KKP Lanjutkan Program Smart-Fish, Tingkatkan Daya Saing Perikanan
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Kedutaan Besar Swiss di Indonesia dan Organisasi Pengembangan Industri Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNIDO), melanjutkan kerja ama program Smart-Fish hingga periode kedua (2019-2022).
Keberlanjutan program karena mampu meningkatkan daya saing dan menekan biaya produksi sektor perikanan nasional. Sehingga berkontribusi membuka pangsa pasar baik domestik maupun ekspor, dan memberikan keuntungan lebih bagi pembudidaya ikan.
Sekretaris Jenderal KKP merangkap Plt. Direktur Jenderal Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP, Nilanto Perbowo, menjelaskan program Smart-Fish telah membantu mewujudkan pengembangan sektor perikanan nasional terutama untuk tiga rantai nilai komoditas: rumput laut, pangasius, dan P&L (pole and line) tuna. "Oleh karenanya, program ini kami perpanjang," ujarnya, Kamis (4/7/2019).
Menurut Nilanto, untuk rantai nilai pangasius, program ini telah memperkenalkan metode budidaya baru yang telah meningkatkan efisiensi, kualitas, dan warna daging yang lebih baik, serta peningkatan produksi.
Adapun branding "One-by-One" untuk P&L tuna juga telah mempromosikan perikanan pole and line Indonesia sebagai perikanan ramah lingkungan, berkelanjutan, dan memiliki praktik penangkapan ikan yang lebih baik. Disamping itu juga untuk masalah pakan, mampu menekan biaya pakan hingga di bawah 60%.
"Kami sangat berterimakasih kepada Pemerintah Swiss yang mau memberikan dukungan pada sektor perikanan dan kelautan nasional," tuturnya.
Hal senada dilontarkan Sekretaris Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP, Berny A. Subki, program hibah pemerintah Swiss senilai USD1,7 juta (setara Rp24 miliar) dinilai terbukti meningkatkan volume produksi perikanan, dan sebaliknya menekan ongkos produksi, khususnya di tiga komoditas yakni ikan patin, rumput laut, dan tuna.
Untuk ikan patin misalnya, ongkos produksi di tingkat pembudidaya dalam lima tahun terakhir berhasil ditekan dari yang sebelumnya selalu di atas 60%.
"Hampir 60% secara umum biayanya habis di pakan, karena impor. Dengan pakan mandiri dan dibantu Smart-Fish, yang menggunakan material lokal, ternyata nutrisinya tidak kalah dari yang impor. Pembudidaya bisa untung dan bisa meningkatkan volume produksi," kata Berny.
Demikian pula untuk komoditas rumput laut dan tuna. KKP mengklaim telah terjadi kenaikan volume produksi dengan tingkat efisiensi tinggi, sehingga menghasilkan lonjakan keuntungan bagi pembudidaya.
Selain itu, intervensi Smart-Fish juga mendorong investasi oleh pembudidaya ikan, pengolah ikan dan pemerintah sebesar USD11,8 juta "Tiga komoditas ini memiliki harapan cerah untuk daya saing perikanan di Indonesia," ujarnya.
Direktur Pemasaran Ditjen PDSPKP, Machmud, mengungkapkan, saat ini, Indonesia sedang bersaing dengan Vietnam dalam memenuhi permintaan patin di Timur Tengah. Dengan permintaan secara global sebesar 500.000 ton, Machmud optimis Indonesia bisa menggarap sejumlah pasar potensial, seperti Afrika.
Menurut Machmud, ikan patin Indonesia sudah mampu menembus pasar Arab Saudi. Tahun 2019, 200 ton patin beku diekspor perdana ke Arab Saudi untuk keperluan jemaah haji, dengan nilai USD472.000.
Duta Besar Swiss untuk Indonesia, Kurt Kunz, mengatakan program Smart-Fish telah memberikan hasil dan pencapaian yang memuaskan dan akan dilanjutkan untuk disebarluaskan ke seluruh Indonesia. "Ke depan, program ini akan merangkul semua pembudidaya dan seluruh komoditas. Sehingga sektor perikanan Indonesia bisa lebih maju dan berkembang".
