Soal Wajib Tanam Bawang Putih, BPK Diminta Audit Kementan
A
A
A
JAKARTA - Ketentuan wajib tanam bawang putih sebesar 5% dari kuota impor yang dikenakan bagi importir dinilai tak efektif meningkatkan pasokan. Kondisi produksi bawang putih dari dalam negeri juga terkendala. Masalah bibit dan keterbatasan lahan, justru membuat sebagian laporan realisasi wajib tanam berpotensi tak sesuai data.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesakkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit Kementerian Pertanian (Kementan) dan program wajib tanamnya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 16 Tahun 2016 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) Anggota Komisi III DPR Wihadi Wiyanto pun mempertanyakan kerja Kementan, apakah tegas melakukan cek dan ricek soal laporan realisasi wajib tanam.
Ia mengaku khawatrir, jika sampai terbukti ada manipulasi atau laporan fiktif dari ketentuan wajib tanam tersebut, bisa mengindikasikan inspektorat dan dirjen tidak melakukan pengawasan. “Jika dalam penyampaian ke publik yang bersangkutan memakai data fiktif, maka hal ini merupakan salah satu bentuk pidana, dan menteri pertanian lah yang harus bertanggung jawab,” tuturnya.
Politisi partai Gerindra ini juga menambahkan, selain harus memeriksa menteri terkait, pihak-pihak swasta dalam hal ini juga harus bertanggung jawab terhadap data kewajiban tanam yang diserahkan ke Kementerian Pertanian. “Kami mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera melakukan audit di Kementerian Pertanian,” ucapnya
Anggota Dewan lainnya, dari Komisi III DPR asal Fraksi Partai Demokrat Erma Suryani Ranik mengutarakan, jika memang ada sinyalemen hasil publikasi dta wajib tanam tak sesuai fakta, masyarakat bisa melaporkan ini ke Komisi Informasi Publik.
Dengan begitu, data yang ada bisa disandingkan dan ditentukan mana data yang benar dan mana data yang fiktif. “Karena dalam UU keterbukaan informasi publik ada aturan yang mengatur badan-badan publik untuk menyampaikan data terkait,” ucapnya.
Sambung dia menegaskan, jika terbukti ada data fiktif yang digunakan, bisa saja hal ini mask ke ranah pidana. Akan tetapi ia menegaskan, untuk masuk ke ranah pidana dibutuhkan terlebih dahulu data dan fakta yang sebenarnya terjadi. "Bisa saja ini masuk dalam ranah pidana, karena ini sudah masuk dalam kategori pembohongan publik,” tegasnya, menyoal kemungkinan data wajib tanam tak sesuai fakta.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV dengan Kementerian Pertanian tersebutkan, rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan mencapai hampir satu juta ton untuk tahun 2017. Dari jumlah tersebut, ada sekitar 9800 RIPH yang dikeluarkan. Realisasinya sendiri kurang lebih 50%-nya, atau sekitar 490 ribu ton impor bawang putih.
“Namun jika dikatakan dari 490 ribu ton bawang putih yang dihasilkan dari 5% wajib tanam oleh importir, itu hanya sekitar 1000-an RIPH, artinya tahun 2018 ini tidak boleh keluar lagi RIPH. Karena banyak importir yang belum menanam bawang putih,” kata anggota Komisi IV DPR RI Sudin.
Kementerian Pertanian sendiri mengungkapkan, pengembangan bawang putih yang digalakkan pemerintah untuk menuju swasembada komoditas itu terkendala minimnya ketersediaan benih.
Impor Benih
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto di Temanggung, seperti dilansir Antara awal pekan kemarin mengatakan, dari target penanaman bawang putih 2017 seluas 3.159 hektare melalui APBN Perubahan 2017 hanya terealisasi seluas 1.723 hektare karena terkendala benih.
"Waktu itu yang ditanam benih lokal, tetapi jumlah benih sangat terbatas sehingga dari target tanam 3.159 hektare hanya tercapai 1.723 hektare,” tuturnya, usai rapat koordinasi kebijakan pengembangan komoditas bawang putih di Temanggung.
Ia mengatakan, Kementerian pertanian sudah bekerja sama dengan PT Pertani untuk melakukan pembelian benih lokal dari petani untuk penanaman 2018. Hanya saja, jika belum mencukupi dari benih lokal maka akan melakukan impor benih.
Sejauh ini, benih yang sudah cocok dengan bawang lokal Indonesia yang berasal dari Taiwan, Mesir, dan India. "Namun sekarang pengujiannya dilakukan fokus dari Taiwan, karena secara DNA cocok dengan varietas lokal," katanya.
Prihasto menerangkan, untuk swasembada benih bawang putih, pada tahun 2018 ditargetkan ditanam di 12 ribu hektare. Menurutnya, kalau semua bisa ditanami dengan benih lokal maka pada 2019 akan swasembada benih. "Masalahnya ini bisa tertanam atau tidak, berapa banyak benih lokal yang tersedia saat ini, kalau tidak ada terpaksa kita harus impor benih," ujar dia.
Disampaikan olehnya, karena keterbatasan benih tersebut, yang semula target swasembada bawang putih pada 2019 mundur tahun 2021. Kata Prihasto, untuk mencapai swasembada bawang putih tahun 2021, luas tanam bawang putih ditarget 80.000 hektare, dengan produktivitas kurang lebih 8-9 ton per hektare. "Jadi luasan tanaman bawang putih 80.000 hektare itu sudah cukup untuk untuk konsumsi dan benihnya," paparnya.
