Perkuat Pondasi Ekonomi Papua Lewat Pemberdayaan UMKM Penjual Pinang
A
A
A
TIMIKA - Mendorong aktivitas ekonomi sekaligus mendukung pelestarian salah satu budaya Papua, PT Freeport Indonesia bekerja sama dengan beberapa mitra menjalankan Program Pembinaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PPUMKM) dengan nama program Pondok Pinang. Program ini diluncurkan pada 28 Agustus dengan menggandeng 50 mama penjual buah pinang.
Program Pondok Pinang ini membantu para mama penjual pinang di Timika dengan ilmu-ilmu dasar dasar ekonomi dan pemasaran serta mengucurkan bantuan permodalan. Selain itu para mama penjual pinang yang biasanya menggelar dagangannya di lantai dibantu dengan pondok untuk berjualan pinang. Program ini dilakukan dengan harapan mampu meningkatkan kompetensi dan daya saing yang pada akhirnya mampu meningkatkan pendapatan keluarga dan kontribusi perempuan dalam pembangunan ekonomi.
“Dalam program Pondok Pinang ini Freeport menggandeng Bank BRI kantor cabang Timika dan Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika melalui Dinas Koperasi dan Ekonomi Kreatif, Dinas Perindustrian & Perdagangan (Diskoperindag), Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan KB (P3AP2KB) dan dinas Tata Kota,” terang penanggungjawab program PPUMKM PTFI Ronny Yawan yang melakukan pendampingan untuk para mama penjual pinang di Timika, Kamis (13/9/2018).
Sebagai informasi masyarakat Papua memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Salah satu tradisi yang masih melekat di masyarakat Papua adalah mengunyah buah pinang. Menguyah pinang dipercaya masyarakat Papua dapat menguatkan gigi, maupun gusi dan berbagai manfaat lainnya.
Mengunyah pinang merupakan bagian dari tatanan kehidupan sosial sebagai pengikat tali silaturahmi dan menjalin keakraban. Tidak hanya itu, menikmati buah pinang sudah bergeser menjadi suatu bentuk gaya hidup dari masyarakat Papua pada umumnya. Kebutuhan akan buah pinang terus meningkat. Bahkan buah pinang memberikan kesempatan ekonomi tersendiri yang bagi sebagian penduduk asli Papua menjadi pondasi perekonomian keluarga.
“Dengan tingginya kebutuhan akan buah pinang, penjual pinang pun bertebaran di Papua. Selama ini para mama-mama penjual pinang menjadi pemandangan yang sangat umum dijumpai di berbagai kota di Papua. Para mama menjajakan pinang dagangannya secara tradisional di berbagai tempat mulai dari di pasar, di emperan toko, di trotoar pusat keramaian hingga di depan pom bensin," terang Ronny.
Menurutnya, berjualan pinang menjadi tanda geliat ekonomi lokal sekaligus tanda budaya makan pinang yang terus dipertahankan di tanah Papua. Suasana yang sama juga hadir di Timika, ibukota Kabupaten Mimika. Para mama penjual pinang menjajakan paket buah pinang beserta kapur dan batang sirih yang dijual seharga Rp10.000 per plastik yang biasanya berisi 10 hingga 15 buah. Umumnya paket pinang tersebut bagi masyarakat asli Papua habis dalam sekali konsumsi.
Ronny Yawan menjelaskan bahwa bentuk kontribusi yang diberikan oleh PTFI melalui program ini di antaranya yakni layanan distribusi pinang, pemasok yang dibentuk dalam program ini bertanggungjawab untuk mendistribusikan buah Pinang kepada seluruh peserta program.
Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi biaya transportasi dan memangkas biaya-biaya produksi yang tidak perlu sehingga pendapatan menjadi meningkat. Pemasok dilengkapi dengan alat transportasi guna mempermudah proses distribusi pinang.
“Freeport memberikan layanan pendampingan, pembinaan dan pelatihan bagi para peserta program Pondok Pinang. Untuk meningkatkan usaha peserta program pinang, peserta program pondok pinang juga diberikan fasilitas kredit modal kerja sesuai kebutuhan. Selain itu tentunya untuk memudahkan berjualan, para peserta program dibantu tempat berjualan yang dinamakan Pondok Pinang,” terangnya.
Salah satu mama penjual pinang Agustina M. Yoku dengan semangat menceritakan bahwa dia dan teman-temannya merasa terbantu dengan program ini. Dia menjelaskan jadi tahu cara menjual pinang agar lebih menguntungkan dan mendapatkan kemudahan modal dan pasokan pinang.
