OJK Dorong Regulasi Khusus Atur Industri Keuangan Digital
A
A
A
JAKARTA - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menegaskan, perkembangan teknologi tidak bisa dibendung karena telah menyasar ke berbagai lini tidak terkecuali sektor keuangan. Ketika Indonesia yang merupakan market besar, Ia menekankan perlunya regulasi khusus yang mengatur industri keuangan digital.
"Digital produk karena incumbent di regulasi membuat pengetatan karena enggak ada informasi. Jasa keuangan yang mau bikin fintech, silahkan saja. Era digitalisasi sekarang ini, PT bisa keluarkan produk apapun," ujar Wimboh di Jakarta, Selasa (26/2/2019).
Lebih lanjut, Ia juga mendukung perusahaan rintisan (startup) Indonesia untuk bisa melakukan Initial Public Offering (IPO) atau penawaran umum perdana di lantai bursa. "Perubahan ini cepat banget dan kami dukung platfrom. Jadi ini bisa meningkatkan rasa kepemilikan. Kebijakan harus kita sesuaikan dengan long the way," ungkap dia.
Wimboh juga tidak menutup kemungkinan perlunya membentuk lembaga khusus keuangan digital, jika unicorn Indonesia bisa menjadi perusahaan terbuka tahun ini. "Jadi ini bisa seperti konglomerasi di bidang digital. Tinggal kita ini mau bagaimana supaya koridornya jadi benar. Apakah mau ada lembaga khusus keuangan, khusus platform digital keuangan. Tinggal duduk bersama saja," jelasnya.
Namun sejumlah startup belum memiliki legalitas untuk produk jasa keuangan. Apabila mereka mengeluarkan produk peminjaman seperti yang dilakukan lembaga pembiayaan dan perbankan, harus mendapatkan izin dari OJK. Sementara itu, jika produknya berupa payment maupun currency, otoritasnya ada di Bank Indonesia.
Sebelumnya Wimboh mengakui, perkembangan dan penetrasi teknologi menjadi penyebab utama dari kondisi ini. Perusahaan non jasa keuangan sekarang dapat mengeluarkan ragam produk dengan teknologi. Lantaran itu ke depannya, konsep perusahaan nonjasa keuangan yang mengeluarkan jasa keuangan harus diatur segera melalui regulasi khusus.
"Digital produk karena incumbent di regulasi membuat pengetatan karena enggak ada informasi. Jasa keuangan yang mau bikin fintech, silahkan saja. Era digitalisasi sekarang ini, PT bisa keluarkan produk apapun," ujar Wimboh di Jakarta, Selasa (26/2/2019).
Lebih lanjut, Ia juga mendukung perusahaan rintisan (startup) Indonesia untuk bisa melakukan Initial Public Offering (IPO) atau penawaran umum perdana di lantai bursa. "Perubahan ini cepat banget dan kami dukung platfrom. Jadi ini bisa meningkatkan rasa kepemilikan. Kebijakan harus kita sesuaikan dengan long the way," ungkap dia.
Wimboh juga tidak menutup kemungkinan perlunya membentuk lembaga khusus keuangan digital, jika unicorn Indonesia bisa menjadi perusahaan terbuka tahun ini. "Jadi ini bisa seperti konglomerasi di bidang digital. Tinggal kita ini mau bagaimana supaya koridornya jadi benar. Apakah mau ada lembaga khusus keuangan, khusus platform digital keuangan. Tinggal duduk bersama saja," jelasnya.
Namun sejumlah startup belum memiliki legalitas untuk produk jasa keuangan. Apabila mereka mengeluarkan produk peminjaman seperti yang dilakukan lembaga pembiayaan dan perbankan, harus mendapatkan izin dari OJK. Sementara itu, jika produknya berupa payment maupun currency, otoritasnya ada di Bank Indonesia.
Sebelumnya Wimboh mengakui, perkembangan dan penetrasi teknologi menjadi penyebab utama dari kondisi ini. Perusahaan non jasa keuangan sekarang dapat mengeluarkan ragam produk dengan teknologi. Lantaran itu ke depannya, konsep perusahaan nonjasa keuangan yang mengeluarkan jasa keuangan harus diatur segera melalui regulasi khusus.
(akr)