Keberlanjutan program karena mampu meningkatkan daya saing dan menekan biaya produksi sektor perikanan nasional. Sehingga berkontribusi membuka pangsa pasar baik domestik maupun ekspor, dan memberikan keuntungan lebih bagi pembudidaya ikan.
Sekretaris Jenderal KKP merangkap Plt. Direktur Jenderal Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP, Nilanto Perbowo, menjelaskan program Smart-Fish telah membantu mewujudkan pengembangan sektor perikanan nasional terutama untuk tiga rantai nilai komoditas: rumput laut, pangasius, dan P&L (pole and line) tuna. "Oleh karenanya, program ini kami perpanjang," ujarnya, Kamis (4/7/2019).
Menurut Nilanto, untuk rantai nilai pangasius, program ini telah memperkenalkan metode budidaya baru yang telah meningkatkan efisiensi, kualitas, dan warna daging yang lebih baik, serta peningkatan produksi.
Adapun branding "One-by-One" untuk P&L tuna juga telah mempromosikan perikanan pole and line Indonesia sebagai perikanan ramah lingkungan, berkelanjutan, dan memiliki praktik penangkapan ikan yang lebih baik. Disamping itu juga untuk masalah pakan, mampu menekan biaya pakan hingga di bawah 60%.
"Kami sangat berterimakasih kepada Pemerintah Swiss yang mau memberikan dukungan pada sektor perikanan dan kelautan nasional," tuturnya.
Hal senada dilontarkan Sekretaris Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP, Berny A. Subki, program hibah pemerintah Swiss senilai USD1,7 juta (setara Rp24 miliar) dinilai terbukti meningkatkan volume produksi perikanan, dan sebaliknya menekan ongkos produksi, khususnya di tiga komoditas yakni ikan patin, rumput laut, dan tuna.
Untuk ikan patin misalnya, ongkos produksi di tingkat pembudidaya dalam lima tahun terakhir berhasil ditekan dari yang sebelumnya selalu di atas 60%.
"Hampir 60% secara umum biayanya habis di pakan, karena impor. Dengan pakan mandiri dan dibantu Smart-Fish, yang menggunakan material lokal, ternyata nutrisinya tidak kalah dari yang impor. Pembudidaya bisa untung dan bisa meningkatkan volume produksi," kata Berny.
Demikian pula untuk komoditas rumput laut dan tuna. KKP mengklaim telah terjadi kenaikan volume produksi dengan tingkat efisiensi tinggi, sehingga menghasilkan lonjakan keuntungan bagi pembudidaya.
Selain itu, intervensi Smart-Fish juga mendorong investasi oleh pembudidaya ikan, pengolah ikan dan pemerintah sebesar USD11,8 juta "Tiga komoditas ini memiliki harapan cerah untuk daya saing perikanan di Indonesia," ujarnya.
Direktur Pemasaran Ditjen PDSPKP, Machmud, mengungkapkan, saat ini, Indonesia sedang bersaing dengan Vietnam dalam memenuhi permintaan patin di Timur Tengah. Dengan permintaan secara global sebesar 500.000 ton, Machmud optimis Indonesia bisa menggarap sejumlah pasar potensial, seperti Afrika.
Menurut Machmud, ikan patin Indonesia sudah mampu menembus pasar Arab Saudi. Tahun 2019, 200 ton patin beku diekspor perdana ke Arab Saudi untuk keperluan jemaah haji, dengan nilai USD472.000.
Duta Besar Swiss untuk Indonesia, Kurt Kunz, mengatakan program Smart-Fish telah memberikan hasil dan pencapaian yang memuaskan dan akan dilanjutkan untuk disebarluaskan ke seluruh Indonesia. "Ke depan, program ini akan merangkul semua pembudidaya dan seluruh komoditas. Sehingga sektor perikanan Indonesia bisa lebih maju dan berkembang".
(ven)