti PayPal, AliPay, AmazonPay. Memang hal demikian tidak bisa disalahkan, karena masyarakat bisa melakukan transaksi luar negeri dan barang bisa masuk tanpa pajak.

Kemudahan inilah, menurut Roy, yang merubah pola belanja di masyarakat. Masyarakat lebih suka berbelanja online dengan provider pembayaran luar negeri.

Ketiga, lanjut Roy, mengenai sentimen negatif masyarakat terhadap penegakan hukum, isu politik, dan pemilihan kepala daerah. Hal ini membuat masyarakat kelas menengah atas menahan belanja dan melihat situasi politik nasional, apa kondusif atau belum. Ini berdampak pada industri ritel nasional.

"Makanya saya tidak menyebut adanya penurunan daya beli tetapi pergeseran daya beli," tekannya.

Faktor keempat adalah leisure and lifestyle masyarakat. Tidak jarang gaya hidup ini menjurus ke hedonisme, seperti beberapa orang Indonesia yang suka kuliner ke Singapura, bermain golf di Australia, dan kondisi ini banyak terjadi.

"Mereka belanja bukan ke konsumsi tetapi gaya hidup. Saat ini banyak orang Indonesia lebih suka kuliner ke Singapura dan main golf di Australia. Buktinya, pesawat pribadi di Halim banyak sekarang," katanya.

Dan terakhir, kata Roy, term deposit yang cenderung meningkat. Meski Dana Pihak Ketiga (DPK) kata dia masih berkisar 9-10%, namun term deposit naik luar biasa. "Nah, menghadapi seperti ini maka harus efesiensi dan peningkatan service dan kreatif," pungkasnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7927 seconds (0.1#10.140)