PLTA Rajamandala Beroperasi, Sistem Jawa-Bali Makin Handal
A
A
A
CIANJUR - PT PLN (Persero) terus berupaya menggenjot pembangunan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT). Hal itu diwujudkan dengan telah beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Rajamanadala berkapasitas 47 megawatt (MW).
“PLTA Rajamandala telah beroperasi sejak Mei 2019 lalu. Ini merupakan komitmen PLN bersama anak usahanya Indonesia Power membangun pembangkit berbasis energi terbarukan dan kami yakin Indonesia Power akan memimpin di bidang energi terbarukan,” ujar Direktur Aneka EBT pada Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Harris pada acara peresmian operasi PLTA Rajamandala di Cianjur, Jawa Barat, Jumat (12/7/2019).
Menurut dia, beroperasinya PLTA Rajamandala merupakan komitmen Indonesia dalam mengimplementasikan Perjanjian Paris (Paris Agreement) dalam rangka menurunkan emisi gas rumah kaca di atmosfer, khususnya CO2. Pada perjanjian tersebut telah disepakati bahwa penerapannya harus terintegrasi ke dalam pembangunan nasional di masing-masing negara.
Untuk mencapai target dari Persetujuan Paris tersebut, setiap negara harus berkontribusi dalam penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang dituangkan dalam dokumen Kontribusi Secara Nasional (NDC).
Selain itu juga, Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Paris melalui Undang-Undang No.16 tahun 2016 tentang Pengesahan Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim.
“Sektor energi berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca pada 2030 sebesar 314 juta ton CO2 dengan upaya sendiri dan 398 juta ton CO2 dengan dukungan internasional. Dengan beroperasinya PLTA ini merupakan wujud nyata PLN bersama pemerintah turut menekan emisi gas CO2,” kata dia.
Pada kesempatan yang sama, Pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama Indonesia Power M. Ahsin Sidqi menambahkan, program pembangunan PLTA Rajamandala telah sesuai dengan Rencana Usaha Penyedia Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2019-2028. Adapun proyek pembangunan PLTA tersebut menelan investasi sebesar USD150 juta.
Menurutnya, pembangunan proyek telah dimulai sejak 2012 melalui kerja sama antara anak perusahaan PLN Indonesia Power dengan Kansai Electric Power Corp Japan (KEPCO) menjadi PT Rajamandala Electric Power.
“PLTA Rajamandala akan memperkuat sistem interkoneksi kelistrikan Jawa-Bali melalui transmisi 150 kilovolt (kV) Cianjur-Cigereleng sekaligus sebagai backup sistem kelistrikan khususnya di wilayah Bandung,” tandas dia.
Tak berhenti disitu, pembangunan proyek PLTA Rajamandala juga merupakan komitmen PLN dalam mengejar bauran EBT 25% sampai 2025 mendatang.
Adapun proyek pembangunan PLTA Rajamandala menjadi PLTA menggunakan penstock dan spiral case terbesar berbahan beton pertama di Indonesia.
“Selain itu PLTA Rajamandala juga merupakan pembangkit dengan waterway sistem labirin pertama dengan diameter terowongan terbesar di Indonesia,” terang dia.
“PLTA Rajamandala telah beroperasi sejak Mei 2019 lalu. Ini merupakan komitmen PLN bersama anak usahanya Indonesia Power membangun pembangkit berbasis energi terbarukan dan kami yakin Indonesia Power akan memimpin di bidang energi terbarukan,” ujar Direktur Aneka EBT pada Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Harris pada acara peresmian operasi PLTA Rajamandala di Cianjur, Jawa Barat, Jumat (12/7/2019).
Menurut dia, beroperasinya PLTA Rajamandala merupakan komitmen Indonesia dalam mengimplementasikan Perjanjian Paris (Paris Agreement) dalam rangka menurunkan emisi gas rumah kaca di atmosfer, khususnya CO2. Pada perjanjian tersebut telah disepakati bahwa penerapannya harus terintegrasi ke dalam pembangunan nasional di masing-masing negara.
Untuk mencapai target dari Persetujuan Paris tersebut, setiap negara harus berkontribusi dalam penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang dituangkan dalam dokumen Kontribusi Secara Nasional (NDC).
Selain itu juga, Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Paris melalui Undang-Undang No.16 tahun 2016 tentang Pengesahan Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim.
“Sektor energi berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca pada 2030 sebesar 314 juta ton CO2 dengan upaya sendiri dan 398 juta ton CO2 dengan dukungan internasional. Dengan beroperasinya PLTA ini merupakan wujud nyata PLN bersama pemerintah turut menekan emisi gas CO2,” kata dia.
Pada kesempatan yang sama, Pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama Indonesia Power M. Ahsin Sidqi menambahkan, program pembangunan PLTA Rajamandala telah sesuai dengan Rencana Usaha Penyedia Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2019-2028. Adapun proyek pembangunan PLTA tersebut menelan investasi sebesar USD150 juta.
Menurutnya, pembangunan proyek telah dimulai sejak 2012 melalui kerja sama antara anak perusahaan PLN Indonesia Power dengan Kansai Electric Power Corp Japan (KEPCO) menjadi PT Rajamandala Electric Power.
“PLTA Rajamandala akan memperkuat sistem interkoneksi kelistrikan Jawa-Bali melalui transmisi 150 kilovolt (kV) Cianjur-Cigereleng sekaligus sebagai backup sistem kelistrikan khususnya di wilayah Bandung,” tandas dia.
Tak berhenti disitu, pembangunan proyek PLTA Rajamandala juga merupakan komitmen PLN dalam mengejar bauran EBT 25% sampai 2025 mendatang.
Adapun proyek pembangunan PLTA Rajamandala menjadi PLTA menggunakan penstock dan spiral case terbesar berbahan beton pertama di Indonesia.
“Selain itu PLTA Rajamandala juga merupakan pembangkit dengan waterway sistem labirin pertama dengan diameter terowongan terbesar di Indonesia,” terang dia.
(ind)