Industri Manufaktur Diproyeksi Serap 17 Juta Tenaga Kerja
A
A
A
JAKARTA - Industri pengolahan nonmigas diklaim sebagai salah satu sektor strategis yang berkontribusi besar bagi perekonomian nasional, di antaranya melalui penyerapan tenaga kerja.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memproyeksikan jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor industri manufaktur pada tahun 2017 sebanyak 17,01 juta orang, naik dibandingkan tahun 2016 yang mencapai 15,54 juta orang.
“Semakin banyak tenaga kerja di bidang industri, maka penggangguran akan semakin berkurang,” kata Sekretaris Jenderal Kemenperin Haris Munandar dalam siaran pers, Rabu (20/12/2017).
Sektor manufaktur memberikan kontribusi sebesar 14% dari total tenaga kerja sebanyak 124,5 juta orang. Sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja cukup banyak antara lain industri makanan dan minuman sebanyak lebih dari 3,3 juta orang, industri automotif sekitar 3 juta orang, industri tekstil dan produk tekstil sebanyak 2,73 juta, serta industri furnitur berbahan baku kayu dan rotan nasional untuk tenaga kerja langsung dan tidak langsung mencapai 2,5 juta orang.
Haris menegaskan, tenaga kerja merupakan modal penting sebagai penggerak roda pembangunan nasional. Untuk itu, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten di bidangnya sehingga mampu memacu industri semakin berdaya saing dalam menghadapi pasar bebas saat ini. “Salah satu faktor utama yang dilihat investor ketika ingin menanamkan modalnya di Indonesia adalah kualitas tenaga kerja,” ungkapnya.
Menurut Haris, tenaga kerja Indonesia di sektor manufaktur saat ini cukup kompetitif. Hampir 60% sudah mempunyai sertifikasi. Haris juga menyampaikan, industri saat ini membutuhkan tenaga kerja terampil sesuai perkembangan teknologi terkini. Karenanya, Kemenperin tengah fokus dalam pelaksanaan program pembangunan kompetensi SDM melalui pendidikan vokasi yang link and match antara Sekolah Menengah Kejuruan dengan industri.
“Kami juga telah melakukan pelatihan tenaga kerja industri dengan sistem 3 in 1 (pelatihan, sertifikasi dan penempatan kerja) serta penyelenggaraan politeknik atau akademi komunitas di kawasan industri dan wilayah pusat pertumbuhan industri (WPPI),” paparnya.
Kemenperin juga telah mengajukan pemberian insentif fiskal bagi industri yang mengembangkan pendidikan vokasi dan pusat inovasi. Untuk industri yang melaksanakan program vokasi, akan mendapat insentif pajak 200%. Sementara, industri yang membangun pusat inovasi akan mendapat insentif pajak 300%.
Merujuk data Asian Productivity Organization (APO), produktivitas tenaga kerja Indonesia di kawasan Asia Tenggara dinilai cukup baik dibanding dengan negara ASEAN lainnya seperti Filipina, Laos, Vietnam, Myanmar dan Kamboja.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memproyeksikan jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor industri manufaktur pada tahun 2017 sebanyak 17,01 juta orang, naik dibandingkan tahun 2016 yang mencapai 15,54 juta orang.
“Semakin banyak tenaga kerja di bidang industri, maka penggangguran akan semakin berkurang,” kata Sekretaris Jenderal Kemenperin Haris Munandar dalam siaran pers, Rabu (20/12/2017).
Sektor manufaktur memberikan kontribusi sebesar 14% dari total tenaga kerja sebanyak 124,5 juta orang. Sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja cukup banyak antara lain industri makanan dan minuman sebanyak lebih dari 3,3 juta orang, industri automotif sekitar 3 juta orang, industri tekstil dan produk tekstil sebanyak 2,73 juta, serta industri furnitur berbahan baku kayu dan rotan nasional untuk tenaga kerja langsung dan tidak langsung mencapai 2,5 juta orang.
Haris menegaskan, tenaga kerja merupakan modal penting sebagai penggerak roda pembangunan nasional. Untuk itu, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten di bidangnya sehingga mampu memacu industri semakin berdaya saing dalam menghadapi pasar bebas saat ini. “Salah satu faktor utama yang dilihat investor ketika ingin menanamkan modalnya di Indonesia adalah kualitas tenaga kerja,” ungkapnya.
Menurut Haris, tenaga kerja Indonesia di sektor manufaktur saat ini cukup kompetitif. Hampir 60% sudah mempunyai sertifikasi. Haris juga menyampaikan, industri saat ini membutuhkan tenaga kerja terampil sesuai perkembangan teknologi terkini. Karenanya, Kemenperin tengah fokus dalam pelaksanaan program pembangunan kompetensi SDM melalui pendidikan vokasi yang link and match antara Sekolah Menengah Kejuruan dengan industri.
“Kami juga telah melakukan pelatihan tenaga kerja industri dengan sistem 3 in 1 (pelatihan, sertifikasi dan penempatan kerja) serta penyelenggaraan politeknik atau akademi komunitas di kawasan industri dan wilayah pusat pertumbuhan industri (WPPI),” paparnya.
Kemenperin juga telah mengajukan pemberian insentif fiskal bagi industri yang mengembangkan pendidikan vokasi dan pusat inovasi. Untuk industri yang melaksanakan program vokasi, akan mendapat insentif pajak 200%. Sementara, industri yang membangun pusat inovasi akan mendapat insentif pajak 300%.
Merujuk data Asian Productivity Organization (APO), produktivitas tenaga kerja Indonesia di kawasan Asia Tenggara dinilai cukup baik dibanding dengan negara ASEAN lainnya seperti Filipina, Laos, Vietnam, Myanmar dan Kamboja.
(fjo)