“Saya suka sekali dengan pondok pinang yang diberikan ke saya untuk berjualan ini,” kata Agustina salah seorang mama penjual pinang. “Semoga buah pinang yang saya jual makin laku,” Agustina.
Program Pondok Pinang ini membantu para mama penjual pinang di Timika dengan ilmu-ilmu dasar dasar ekonomi dan pemasaran serta mengucurkan bantuan permodalan. Selain itu para mama penjual pinang yang biasanya menggelar dagangannya di lantai dibantu dengan pondok untuk berjualan pinang. Program ini dilakukan dengan harapan mampu meningkatkan kompetensi dan daya saing yang pada akhirnya mampu meningkatkan pendapatan keluarga dan kontribusi perempuan dalam pembangunan ekonomi.
“Dalam program Pondok Pinang ini Freeport menggandeng Bank BRI kantor cabang Timika dan Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika melalui Dinas Koperasi dan Ekonomi Kreatif, Dinas Perindustrian & Perdagangan (Diskoperindag), Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan KB (P3AP2KB) dan dinas Tata Kota,” terang penanggungjawab program PPUMKM PTFI Ronny Yawan yang melakukan pendampingan untuk para mama penjual pinang di Timika, Kamis (13/9/2018).
Sebagai informasi masyarakat Papua memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Salah satu tradisi yang masih melekat di masyarakat Papua adalah mengunyah buah pinang. Menguyah pinang dipercaya masyarakat Papua dapat menguatkan gigi, maupun gusi dan berbagai manfaat lainnya.
Mengunyah pinang merupakan bagian dari tatanan kehidupan sosial sebagai pengikat tali silaturahmi dan menjalin keakraban. Tidak hanya itu, menikmati buah pinang sudah bergeser menjadi suatu bentuk gaya hidup dari masyarakat Papua pada umumnya. Kebutuhan akan buah pinang terus meningkat. Bahkan buah pinang memberikan kesempatan ekonomi tersendiri yang bagi sebagian penduduk asli Papua menjadi pondasi perekonomian keluarga.
“Dengan tingginya kebutuhan akan buah pinang, penjual pinang pun bertebaran di Papua. Selama ini para mama-mama penjual pinang menjadi pemandangan yang sangat umum dijumpai di berbagai kota di Papua. Para mama menjajakan pinang dagangannya secara tradisional di berbagai tempat mulai dari di pasar, di emperan toko, di trotoar pusat keramaian hingga di depan pom bensin," terang Ronny.
Menurutnya, berjualan pinang menjadi tanda geliat ekonomi lokal sekaligus tanda budaya makan pinang yang terus dipertahankan di tanah Papua. Suasana yang sama juga hadir di Timika, ibukota Kabupaten Mimika. Para mama penjual pinang menjajakan paket buah pinang beserta kapur dan batang sirih yang dijual seharga Rp10.000 per plastik yang biasanya berisi 10 hingga 15 buah. Umumnya paket pinang tersebut bagi masyarakat asli Papua habis dalam sekali konsumsi.
Ronny Yawan menjelaskan bahwa bentuk kontribusi yang diberikan oleh PTFI melalui program ini di antaranya yakni layanan distribusi pinang, pemasok yang dibentuk dalam program ini bertanggungjawab untuk mendistribusikan buah Pinang kepada seluruh peserta program.
Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi biaya transportasi dan memangkas biaya-biaya produksi yang tidak perlu sehingga pendapatan menjadi meningkat. Pemasok dilengkapi dengan alat transportasi guna mempermudah proses distribusi pinang.
“Freeport memberikan layanan pendampingan, pembinaan dan pelatihan bagi para peserta program Pondok Pinang. Untuk meningkatkan usaha peserta program pinang, peserta program pondok pinang juga diberikan fasilitas kredit modal kerja sesuai kebutuhan. Selain itu tentunya untuk memudahkan berjualan, para peserta program dibantu tempat berjualan yang dinamakan Pondok Pinang,” terangnya.
Salah satu mama penjual pinang Agustina M. Yoku dengan semangat menceritakan bahwa dia dan teman-temannya merasa terbantu dengan program ini. Dia menjelaskan jadi tahu cara menjual pinang agar lebih menguntungkan dan mendapatkan kemudahan modal dan pasokan pinang.
“Saya suka sekali dengan pondok pinang yang diberikan ke saya untuk berjualan ini,” kata Agustina salah seorang mama penjual pinang. “Semoga buah pinang yang saya jual makin laku,” Agustina.
(akr)