Investasi Startup Digital Harus Tingkatkan Lapangan Kerja
A
A
A
JAKARTA - Investasi untuk perusahaan unicorn ataupun startup digital di Indonesia dikhawatirkan mengarah pada usaha padat modal yang tidak menyerap banyak tenaga kerja sesuai harapan pemerintah.
Untuk itu, diperlukan analisis kebijakan dari pemerintah terkait dampak investasi untuk perusahaan berbasis digital.
Pemerintah mencanangkan Indonesia akan menjadi pusat ekonomi digital di Asia Tenggara pada 2020. Selaras dengan itu, perusahaan digital di Indonesia juga terus berkembang pesat, tiga diantaranya yang terbilang sukses adalah Tokopedia, Gojek dan Traveloka.
Pada tahun lalu, ketiganya menjadi bagian dari enam startup digital yang mendapat kucuran dana terbesar di ASEAN.
Plt Deputi Bidang Iklim Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Yuliot Tanjung mengatakan, kementerian/lembaga harus melakukan analisis terkait investasi untuk perusahaan berbasis digital dan dampaknya secara ekonomi untuk masyarakat serta potensi penciptaan lapangan kerja.
"Investasi untuk startup digital trennya bersifat padat modal. Masalah lain dari ekonomi digital yaitu transaksi e-commerce yang didominasi produk impor," ujar Yuliot dalam acara diskusi di Jakarta, Rabu (7/8/2019).
Dia menyebutkan, salah satu pendukung perekonomian digital adalah e-commerce yang mencatatkan pertumbuhan transaksi signifikan pada 2018, yaitu sebesar Rp47 triliun dari tahun sebelumnya Rp12 triliun.
"Terjadi peningkatan yang signifikan transaksi e-commerce selama beberapa tahun terakhir. Namun juga ada masalah disana," ujarnya.
Dia menyebutkan, nilai transaksi ini didorong oleh pembelian beberapa produk di e-commerce. Produk fashion, gadget dan elektronik mendominasi jumlah transaksi di e-commerce.
Transaksi yang paling banyak untuk produk fashion sekitar 35%, serta gadget dan elektronik yang hampir 40%. Lainnya adalah produk keperluan kantor dan otomotif.
"Yang paling sedikit dibeli adalah makanan, produk kecantikan, dan perlengkapan bayi," tambahnya.
Menurutnya, ada banyak kendala yang membuat pelaku usaha dalam negeri khususnya UMKM masuk ke e-commerce. Pertama, soal keterbatasan teknologi yang dimiliki. Lalu, soal permodalan yang sulit didapat karena susahnya syarat yang harus dipenuhi.
"Untuk dapat pinjaman modal persyaratan sulit dan suku bunganya tinggi. Makanya banyak yang cari investor dari luar," katanya.
Sementara itu, salah satu misi dalam agenda pemerintah pada kabinet kerja jilid II adalah mengundang investasi dan memperkuat pengembangan ekonomi kerakyatan.
Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Muda Muslim Nasional (Permunas) Mulyadi Siregar menilai, mengundang investasi bagus sekali untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan gairah aktivitas ekonomi di dalam negeri.
“Namun, harus juga diikuti kesiapan kita mempersiapkan para pelaku usaha dalam negeri agar sinergis dalam agenda tersebut, melalui bagaimana desain kabinet pada pemerintahan presiden Jokowi ke depan,” ujarnya.
Menurut Mulyadi, salah satu yang penting diperhatikan adalah restrukturisasi badan ekonomi kreatif menjadi badan ekonomi kerakyatan.
“Setelah ada perubahan kami berharap wewenangnya juga diperluas. Tujuannya agar para pelaku usaha kecil yang jumlahnya sekitar 52 juta bisa terkonsolidasi dalam satu payung,” katanya.
Dia beralasan hal itu juga untuk mengurangi hambatan yang ada selama ini yaitu minimnya akses modal dan pasar bagi para pelaku usaha kecil. Menurutnya, badan ekonomi kerakyatan inilah yang akan membuat kebijakan strategis agar para pelaku usaha kecil tersebut tumbuh dan naik kelas karena berlandaskan semangat kekeluargaan dan gotong royong.
