Bangun Smelter di Kaltara, Inalum Gelontorkan USD2 Miliar
A
A
A
JAKARTA - PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum menyebutkan bahwa pihaknya membutuhkan hingga USD2 miliar untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian di Kalimantan Utara (Kaltara). Rencananya, smelter akan dibangun pada 2022 mendatang.
Direktur Operasi Inalum Sahala Hasoloan Sijabat mengungkapkan, pembangunan smelter diharapkan rampung pada 2025. Pembangunannya akan dilakukan dua tahap, yaitu tahap pertama kapasitas 500 ribu ton dan kedua untuk kapasitas 1 juta hingga 1,5 juta ton.
"Jadi tahap pertama 500 ribu ton, baru nanti akan mengarah ke 1-1,5 juta ton," katanya di Kantor Inalum di Jakarta, Jumat (13/10/2017).
Menurutnya, anggaran USD2 miliar adalah untuk pembangunan tahap pertama dengan kapasistas produksi. Angka tersebut sudah menghitung rencana pembangunan pelabuhan. Sementara untuk mencapai kapasitas produksi 1 juta ton, diperkirakan butuh tambahan dana sekitar USD3 miliar.
"Kalau 500 ribu ton itu sekitar USD2 miliar, itu sudah termasuk membangun pelabuhan," imbuh dia.
Direktur Oggy Akhmad Kosasih menambahkan, investasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas produksi smelter nantinya akan tergantung teknologi yang digunakan. "Investasi juga akan bergantung pada teknologinya. Ada teknologi yang 500 kiloampere, yang sekarang ini masih 198-205 kiloampere. Kalau teknologi baru bisa sampai 500 kiloampere," tandasnya.
Direktur Operasi Inalum Sahala Hasoloan Sijabat mengungkapkan, pembangunan smelter diharapkan rampung pada 2025. Pembangunannya akan dilakukan dua tahap, yaitu tahap pertama kapasitas 500 ribu ton dan kedua untuk kapasitas 1 juta hingga 1,5 juta ton.
"Jadi tahap pertama 500 ribu ton, baru nanti akan mengarah ke 1-1,5 juta ton," katanya di Kantor Inalum di Jakarta, Jumat (13/10/2017).
Menurutnya, anggaran USD2 miliar adalah untuk pembangunan tahap pertama dengan kapasistas produksi. Angka tersebut sudah menghitung rencana pembangunan pelabuhan. Sementara untuk mencapai kapasitas produksi 1 juta ton, diperkirakan butuh tambahan dana sekitar USD3 miliar.
"Kalau 500 ribu ton itu sekitar USD2 miliar, itu sudah termasuk membangun pelabuhan," imbuh dia.
Direktur Oggy Akhmad Kosasih menambahkan, investasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas produksi smelter nantinya akan tergantung teknologi yang digunakan. "Investasi juga akan bergantung pada teknologinya. Ada teknologi yang 500 kiloampere, yang sekarang ini masih 198-205 kiloampere. Kalau teknologi baru bisa sampai 500 kiloampere," tandasnya.
(akr)