Setelah 11 Tahun, India Cabut BMAD Produk Benang Filamen Nilon RI
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah India akhirnya membebaskan produk benang filamen nilon (nylon filament yarn) asal Indonesia dari pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) yang telah berlangsung selama 11 tahun.
"DGAD (Directorate General of Anti-Dumping and Allied Duties) India merekomendasikan penghentian pengenaan BMAD terhadap produk impor benang filamen nilon asal Indonesia pada 5 Januari 2018 lalu," ungkap Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan dalam siaran pers, Rabu (17/1/2018).
Hasil ini, kata dia, merupakan usaha bersama antara Pemerintah Indonesia dan sektor swasta. Selanjutnya, Oke menegaskan bahwa pemerintah akan terus berkomitmen untuk membuka dan mengamankan akses pasar produk ekspor Indonesia.
Hasil temuan otoritas India, kata Oke, menunjukkan bahwa selama 11 tahun pengenaan BMAD atas produk tersebut, industri domestik India telah mendapat kesempatan memperbaiki dan telah berhasil memulihkan kondisinya. Ditemukan juga fakta bahwa industri lokal di India dalam keadaan sehat.
Selama ini pemerintah terus menyuarakan penghentian pengenaan BMAD India untuk produk benang filamen nilon asal Indonesia. Upaya pembelaan ditempuh melalui sanggahan tertulis maupun hearing yang dilaksanakan di New Delhi, India.
Dalam sanggahannya, pemerintah Indonesia selalu menekankan bahwa dampak perpanjangan pengenaan BMAD selama ini seharusnya sudah memberikan kesempatan yang cukup bagi industri domestik India untuk kembali menikmati pertumbuhan positif dan signifikan.
Penyelidikan antidumping oleh Pemerintah India terhadap produk impor benang filamen nilon asal Indonesia dimulai pada tahun 2006. DGAD India kemudian menerapkan BMAD terhadap impor produk tersebut sebesar USD0,46-USD1,11 per kg. Pengenaan BMAD selanjutnya diperpanjang melalui sunset review pertama pada tahun 2012, yang berlaku selama lima tahun hingga 2017.
Selain Indonesia, negara yang dituduh dumping dalam penyelidikan ini adalah Malaysia, China, Thailand, Taiwan, dan Korea Selatan.
Ekspor benang filamen nilon Indonesia ke India mencapai puncaknya sebelum pengenaan BMAD, yaitu sebesar USD22,9 juta di tahun 2004 dan USD22,2 juta di tahun tahun 2005. Setelah Pengenaan BMAD, ekspor turun drastis pada 2006 ke angka USD8,7 juta dan mencapai titik terendah pada 2016 dengan nilai hanya USD573.000.
Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag Pradnyawati optimistis dihentikannya pengenaan BMAD oleh pemerintah India akan membuka kembali kesempatan bagi perusahaan/eksportir Indonesia untuk meningkatkan pasar ekspor produk benang filamen nilon ke India.
"DGAD (Directorate General of Anti-Dumping and Allied Duties) India merekomendasikan penghentian pengenaan BMAD terhadap produk impor benang filamen nilon asal Indonesia pada 5 Januari 2018 lalu," ungkap Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan dalam siaran pers, Rabu (17/1/2018).
Hasil ini, kata dia, merupakan usaha bersama antara Pemerintah Indonesia dan sektor swasta. Selanjutnya, Oke menegaskan bahwa pemerintah akan terus berkomitmen untuk membuka dan mengamankan akses pasar produk ekspor Indonesia.
Hasil temuan otoritas India, kata Oke, menunjukkan bahwa selama 11 tahun pengenaan BMAD atas produk tersebut, industri domestik India telah mendapat kesempatan memperbaiki dan telah berhasil memulihkan kondisinya. Ditemukan juga fakta bahwa industri lokal di India dalam keadaan sehat.
Selama ini pemerintah terus menyuarakan penghentian pengenaan BMAD India untuk produk benang filamen nilon asal Indonesia. Upaya pembelaan ditempuh melalui sanggahan tertulis maupun hearing yang dilaksanakan di New Delhi, India.
Dalam sanggahannya, pemerintah Indonesia selalu menekankan bahwa dampak perpanjangan pengenaan BMAD selama ini seharusnya sudah memberikan kesempatan yang cukup bagi industri domestik India untuk kembali menikmati pertumbuhan positif dan signifikan.
Penyelidikan antidumping oleh Pemerintah India terhadap produk impor benang filamen nilon asal Indonesia dimulai pada tahun 2006. DGAD India kemudian menerapkan BMAD terhadap impor produk tersebut sebesar USD0,46-USD1,11 per kg. Pengenaan BMAD selanjutnya diperpanjang melalui sunset review pertama pada tahun 2012, yang berlaku selama lima tahun hingga 2017.
Selain Indonesia, negara yang dituduh dumping dalam penyelidikan ini adalah Malaysia, China, Thailand, Taiwan, dan Korea Selatan.
Ekspor benang filamen nilon Indonesia ke India mencapai puncaknya sebelum pengenaan BMAD, yaitu sebesar USD22,9 juta di tahun 2004 dan USD22,2 juta di tahun tahun 2005. Setelah Pengenaan BMAD, ekspor turun drastis pada 2006 ke angka USD8,7 juta dan mencapai titik terendah pada 2016 dengan nilai hanya USD573.000.
Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag Pradnyawati optimistis dihentikannya pengenaan BMAD oleh pemerintah India akan membuka kembali kesempatan bagi perusahaan/eksportir Indonesia untuk meningkatkan pasar ekspor produk benang filamen nilon ke India.
(fjo)