DPR Sebut Ada Masalah Ego Sektoral di Persoalan Bawang Putih
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IV DPR Michael Wattimena menilai ada persoalan ego sektoral antara Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita terkait kebijakan impor bawang putih yang menimbulkan ketidaksinkronan.
Anggota Fraksi Partai Demokrat ini menyebut, ada peraturan yang berbeda dikeluarkan oleh menteri, yakni Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 16/2017 tanggal 15 Mei 2017 dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 30/2017 tertanggal 17 Mei 2017.
Hal tersebut disampaikan Wattimena saat melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Dirjen Holtikultura Kementerian Pertanian, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bawang Putih dan Importir di Gedung DPR, Rabu (25/4/2018).
"(Peraturan Mentan dan Mendag) Berbeda dua hari, menurut hemat kami konten tidak begitu mendukung kegiatan dua kementerian yang ada," kata Wattimena.
Menurut dia, dalam permendag mengatur dan mendata lalu lintas impor dan distribusi produk holtikultura, termasuk bawang putih. Sementara, Permentan mewajibkan para impotir melakukan pengembangan penanaman bawang putih dalam negeri dengan ketentuan bisa menghasilkan 5% dari volume permohonan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) per tahun.
"Bila RIPH itu terpenuhi, maka para importir dibolehkan mengimpor bawang putih. Sedangkan Kemendag tidak mau begitu. Sebab, impor harus pertimbangkan produksi dalam negeri atau keberadaan bawang putih di pasaran. Kalau memang seperti ini maka menjadi sebuah kesulitan bagi importir," ujar dia.
Melihat konsumsi dalam negeri yang begitu besar, Wattimena meminta dua kementerian itu duduk bersama guna membahas masalah ini. Tujuannya adalah agar tidak ada lagi kebijakan yang saling bertentangan.
"Saya tidak memihak kepada Kementan ataupun Kemendag, tetapi coba dicari formatnya supaya ada win-win solution dan tidak ada ego sektoral. Kalau mau ikuti emosi, kami akan berpihak pada Kementan. Tapi kita juga tidak mengabaikan kebutuhan masyarakat ke depan yang cukup signifikan," tegasnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Muladi mengaku telah menerima para pedagang bawang putih yang mengeluh tidak pernah menjual bawang putih lokal. Namun, mereka juga kesulitan untuk menjual bawang putih impor karena pasokan di pasar tidak ada.
"Petani itu menanam tanaman inginnya untung karena bawang putih ini termasuk tanaman di Asia Tengah, maka membutuhkan iklim topografi yang khusus, tidak seluruh wilayah di Indonesia cocok dengan bawang putih," kata Viva Yoga.
Menurut dia, pemerintah kebijakannya melalui sistem kuota tapi beberapa kali ada persoalan tata niaga pangan antara Kementerian Pertanian dengan Kementerian Perdagangan yang sering kali tidak sinkron apalagi menjelang pemilu.Viva Yoga juga mempertanyakan ukuran-ukuran hukum atau acuan apa yang menjadi dasar Kementerian Perdagangan untuk mengeluarkan SPI (surat persetujuan impor), apakah dari sisi kelengkapan dokumen atau ada faktor lainnya.
"Karena dari data, ada beberapa importir yang mendapatkan SPI itu baru sekali impor tapi ada juga yang sudah impor tapi masih belajar. Nanti jangan sampai KPK masuk, BPK masuk, Satgas Pangan dan aparat penegak hukum masuk yang akan sangat berbahaya buat pemerintah," katanya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Bawang Putih Indonesia Pieko Njotosetiadi menegaskan pihaknya berkomitmen membantu pemerintah menyukseskan program penanaman bawang putih. "Dengan adanya program pemerintah untuk meningkatkan produksi dalam negeri ini, kami akan membantu," tandasnya.
Anggota Fraksi Partai Demokrat ini menyebut, ada peraturan yang berbeda dikeluarkan oleh menteri, yakni Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 16/2017 tanggal 15 Mei 2017 dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 30/2017 tertanggal 17 Mei 2017.
Hal tersebut disampaikan Wattimena saat melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Dirjen Holtikultura Kementerian Pertanian, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bawang Putih dan Importir di Gedung DPR, Rabu (25/4/2018).
"(Peraturan Mentan dan Mendag) Berbeda dua hari, menurut hemat kami konten tidak begitu mendukung kegiatan dua kementerian yang ada," kata Wattimena.
Menurut dia, dalam permendag mengatur dan mendata lalu lintas impor dan distribusi produk holtikultura, termasuk bawang putih. Sementara, Permentan mewajibkan para impotir melakukan pengembangan penanaman bawang putih dalam negeri dengan ketentuan bisa menghasilkan 5% dari volume permohonan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) per tahun.
"Bila RIPH itu terpenuhi, maka para importir dibolehkan mengimpor bawang putih. Sedangkan Kemendag tidak mau begitu. Sebab, impor harus pertimbangkan produksi dalam negeri atau keberadaan bawang putih di pasaran. Kalau memang seperti ini maka menjadi sebuah kesulitan bagi importir," ujar dia.
Melihat konsumsi dalam negeri yang begitu besar, Wattimena meminta dua kementerian itu duduk bersama guna membahas masalah ini. Tujuannya adalah agar tidak ada lagi kebijakan yang saling bertentangan.
"Saya tidak memihak kepada Kementan ataupun Kemendag, tetapi coba dicari formatnya supaya ada win-win solution dan tidak ada ego sektoral. Kalau mau ikuti emosi, kami akan berpihak pada Kementan. Tapi kita juga tidak mengabaikan kebutuhan masyarakat ke depan yang cukup signifikan," tegasnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Muladi mengaku telah menerima para pedagang bawang putih yang mengeluh tidak pernah menjual bawang putih lokal. Namun, mereka juga kesulitan untuk menjual bawang putih impor karena pasokan di pasar tidak ada.
"Petani itu menanam tanaman inginnya untung karena bawang putih ini termasuk tanaman di Asia Tengah, maka membutuhkan iklim topografi yang khusus, tidak seluruh wilayah di Indonesia cocok dengan bawang putih," kata Viva Yoga.
Menurut dia, pemerintah kebijakannya melalui sistem kuota tapi beberapa kali ada persoalan tata niaga pangan antara Kementerian Pertanian dengan Kementerian Perdagangan yang sering kali tidak sinkron apalagi menjelang pemilu.Viva Yoga juga mempertanyakan ukuran-ukuran hukum atau acuan apa yang menjadi dasar Kementerian Perdagangan untuk mengeluarkan SPI (surat persetujuan impor), apakah dari sisi kelengkapan dokumen atau ada faktor lainnya.
"Karena dari data, ada beberapa importir yang mendapatkan SPI itu baru sekali impor tapi ada juga yang sudah impor tapi masih belajar. Nanti jangan sampai KPK masuk, BPK masuk, Satgas Pangan dan aparat penegak hukum masuk yang akan sangat berbahaya buat pemerintah," katanya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Bawang Putih Indonesia Pieko Njotosetiadi menegaskan pihaknya berkomitmen membantu pemerintah menyukseskan program penanaman bawang putih. "Dengan adanya program pemerintah untuk meningkatkan produksi dalam negeri ini, kami akan membantu," tandasnya.
(fjo)