Terbentuknya Inacham di Hong Kong Perkuat Kerja Sama Industri
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengapresiasi upaya Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hong Kong dan komunitas bisnis Indonesia-Hong Kong yang telah menginisiasi terbentuknya Indonesia Chamber of Commerce (Inacham) di Hong Kong. Organisasi ini diyakini dapat memperkuat jejaring dan kerja sama di antara pelaku industri kedua negara.
“Kami mendukung penuh terbentuknya Inacham Hong Kong. Semoga Indonesia dapat menarik lebih banyak investasi dari Hong Kong, dan sebaliknya semakin banyak peluang bagi perusahaan Indonesia yang memperluas pasar di Hong Kong,” kata Sekjen Kemenperin Haris Munandar dalam siaran pers, Minggu (3/12/2017).
Selama ini, Hong Kong adalah mitra dagang yang penting dan salah satu sumber investasi terbesar di Indonesia. Hong Kong juga melihat Indonesia sebagai salah satu mitra strategis, terlihat dari dibukanya kantor Hong Kong Trade and Development Council (HKTDC) dan Hong Kong Economic and Trade Office (HKETO) di Jakarta.
Haris menjelaskan, saat ini merupakan momen yang tepat bagi para investor menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini seiring dengan komitmen pemerintah Indonesia untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui berbagai langkah strategis seperti penerbitan sejumlah paket kebijakan ekonomi. “Sehingga dapat memudahkan pelaku usaha berbisnis di Indonesia,” ujarnya.
Terlebih lagi, merujuk laporan tahunan Bank Dunia terkait peringkat Ease of Doing Business (EoDB) 2018, peringkat kemudahan berusaha Indonesia di 2018 secara keseluruhan naik 19 peringkat dari posisi ke-91 menjadi posisi 72 dari 190 negara yang disurvei. Pada EoDB 2017, posisi Indonesia juga meningkat 15 peringkat dari 106 menjadi 91.
untuk medukung investasi, Kemenperin juga telah mengusulkan harga energi industri yang kompetitif, agar kinerja industri semakin produktif dan berdaya saing global. Insentif fiskal tersebut akan diberikan kepada industri yang berkomitmen melakukan pengembangan pendidikan vokasi dan inovasi serta industri padat karya berorientasi ekspor.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja industri pengolahan non-migas pada triwulan III/2017 tumbuh sebesar 5,49% atau lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,06%. Capaian ini ditopang oleh subsektor industri yang mengalami pertumbuhan tinggi, antara lain industri logam dasar sebesar 10,60%, industri makanan dan minuman 9,49%, industri mesin dan perlengkapan sebesar 6,35%, serta industri alat angkutan 5,63%.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto berpandangan bahwa Indonesia dalam proporsi ekonominya dapat dikategorikan sebagai sebuah negara industri. Pasalnya, sektor industri merupakan kontributor terbesar bagi perekonomian nasional dengan sumbangannya mencapai lebih dari 30%.
“Kami mendukung penuh terbentuknya Inacham Hong Kong. Semoga Indonesia dapat menarik lebih banyak investasi dari Hong Kong, dan sebaliknya semakin banyak peluang bagi perusahaan Indonesia yang memperluas pasar di Hong Kong,” kata Sekjen Kemenperin Haris Munandar dalam siaran pers, Minggu (3/12/2017).
Selama ini, Hong Kong adalah mitra dagang yang penting dan salah satu sumber investasi terbesar di Indonesia. Hong Kong juga melihat Indonesia sebagai salah satu mitra strategis, terlihat dari dibukanya kantor Hong Kong Trade and Development Council (HKTDC) dan Hong Kong Economic and Trade Office (HKETO) di Jakarta.
Haris menjelaskan, saat ini merupakan momen yang tepat bagi para investor menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini seiring dengan komitmen pemerintah Indonesia untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui berbagai langkah strategis seperti penerbitan sejumlah paket kebijakan ekonomi. “Sehingga dapat memudahkan pelaku usaha berbisnis di Indonesia,” ujarnya.
Terlebih lagi, merujuk laporan tahunan Bank Dunia terkait peringkat Ease of Doing Business (EoDB) 2018, peringkat kemudahan berusaha Indonesia di 2018 secara keseluruhan naik 19 peringkat dari posisi ke-91 menjadi posisi 72 dari 190 negara yang disurvei. Pada EoDB 2017, posisi Indonesia juga meningkat 15 peringkat dari 106 menjadi 91.
untuk medukung investasi, Kemenperin juga telah mengusulkan harga energi industri yang kompetitif, agar kinerja industri semakin produktif dan berdaya saing global. Insentif fiskal tersebut akan diberikan kepada industri yang berkomitmen melakukan pengembangan pendidikan vokasi dan inovasi serta industri padat karya berorientasi ekspor.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja industri pengolahan non-migas pada triwulan III/2017 tumbuh sebesar 5,49% atau lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,06%. Capaian ini ditopang oleh subsektor industri yang mengalami pertumbuhan tinggi, antara lain industri logam dasar sebesar 10,60%, industri makanan dan minuman 9,49%, industri mesin dan perlengkapan sebesar 6,35%, serta industri alat angkutan 5,63%.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto berpandangan bahwa Indonesia dalam proporsi ekonominya dapat dikategorikan sebagai sebuah negara industri. Pasalnya, sektor industri merupakan kontributor terbesar bagi perekonomian nasional dengan sumbangannya mencapai lebih dari 30%.
(fjo)