Harga Minyak Turun Karena Perlambatan Ekonomi Global
A
A
A
SINGAPURA - Harga minyak mentah turun pada perdagangan Rabu (16/1/2019), seiring meningkatnya tanda-tanda perlambatan ekonomi global, terutama yang terjadi di beberapa negara maju.
Mengutip dari Reuters, China, negara ekonomi terbesar di Asia, menghadapi ketidakpastian perdagangan yang meningkat di tahun ini. Pejabat Kementerian Perdagangan China mengatakan negaranya mengalami data perdagangan yang buruk di tahun lalu, dimana ekspor dan impor menyusut dibanding sebelumnya.
Di Jepang, permintaan barang manufaktur melambat tajam pada November, yang bisa berdampak pada belanja modal perusahaan. Pun demikian dengan Jerman, negara ekonomi terbesar di Eropa, yang mengalami perlambatan pertumbuhan PDB dalam lima tahun belakangan.
Prospek ekonomi Eropa semakin gelap, dimana Parlemen Inggris menolak proposal Perdana Menteri Theresa May terkait Brexit. Dan kesengsaraan perdagangan semakin bertambah, seiring government shutdown di Amerika Serikat, yang bisa memberi pukulan telak pada ekonomi AS yang sejatinya sedang bagus-bagusnya di era Presiden Donald Trump.
Kondisi kecemasan akan melambatnya perekonomian global, membuat harga minyak mentah Brent International turun 11 sen atau 0,2% ke level USD60,53 per barel pada pukul 04:03 GMT. Harga minyak mentah West Texas Intermediate, melemah 11 sen atau 0,2% menjadi USD52 per barel.
Sementara itu, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen utama non-OPEC, Rusia, terus melakukan pengurangan pasokan demi menunjang harga minyak.
Kondisi antara kekhawatiran perlambatan ekonomi global di satu sisi, dan sisi lainnya, OPEC plus Rusia memangkas produksi, menimbulkan ketidakpastian antara permintaan dan penawaran. Prospek pasar minyak pun menjadi tidak jelas.
Survei yang dilakukan para profesional bidang energi oleh Reuters, harga minyak Brent diperkirakan tidak berubah dari survei tahun 2016, 2017, dan 2018, yaitu rata-rata di level USD65 per barel.
"Fundamental ekonomi tidak menawarkan arah harga yang jelas," tulis Norbert Ruecker, kepala riset komoditas di Julius Baer Bank di Singapura. Ia menambahkan, melemahnya permintaan membuat kenaikan harga minyak hanya sementara. "Harga minyak akan ditetapkan berdasarkan perdagangan global," tukasnya.
Mengutip dari Reuters, China, negara ekonomi terbesar di Asia, menghadapi ketidakpastian perdagangan yang meningkat di tahun ini. Pejabat Kementerian Perdagangan China mengatakan negaranya mengalami data perdagangan yang buruk di tahun lalu, dimana ekspor dan impor menyusut dibanding sebelumnya.
Di Jepang, permintaan barang manufaktur melambat tajam pada November, yang bisa berdampak pada belanja modal perusahaan. Pun demikian dengan Jerman, negara ekonomi terbesar di Eropa, yang mengalami perlambatan pertumbuhan PDB dalam lima tahun belakangan.
Prospek ekonomi Eropa semakin gelap, dimana Parlemen Inggris menolak proposal Perdana Menteri Theresa May terkait Brexit. Dan kesengsaraan perdagangan semakin bertambah, seiring government shutdown di Amerika Serikat, yang bisa memberi pukulan telak pada ekonomi AS yang sejatinya sedang bagus-bagusnya di era Presiden Donald Trump.
Kondisi kecemasan akan melambatnya perekonomian global, membuat harga minyak mentah Brent International turun 11 sen atau 0,2% ke level USD60,53 per barel pada pukul 04:03 GMT. Harga minyak mentah West Texas Intermediate, melemah 11 sen atau 0,2% menjadi USD52 per barel.
Sementara itu, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen utama non-OPEC, Rusia, terus melakukan pengurangan pasokan demi menunjang harga minyak.
Kondisi antara kekhawatiran perlambatan ekonomi global di satu sisi, dan sisi lainnya, OPEC plus Rusia memangkas produksi, menimbulkan ketidakpastian antara permintaan dan penawaran. Prospek pasar minyak pun menjadi tidak jelas.
Survei yang dilakukan para profesional bidang energi oleh Reuters, harga minyak Brent diperkirakan tidak berubah dari survei tahun 2016, 2017, dan 2018, yaitu rata-rata di level USD65 per barel.
"Fundamental ekonomi tidak menawarkan arah harga yang jelas," tulis Norbert Ruecker, kepala riset komoditas di Julius Baer Bank di Singapura. Ia menambahkan, melemahnya permintaan membuat kenaikan harga minyak hanya sementara. "Harga minyak akan ditetapkan berdasarkan perdagangan global," tukasnya.
(ven)