Harga WTI Jatuh 22% di November, Bulan Terlemah Dalam 10 Tahun

Sabtu, 01 Desember 2018 - 04:32 WIB
Harga WTI Jatuh 22%...
Harga WTI Jatuh 22% di November, Bulan Terlemah Dalam 10 Tahun
A A A
NEW YORK - Harga minyak mentah jatuh pada penutupan hari Jumat waktu Amerika Serikat atau Sabtu (1/12/2018) waktu Indonesia. Keinginan OPEC dan Rusia untuk memotong produksi pada pekan depan, masih belum ada kejelasan. Sementara itu, produksi dan persediaan minyak mentah AS terus menigkat sehingga menekan harga si emas hitam.

Melansir dari Reuters, harga minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate jatuh 52 sen alias 1% ke level USD50,93 per barel. Dan sepanjang November yang baru lewat, harga WTI telah kehilangan 20%. Bulan November 2018 menjadi bulan terlemah bagi harga WTI dalam 10 tahun terakhir.

Idem. Harga minyak berjangka internasional, Brent juga turun drastis 76 sen atau 1,3% menjadi USD58,75 per barel pada pukul 2:28 ET.

Mengantisipasi penurunan harga lebih dalam, Bloomberg melaporkan bahwa Komite Penasihat OPEC menyarankan untuk menurunkan produksi minyak sebanyak 1,3 juta barel per hari. Sebab selama November lalu, OPEC hanya berhasil menurunkan produksi 160 ribu barel per hari.

"Harga terus turun ditengah tekanan atas pasokan yang berlebih, sementara permintaan minyak melemah. Jika tidak ada tindakan yang diambil, maka harga minyak bisa jatuh lebih dalam. Dan pemotongan produksi harus bisa ke level rebound," kata Fawad Razaqzada, analis pasar di bursa berjangka Forex.com.

Terkait berlebihnya pasokan dan rencana pemotongan produksi, OPEC dan mitra utamanya, Rusia akan melakukan pertemuan di markas besar OPEC di Wina, Austria, pada 6-7 Desember mendatang.

Menjelang pertemuan OPEC, tiga produsen minyak utama dunia: Amerika Serikat, Rusia dan Arab Saudi dikabarkan akan melakukan pertemuan di KTT G20 di Buenos Aires, Argentina.

Menteri Energi Rusia, Alexander Novak dikabarkan bakal bertemu Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih pada KTT G20 di Argentina, untuk membahas pengurangan produksi minyak di tahun depan, demikian kantor berita RIA.

Namun, dalam laporan tersebut, Rusia diperkirakan akan melakukan langkah fleksibel, produksi disesuaikan dengan kesepakatan bersama antara OPEC dan anggota non OPEC.

Meningkatnya harga minyak sendiri dilakukan oleh AS, Rusia dan Saudi, untuk mengantisipasi sanksi ekonomi dan sanksi ekspor minyak Iran. Ternyata, sanksi tersebut tidak sebesar yang digembar-gemborkan. Sehingga yang terjadi pasar minyak mengalami kelebihan pasokan.

Administrasi Informasi Energi AS melaporkan bahwa produksi minyak mentah AS naik 129 ribu barel per hari di bulan September, sehingga menciptakan rekor baru sebanyak 11,47 juta barel per hari.

Persediaan minyak AS meningkat pesat selama 10 minggu berturut-turut menjadi 450,5 juta barel, menjadikannya level tertinggi sepanjang masa. Perusahaan jasa energi Baker Hughes melaporkan bahwa perusahaan-perusahaan minyak AS pada pekan ini akan menambah rig minyaknya untuk lima bulan berturut-turut.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7054 seconds (0.1#10.140)