Selama ini, lanjutnya, produksi bawang putih di dalam negeri rata-rata mencapai 20.000 ton per tahun. Sedangkan kebutuhannya mencapai 500.000 ton per tahun. Dengan begitu, sekitar 480.000 ton bawang putih harus diimpor.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesakkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit Kementerian Pertanian (Kementan) dan program wajib tanamnya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 16 Tahun 2016 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) Anggota Komisi III DPR Wihadi Wiyanto pun mempertanyakan kerja Kementan, apakah tegas melakukan cek dan ricek soal laporan realisasi wajib tanam.
Ia mengaku khawatrir, jika sampai terbukti ada manipulasi atau laporan fiktif dari ketentuan wajib tanam tersebut, bisa mengindikasikan inspektorat dan dirjen tidak melakukan pengawasan. “Jika dalam penyampaian ke publik yang bersangkutan memakai data fiktif, maka hal ini merupakan salah satu bentuk pidana, dan menteri pertanian lah yang harus bertanggung jawab,” tuturnya.
Politisi partai Gerindra ini juga menambahkan, selain harus memeriksa menteri terkait, pihak-pihak swasta dalam hal ini juga harus bertanggung jawab terhadap data kewajiban tanam yang diserahkan ke Kementerian Pertanian. “Kami mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera melakukan audit di Kementerian Pertanian,” ucapnya
Anggota Dewan lainnya, dari Komisi III DPR asal Fraksi Partai Demokrat Erma Suryani Ranik mengutarakan, jika memang ada sinyalemen hasil publikasi dta wajib tanam tak sesuai fakta, masyarakat bisa melaporkan ini ke Komisi Informasi Publik.
Dengan begitu, data yang ada bisa disandingkan dan ditentukan mana data yang benar dan mana data yang fiktif. “Karena dalam UU keterbukaan informasi publik ada aturan yang mengatur badan-badan publik untuk menyampaikan data terkait,” ucapnya.
Sambung dia menegaskan, jika terbukti ada data fiktif yang digunakan, bisa saja hal ini mask ke ranah pidana. Akan tetapi ia menegaskan, untuk masuk ke ranah pidana dibutuhkan terlebih dahulu data dan fakta yang sebenarnya terjadi. "Bisa saja ini masuk dalam ranah pidana, karena ini sudah masuk dalam kategori pembohongan publik,” tegasnya, menyoal kemungkinan data wajib tanam tak sesuai fakta.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV dengan Kementerian Pertanian tersebutkan, rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan mencapai hampir satu juta ton untuk tahun 2017. Dari jumlah tersebut, ada sekitar 9800 RIPH yang dikeluarkan. Realisasinya sendiri kurang lebih 50%-nya, atau sekitar 490 ribu ton impor bawang putih.
“Namun jika dikatakan dari 490 ribu ton bawang putih yang dihasilkan dari 5% wajib tanam oleh importir, itu hanya sekitar 1000-an RIPH, artinya tahun 2018 ini tidak boleh keluar lagi RIPH. Karena banyak importir yang belum menanam bawang putih,” kata anggota Komisi IV DPR RI Sudin.
Kementerian Pertanian sendiri mengungkapkan, pengembangan bawang putih yang digalakkan pemerintah untuk menuju swasembada komoditas itu terkendala minimnya ketersediaan benih.
Impor Benih
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto di Temanggung, seperti dilansir Antara awal pekan kemarin mengatakan, dari target penanaman bawang putih 2017 seluas 3.159 hektare melalui APBN Perubahan 2017 hanya terealisasi seluas 1.723 hektare karena terkendala benih.
"Waktu itu yang ditanam benih lokal, tetapi jumlah benih sangat terbatas sehingga dari target tanam 3.159 hektare hanya tercapai 1.723 hektare,” tuturnya, usai rapat koordinasi kebijakan pengembangan komoditas bawang putih di Temanggung.
Ia mengatakan, Kementerian pertanian sudah bekerja sama dengan PT Pertani untuk melakukan pembelian benih lokal dari petani untuk penanaman 2018. Hanya saja, jika belum mencukupi dari benih lokal maka akan melakukan impor benih.
Sejauh ini, benih yang sudah cocok dengan bawang lokal Indonesia yang berasal dari Taiwan, Mesir, dan India. "Namun sekarang pengujiannya dilakukan fokus dari Taiwan, karena secara DNA cocok dengan varietas lokal," katanya.
Prihasto menerangkan, untuk swasembada benih bawang putih, pada tahun 2018 ditargetkan ditanam di 12 ribu hektare. Menurutnya, kalau semua bisa ditanami dengan benih lokal maka pada 2019 akan swasembada benih. "Masalahnya ini bisa tertanam atau tidak, berapa banyak benih lokal yang tersedia saat ini, kalau tidak ada terpaksa kita harus impor benih," ujar dia.
Disampaikan olehnya, karena keterbatasan benih tersebut, yang semula target swasembada bawang putih pada 2019 mundur tahun 2021. Kata Prihasto, untuk mencapai swasembada bawang putih tahun 2021, luas tanam bawang putih ditarget 80.000 hektare, dengan produktivitas kurang lebih 8-9 ton per hektare. "Jadi luasan tanaman bawang putih 80.000 hektare itu sudah cukup untuk untuk konsumsi dan benihnya," paparnya.
Selama ini, lanjutnya, produksi bawang putih di dalam negeri rata-rata mencapai 20.000 ton per tahun. Sedangkan kebutuhannya mencapai 500.000 ton per tahun. Dengan begitu, sekitar 480.000 ton bawang putih harus diimpor.
(akr)