Waspada, Ini Cara Kenali Fintech P2P Lending Ilegal
A
A
A
JAKARTA - Maraknya aplikasi dan tawaran akan pinjaman berbasis online tentunya memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan pinjaman. Namun, masyarakat diminta mewaspadai adanya penggunaan financial technology (fintech) ilegal berkedok pinjaman online yang terkesan menggiurkan.
"Pada saat ini, fintech peer-to-peer lending (fintech P2P lending) yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hanya berjumlah sebanyak 99 perusahaan, sedangkan fintech peer-to-peer lending ilegal yang ditemukan hingga 2019 berjumlah 803 entitas," ujar Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing, dalam acara Sosialisasi Satgas Waspada Investasi Ilegal di Jakarta (5/4/2019).
Fintech ilegal ini kemudian menawarkan persyaratan mendapatkan pinjaman yang lebih mudah dibandingkan dengan perbankan. Fintech ilegal ini semakin bertambah banyak dan berkembang karena adanya kemudahan bagi pelaku untuk membuat aplikasi, didukung oleh permintaan (demand) yang besar dari masyarakat.
Fintech peer-to-peer lending ilegal ini memiliki beberapa karakteristik yang perlu diwaspadai. Jelasnya, fintech ini tidak terdaftar di OJK, tidak memberikan info bunga pinjaman yang jelas, dan juga menyebarkan data pribadi peminjam.Penagihan yang dilakukan oleh fintech ilegal ini pun cukup kejam, mereka tidak hanya menagih terhadap peminjam, tetapi juga kepada keluarga, rekan kerja, hingga atasan dengan berbagai cara bahkan sebelum batas waktu. Alamat peminjaman yang diberikan pun tidak jelas dan senantiasa berganti nama.
Perlu diperhatikan juga bahwa pelaku tidak hanya menggunakan Google Play Store untuk menawarkan aplikasi, tetapi juga melalui link unduh melalui SMS atau dicantumkan di situs miliknya.
Tongam meminta masyarakat berpikir cerdas sebelum mengambil pinjaman online. "Pastikan pihak pinjaman online terkait terdaftar di OJK, pinjam dana sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan untuk kepentingan yang produktif," tegasnya.
Sebelum melakukan pinjaman, imbuh dia, upayakan memahami manfaat, biaya, bunga, jangka waktu, denda, dan risikonya untuk menghindari jebakan fintech ilegal ini.
"Pada saat ini, fintech peer-to-peer lending (fintech P2P lending) yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hanya berjumlah sebanyak 99 perusahaan, sedangkan fintech peer-to-peer lending ilegal yang ditemukan hingga 2019 berjumlah 803 entitas," ujar Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing, dalam acara Sosialisasi Satgas Waspada Investasi Ilegal di Jakarta (5/4/2019).
Fintech ilegal ini kemudian menawarkan persyaratan mendapatkan pinjaman yang lebih mudah dibandingkan dengan perbankan. Fintech ilegal ini semakin bertambah banyak dan berkembang karena adanya kemudahan bagi pelaku untuk membuat aplikasi, didukung oleh permintaan (demand) yang besar dari masyarakat.
Fintech peer-to-peer lending ilegal ini memiliki beberapa karakteristik yang perlu diwaspadai. Jelasnya, fintech ini tidak terdaftar di OJK, tidak memberikan info bunga pinjaman yang jelas, dan juga menyebarkan data pribadi peminjam.Penagihan yang dilakukan oleh fintech ilegal ini pun cukup kejam, mereka tidak hanya menagih terhadap peminjam, tetapi juga kepada keluarga, rekan kerja, hingga atasan dengan berbagai cara bahkan sebelum batas waktu. Alamat peminjaman yang diberikan pun tidak jelas dan senantiasa berganti nama.
Perlu diperhatikan juga bahwa pelaku tidak hanya menggunakan Google Play Store untuk menawarkan aplikasi, tetapi juga melalui link unduh melalui SMS atau dicantumkan di situs miliknya.
Tongam meminta masyarakat berpikir cerdas sebelum mengambil pinjaman online. "Pastikan pihak pinjaman online terkait terdaftar di OJK, pinjam dana sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan untuk kepentingan yang produktif," tegasnya.
Sebelum melakukan pinjaman, imbuh dia, upayakan memahami manfaat, biaya, bunga, jangka waktu, denda, dan risikonya untuk menghindari jebakan fintech ilegal ini.
(fjo)