Lifting Migas Masih di Bawah Target
A
A
A
JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) mencatat produksi siap jual (lifting ) migas selama sebelas bulan terakhir baru mencapai 95% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Berdasarkan data SKK Migas sejak Januari hingga November 2018, lifting migas baru mencapai 1,91 juta barel per hari (BOEPD) dari target APBN 2018 sebesar 2 juta BOEPD.
”Salah satu penyebab belum tercapainya target lifting karena kondisi lapangan mengalami penurunan produksi. Hingga akhir tahun kami tetap upayakan produksi bisa lebih maksimal,” ujar Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Wisnu Prabawa Taher di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, rata-rata lifting minyak bumi per November 2018 sebesar 762.000 barel per hari justru lebih rendah dibandingkan realisasi hingga September lalu masih sebesar 774.000 barel per hari.
Adapun lifting minyak sebelas bulan terakhir tersebut masih jauh dari target APBN 2018 sebesar 800.000 barel per hari. Sementara untuk lifting gas bumi realisasi hingga November 1.143 juta BOEPD turun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 1,145 juta BOEPD. Realisasi lifting gas bumi masih di bawah target APBN 2018 sebesar 1.200 juta BOEPD.
Wisnu mengatakan, selain penurunan produksi di lapangan tua, terdapat sejumlah faktor belum tercapainya lifting migas. Adapun penyebabnya itu, antara lain kinerja sumur baru belum sesuai ekspektasi, decline rate dari sumur eksisting yang semakin besar.
Selain itu, kata dia terdapat beberapa program pengembangan mundur ke 2019. Namun, beberapa kendala operasi dan instrumen tersebut sudah bisa diatasi.
”Ada beberapa kendala operasi dan instrumen, namun sudah bisa diatasi. Kemudian ada beberapa program pengembangan yang mundur ke 2019,” katanya.
Terkait kegiatan pengeboran sumur juga masih di bawah target. Rinciannya pengeboran sumur pengembangan baru berhasil dibor 251 sumur dari target 289 sumur.
Selain itu, program kerja ulang atau workover sudah dilakukan di 554 sumur dari target 636 sumur. ”Secara kontinu, kami tetap mengupayakan pencapaian bisa maksimal,” kata dia.
Tak berhenti di situ, cost recovery diprediksi juga membengkak tahun ini, yaitu sebesar USD11,7miliar dari targetdalam APBN 2018 sebesar USD10,1 miliar. Sementara hingga November 2018 cost recovery mencapai USD10,9 mi liar atau telah mencapai 107% dari target.
Untuk penerimaan negara selama 11 bulan terakhir dari sektor hulu migas sudah mencapai USD15,9 miliar. Realisasi penerimaan ini mencapai 133% dari target APBN 2018 sebesar USD11,9 miliar.
Sedangkan hingga November 2018 terdapat beberapa proyek hulu migas sudah beroperasi di antaranya proyek Blok A di Aceh, proyek SP di Blok ONWJ, dan Gathering Station di Pertamina EP Lapangan Bunyu. ”Paling baru adalah pembangunan Gathering Station di Pertamina EP Field Bunyu,” kata Wisnu.
Pihaknya berharap menutup akhir tahun 2018 akan ada satu proyek onstream , yaitu fasilitas produksi Lica di Medco Rimau di Sumatera Selatan sehingga diperkirakan sepanjang tahun 2018 bisa terealisasi enam proyek hulu migas yang onstream dengan total investasi sebesar USD346 juta. ”Beroperasinya proyek-proyek tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi tambahan produksi sebesar 34.000 BOEPD,” kata dia. (Nanang Wijayanto)
Berdasarkan data SKK Migas sejak Januari hingga November 2018, lifting migas baru mencapai 1,91 juta barel per hari (BOEPD) dari target APBN 2018 sebesar 2 juta BOEPD.
”Salah satu penyebab belum tercapainya target lifting karena kondisi lapangan mengalami penurunan produksi. Hingga akhir tahun kami tetap upayakan produksi bisa lebih maksimal,” ujar Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Wisnu Prabawa Taher di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, rata-rata lifting minyak bumi per November 2018 sebesar 762.000 barel per hari justru lebih rendah dibandingkan realisasi hingga September lalu masih sebesar 774.000 barel per hari.
Adapun lifting minyak sebelas bulan terakhir tersebut masih jauh dari target APBN 2018 sebesar 800.000 barel per hari. Sementara untuk lifting gas bumi realisasi hingga November 1.143 juta BOEPD turun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 1,145 juta BOEPD. Realisasi lifting gas bumi masih di bawah target APBN 2018 sebesar 1.200 juta BOEPD.
Wisnu mengatakan, selain penurunan produksi di lapangan tua, terdapat sejumlah faktor belum tercapainya lifting migas. Adapun penyebabnya itu, antara lain kinerja sumur baru belum sesuai ekspektasi, decline rate dari sumur eksisting yang semakin besar.
Selain itu, kata dia terdapat beberapa program pengembangan mundur ke 2019. Namun, beberapa kendala operasi dan instrumen tersebut sudah bisa diatasi.
”Ada beberapa kendala operasi dan instrumen, namun sudah bisa diatasi. Kemudian ada beberapa program pengembangan yang mundur ke 2019,” katanya.
Terkait kegiatan pengeboran sumur juga masih di bawah target. Rinciannya pengeboran sumur pengembangan baru berhasil dibor 251 sumur dari target 289 sumur.
Selain itu, program kerja ulang atau workover sudah dilakukan di 554 sumur dari target 636 sumur. ”Secara kontinu, kami tetap mengupayakan pencapaian bisa maksimal,” kata dia.
Tak berhenti di situ, cost recovery diprediksi juga membengkak tahun ini, yaitu sebesar USD11,7miliar dari targetdalam APBN 2018 sebesar USD10,1 miliar. Sementara hingga November 2018 cost recovery mencapai USD10,9 mi liar atau telah mencapai 107% dari target.
Untuk penerimaan negara selama 11 bulan terakhir dari sektor hulu migas sudah mencapai USD15,9 miliar. Realisasi penerimaan ini mencapai 133% dari target APBN 2018 sebesar USD11,9 miliar.
Sedangkan hingga November 2018 terdapat beberapa proyek hulu migas sudah beroperasi di antaranya proyek Blok A di Aceh, proyek SP di Blok ONWJ, dan Gathering Station di Pertamina EP Lapangan Bunyu. ”Paling baru adalah pembangunan Gathering Station di Pertamina EP Field Bunyu,” kata Wisnu.
Pihaknya berharap menutup akhir tahun 2018 akan ada satu proyek onstream , yaitu fasilitas produksi Lica di Medco Rimau di Sumatera Selatan sehingga diperkirakan sepanjang tahun 2018 bisa terealisasi enam proyek hulu migas yang onstream dengan total investasi sebesar USD346 juta. ”Beroperasinya proyek-proyek tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi tambahan produksi sebesar 34.000 BOEPD,” kata dia. (Nanang Wijayanto)
(nfl)