Untuk itu, diperlukan analisis kebijakan dari pemerintah terkait dampak investasi untuk perusahaan berbasis digital.
Pemerintah mencanangkan Indonesia akan menjadi pusat ekonomi digital di Asia Tenggara pada 2020. Selaras dengan itu, perusahaan digital di Indonesia juga terus berkembang pesat, tiga diantaranya yang terbilang sukses adalah Tokopedia, Gojek dan Traveloka.
Pada tahun lalu, ketiganya menjadi bagian dari enam startup digital yang mendapat kucuran dana terbesar di ASEAN.
Plt Deputi Bidang Iklim Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Yuliot Tanjung mengatakan, kementerian/lembaga harus melakukan analisis terkait investasi untuk perusahaan berbasis digital dan dampaknya secara ekonomi untuk masyarakat serta potensi penciptaan lapangan kerja.
"Investasi untuk startup digital trennya bersifat padat modal. Masalah lain dari ekonomi digital yaitu transaksi e-commerce yang didominasi produk impor," ujar Yuliot dalam acara diskusi di Jakarta, Rabu (7/8/2019).
Dia menyebutkan, salah satu pendukung perekonomian digital adalah e-commerce yang mencatatkan pertumbuhan transaksi signifikan pada 2018, yaitu sebesar Rp47 triliun dari tahun sebelumnya Rp12 triliun.
"Terjadi peningkatan yang signifikan transaksi e-commerce selama beberapa tahun terakhir. Namun juga ada masalah disana," ujarnya.
Dia menyebutkan, nilai transaksi ini didorong oleh pembelian beberapa produk di e-commerce. Produk fashion, gadget dan elektronik mendominasi jumlah transaksi di e-commerce.
Transaksi yang paling banyak untuk produk fashion sekitar 35%, serta gadget dan elektronik yang hampir 40%. Lainnya adalah produk keperluan kantor dan otomotif.
"Yang paling sedikit dibeli adalah makanan, produk kecantikan, dan perlengkapan bayi," tambahnya.
Menurutnya, ada banyak kendala yang membuat pelaku usaha dalam negeri khususnya UMKM masuk ke e-commerce. Pertama, soal keterbatasan teknologi yang dimiliki. Lalu, soal permodalan yang sulit didapat karena susahnya syarat yang harus dipenuhi.
"Untuk dapat pinjaman modal persyaratan sulit dan suku bunganya tinggi. Makanya banyak yang cari investor dari luar," katanya.
Sementara itu, salah satu misi dalam agenda pemerintah pada kabinet kerja jilid II adalah mengundang investasi dan memperkuat pengembangan ekonomi kerakyatan.
Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Muda Muslim Nasional (Permunas) Mulyadi Siregar menilai, mengundang investasi bagus sekali untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan gairah aktivitas ekonomi di dalam negeri.
“Namun, harus juga diikuti kesiapan kita mempersiapkan para pelaku usaha dalam negeri agar sinergis dalam agenda tersebut, melalui bagaimana desain kabinet pada pemerintahan presiden Jokowi ke depan,” ujarnya.
Menurut Mulyadi, salah satu yang penting diperhatikan adalah restrukturisasi badan ekonomi kreatif menjadi badan ekonomi kerakyatan.
“Setelah ada perubahan kami berharap wewenangnya juga diperluas. Tujuannya agar para pelaku usaha kecil yang jumlahnya sekitar 52 juta bisa terkonsolidasi dalam satu payung,” katanya.
Dia beralasan hal itu juga untuk mengurangi hambatan yang ada selama ini yaitu minimnya akses modal dan pasar bagi para pelaku usaha kecil. Menurutnya, badan ekonomi kerakyatan inilah yang akan membuat kebijakan strategis agar para pelaku usaha kecil tersebut tumbuh dan naik kelas karena berlandaskan semangat kekeluargaan dan gotong royong.
(ind)