Dorong Kepercayaan Pasar, Enggar: Perundingan Dagang RCEP Selesai 2018
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 16 menteri dari negara yang berpartisipasi dalam perundingan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) kembali menggelar pertemuan intersesinya yang ke-6 pada 13 Oktober 2018 di Singapura.
Sebanyak 10 menteri dari negara anggota ASEAN dan enam menteri dari mitra FTA ASEAN yaitu Australia, India, Jepang, Korea, China dan Selandia Baru melakukan pembahasan mengenai status perundingan RCEP yang diluncurkan pada November 2012 di Kamboja dan memulai putaran pertamanya pada Maret 2013 di Brunei Darussalam.
"Indonesia sebagai penggagas menekankan pentingnya dicapai kemajuan yang substansial pada akhir tahun ini untuk menjaga kepercayaan publik atas manfaat arus perdagangan dan investasi yang lancar di kawasan berpenduduk 3,4 miliar ini, terutama di tengah meningkatnya 'perang dagang' antara dua ekonomi besar, yang dikhawatirkan membawa dampak negatif bila terus berkepanjangan," ujar Menteri Perdagangan Enggartiasto dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin (15/10/2018).
Melalui diskusi yang intensif dan terbuka dalam format Minister+1, para menteri RCEP sepakat memperbaharui mandatnya kepada para perunding untuk mengatasi sejumlah isu akses pasar dan rules dalam Perundingan RCEP Putaran ke-24 yang akan berlangsung di Auckland, Selandia Baru mulai 18-27 Oktober 2018.
Para menteri menegaskan perundingan RCEP harus mencapai hasil yang substansial pada akhir tahun ini, baik untuk perundingan akses pasar barang, jasa dan investasi maupun aturan-aturan lain untuk memfasilitasi integrasi ekonomi dari 16 negara peserta RCEP ini.
Untuk itu, para menteri sepakat agar para perunding tidak hanya mengulang posisinya tetapi harus dapat menawarkan solusi yang seimbang untuk kepentingan semua negara peserta.
Sejauh ini, dari 21 bab dan lampiran yang dibahas, para perunding telah menyelesaikan empat bab. Selain itu, negara peserta telah pula menawarkan komitmen akses pasar barang, jasa dan investasi namun masih dianggap kurang berarti oleh mayoritas negara peserta.
Berdasarkan analisis yang disampaikan oleh Indonesia selaku Ketua Komite Perundingan RCEP, sebenarnya para perunding dapat menyelesaikan tambahan lima atau enam bab tahun ini serta penawaran akses pasar yang lebih baik akhir tahun ini.
"Namun itu memerlukan perubahan sikap dari semua negara anggota untuk mencari solusi dan tidak hanya mengulang-ulang posisi yang sama untuk kepentingannya sendiri," imbuh Enggar.
Ditambahkan Enggar bahwa tantangan besar dalam perundingan ini dibanding perundingan mega regional lainnya seperti Trans Pacific Partnership (TPP) adalah bahwa peserta perundingan RCEP terdiri dari negara maju, negara berkembang dan negara kurang berkembang.
Selain itu, beberapa pasangan mitra FTA ASEAN seperti India dan Selandia Baru atau China dan India belum pernah memiliki ikatan FTA sebelumnya. Sehingga komitmen yang disepakati satu sama lain relatif rendah dan dapat menghambat upaya perluasan dan pendalaman mata-rantai pasokan yang coba dilakukan melalui RCEP ini.
Sebanyak 10 menteri dari negara anggota ASEAN dan enam menteri dari mitra FTA ASEAN yaitu Australia, India, Jepang, Korea, China dan Selandia Baru melakukan pembahasan mengenai status perundingan RCEP yang diluncurkan pada November 2012 di Kamboja dan memulai putaran pertamanya pada Maret 2013 di Brunei Darussalam.
"Indonesia sebagai penggagas menekankan pentingnya dicapai kemajuan yang substansial pada akhir tahun ini untuk menjaga kepercayaan publik atas manfaat arus perdagangan dan investasi yang lancar di kawasan berpenduduk 3,4 miliar ini, terutama di tengah meningkatnya 'perang dagang' antara dua ekonomi besar, yang dikhawatirkan membawa dampak negatif bila terus berkepanjangan," ujar Menteri Perdagangan Enggartiasto dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin (15/10/2018).
Melalui diskusi yang intensif dan terbuka dalam format Minister+1, para menteri RCEP sepakat memperbaharui mandatnya kepada para perunding untuk mengatasi sejumlah isu akses pasar dan rules dalam Perundingan RCEP Putaran ke-24 yang akan berlangsung di Auckland, Selandia Baru mulai 18-27 Oktober 2018.
Para menteri menegaskan perundingan RCEP harus mencapai hasil yang substansial pada akhir tahun ini, baik untuk perundingan akses pasar barang, jasa dan investasi maupun aturan-aturan lain untuk memfasilitasi integrasi ekonomi dari 16 negara peserta RCEP ini.
Untuk itu, para menteri sepakat agar para perunding tidak hanya mengulang posisinya tetapi harus dapat menawarkan solusi yang seimbang untuk kepentingan semua negara peserta.
Sejauh ini, dari 21 bab dan lampiran yang dibahas, para perunding telah menyelesaikan empat bab. Selain itu, negara peserta telah pula menawarkan komitmen akses pasar barang, jasa dan investasi namun masih dianggap kurang berarti oleh mayoritas negara peserta.
Berdasarkan analisis yang disampaikan oleh Indonesia selaku Ketua Komite Perundingan RCEP, sebenarnya para perunding dapat menyelesaikan tambahan lima atau enam bab tahun ini serta penawaran akses pasar yang lebih baik akhir tahun ini.
"Namun itu memerlukan perubahan sikap dari semua negara anggota untuk mencari solusi dan tidak hanya mengulang-ulang posisi yang sama untuk kepentingannya sendiri," imbuh Enggar.
Ditambahkan Enggar bahwa tantangan besar dalam perundingan ini dibanding perundingan mega regional lainnya seperti Trans Pacific Partnership (TPP) adalah bahwa peserta perundingan RCEP terdiri dari negara maju, negara berkembang dan negara kurang berkembang.
Selain itu, beberapa pasangan mitra FTA ASEAN seperti India dan Selandia Baru atau China dan India belum pernah memiliki ikatan FTA sebelumnya. Sehingga komitmen yang disepakati satu sama lain relatif rendah dan dapat menghambat upaya perluasan dan pendalaman mata-rantai pasokan yang coba dilakukan melalui RCEP ini.
(ven)