Berpotensi Munculkan Mafia Migas, Pemerintah Didesak Hapus Premium

Rabu, 14 Maret 2018 - 07:24 WIB
Berpotensi Munculkan Mafia Migas, Pemerintah Didesak Hapus Premium
Berpotensi Munculkan Mafia Migas, Pemerintah Didesak Hapus Premium
A A A
JAKARTA - Pemerintah didesak agar segera menghapus bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium, lantaran dinilai potensial menjadi sarang mafia migas. Selain itu Mantan anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Fahmy Radhi menerangkan, juga berdampak sangat buruk terhadap lingkungan dan kesehatan, bahkan menjadi pemicu kanker

Menurutnya BBM oktan rendah memang rawan dimanfaatkan para pemburu rente untuk meraup keuntungan. “Makanya, Premium harus dihapuskan. Semakin cepat semakin baik,” kata Fahmy di Jakarta.

Hal itu pula yang menjadi dasar Tim Reformasi Tata Kelola Migas, dalam merekomendasikan penghapusan Premium, sesaat sebelum Tim tersebut dibubarkan. Menyikapi rekomendasi tersebut, ketika itu Pertamina menyetujui menghapus Premium dalam waktu dua tahun. Namun sekitar tiga tahun hingga saat ini, ternyata BBM oktan rendah masih juga beredar.

Fahmy menambahkan, dari hasil temuan Tim, terdapat dua tempat yang rawan memunculkan mark up. Pertama, pada saat proses bidding, yaitu pengadaan (lelang). Dan kedua, pada saat proses blending (pencampuran). Imbuhnya, karena BBM oktan 88 tidak dijual di pasar internasional. Akibatnya, untuk memproduksi Premium harus dilakukan melalui proses pencampuran BBM oktan yang lebih tinggi.

“Selain itu, karena tidak dijual di pasar internasional, maka sama sekali tidak ada acuan harga untuk Premium. Ini berbeda dengan Pertamax atau Pertalite saat ini, yang punya harga acuan, sehingga kalau di-mark up akan ketahuan,” terang dia.

Selain karena hasil temuan Tim, desakan ini juga didasarkan atas faktor lingkungan dan kesehatan. Terkait faktor lingkungan, Fahmy mengingatkan komitmen Presiden pada Conference of Parties 21 Paris tahun 2015, dimana Indonesia berkomitmen menurunkan emisi sebesar 29% di bawah business as usual pada tahun 2030, atau 41% dengan bantuan internasional.

Selain itu, tentu saja tak lepas dari hasil penelitian bersama antara Universitas Indonesia (UI) dan Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB). Hasil penelitian tesrebut menyatakan, bahwa emisi BBM oktan rendah bisa menjadi pemicu penyakit mematikan, yaitu kanker. “Semua itu semakin menguatkan desakan untuk segera menghapus Premium secepatnya,” tegasnya.

Lebih lanjut Ia juga meyakini, bahwa penghapusan Premium tidak akan memunculkan resistensi pada masyarakat, terutama di Jawa, Madura, dan Bali. Apalagi menurut pengamatannya, migrasi konsumen dari Premium ke BBM oktan tinggi, ternyata dilakukan atas kesadaran sendiri.

Bahkan di berbagai SPBU, lanjut dia, terlihat begitu banyak sepeda motor yang antre Pertamax, bukan lagi Pertalite. “Makanya patut dicurigai, jika ada yang mengatasnamakan rakyat demi mempertahankan Premium. Saya mengindikasi, mereka memiliki kepentingan atas Premium,” kata dia.

Terpisah, Koordinator Inodnesia Energy Watch (IEW) Adnan Rarasina juga mendesak penghapusan BBM oktan rendah. Jika tidak dihapuskan, maka yang menjadi korban adalah masyarakat sendiri. “Pemerintah jangan membodohi masyarakat. Kasihan, kendaraan mereka akan rusak. Pemerintah harus terbuka, bahwa BBM oktan rendah tidak cocok untuk mesin sekarang,” kata Adnan.

Sambung Adnan, harusnya Pemerintah melihat bahwa hampir semua Negara telah menghapuskan BBM oktan di bawah 90, kecuali untuk keperluan terbatas, seperti militer dan kendaraan keluaran tua. Bahkan Filipina dan Vietnam, juga sudah meninggalkan BBM berkualitas rendah tersebut.

Adnan menduga, bahwa sikap masih mempertahankan BBM RON 88, karena masih kuatnya keberadaan para mafia. Mereka tentu tidak rela, jika lahan bisnis yang subur akan dihabisi. “Harusnya bersihkan saja sekalian sarangnya. Dulu Pemerintah sukses ketika konversi minyak tanah ke gas, dimana minyak tanah pun diduga menjadi sarang mafia. Lantas, mengapa sekarang seperti setengah hati?” tanya Adnan.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7132 seconds (0.1#10.140)