Antisipasi Krisis, LPS Perkuat Kesiapan Resolusi Bank
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan akan memperkuat kesiapan pelaksanaan resolusi bank untuk mendukung stabilitas sistem keuangan.Hal tersebut dimaksudkan untuk pencegahan dan penanganan krisis keuangan, terutama dalam penanganan (resolusi) bank.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK), LPS memiliki opsi Purchase and Assumption dan Bridge Bank dalam melakukan resolusi bank selain likuidasi dan Penyertaan Modal Sementara (PMS).
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengatakan, terkait dengan tambahan opsi resolusi bank dan amanat sebagai penyelenggara Recovery and Resolution Plan (RRP), LPS terus meningkatkan kemampuan dan kesiapannya.
Hal itu dilakukan antara lain melalui peningkatan kapasitas SDM baik dari sisi jumlah maupun kompetensinya, lalu penyusunan kebijakan atau ketentuan terkait resolusi bank, dan ikut serta dalam simulasi pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan.
"Kami diamanatkan sebagai penanggung jawab simpanan dan otoritas resolusi bank berdasarkan UU No. 24 tahun 2004 (UU LPS) dan UU No. 9 tahun 2016 (UU Pencegahan dan Resolusi Krisis Sistem Keuangan)," kata Halim saat Seminar Internasional bertajuk “Facing Softening Global Economy: The Need to Strengthen Bank Resolution Preparedness” di Nusa Dua, Bali, Rabu (21/8/2019).
Sejak tahun 2005 hingga sekarang, LPS telah berhasil melakukan pembayaran atau likuidasi dari 97 BPR dan 1 bank komersial.
LPS juga telah melakukan bantuan bank terbuka kepada bank komersial selama krisis keuangan global tahun 2008.
Sebagai pelajaran dari krisis keuangan Asia pada tahun 1997 hingga 1998 dan tahun krisis keuangan global pada 2008, Indonesia telah mengalami reformasi sektor keuangan, termasuk diundangkannya UU tentang Pencegahan dan Penyelesaian Krisis Sistem Keuangan, atau UU PPKSK.
Dalam hal ini, Indonesia merupakan salah satu negara yang dianggap negara paling maju dalam melakukan simulasi terhadap kemungkinan terjadinya krisis.
"Jadi, Indonesia dipandang sebagai salah satu negara yang berperan dalam menangani krisis," ungkapnya.
Halim menjelaskan, cara yang bisa dilakukan untuk mempersiapkan diri terhadap masalah stabilitas sistem keuangan adalah dengan melakukan latihan simulasi.
Latihannya juga diamati oleh pengulas independen untuk memberikan input objektif pada implementasi simulasi dan rekomendasi pada masalah disimulasikan.
Sementara itu, LPS juga tidak akan langsung memungut premi tambahan terhadap industri perbankan untuk Program Restrukturisasi Perbankan (PRP).
Menurut Halim, ada masa tenggang sekitar tiga tahun untuk pembayaran premi sejak peraturan dikeluarkan.
Saat ini, LPS, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Otoritas Jasa Keuangan masih menunggu arahan Presiden Joko Widodo untuk Rancangan PP tersebut. Dirinya berharap, dalam waktu dekat PP tersebut dapat selesai.
"Sekarang naskah PP itu di tingkat presiden. Namun pelaksanaan PRP itu tidak segera, karena setelah ditandatangani oleh presiden, pengenaan PRP baru tiga tahun mendatang," ujarnya.
Nantinya, premi yang dibayarkan tersebut akan digunakan lagi kepada perbankan untuk membantu bank-bank yang mengalami krisis dan berisiko sistemik.
Adapun besarnya premi yang bakal dibayarkan perbankan pada rentang 0% hingga 0,007% dari aset perbankan. Bank-bank yang akan diwajibkan membayarkan premi tersebut adalah bank-bank yang memiliki aset di atas Rp1 triliun.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menambahkan, sebagai anggota KSSK, salah satu cara berkontribusi dalam stabilitas sistem keuangan adalah dengan mengembangkan kebijakan fiskal yang baik untuk meningkatkan kinerja APBN.
"Di semester pertama 2019, pelaksanaan anggaran kami menunjukkan kinerja positif, dan ke depan kami akan terus menjaga kredibilitas dan keberlanjutan manajemen fiskal," ujar dia.
LPS sebagai Resolusi otoritas, diharapkan dapat melakukan fungsinya lebih banyak secara efektif.
"Kami mengharapkan LPS, melalui kebijakan dan koordinasinya dapat memperkuat kesiapan resolusi bank dan implementasi Program Restrukturisasi Perbankan," imbuh dia.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan juga mendukung penuh LPS dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Misalnya, jika modalnya LPS rebih rendah dari Rp4 triliun, pemerintah wajib menutupi defisit, setelah mendapat persetujuan dari DPR.
Sementara itu, setelah berlakunya UU PPKSK pada tahun 2016, Kemenkeu telah fokus latihan simulasi tentang implementasi undang-undang baru khususnya di bidang resolusi bank dan koordinasi antara Lembaga anggota KSSK, ketika bank tertentu menghadapi likuiditas atau masalah solvabilitas.
Latihan simulasi krisis telah memungkinkan untuk mengidentifikasi kesenjangan dalam kerangka peraturan dan regulasi yang ada, untuk menguji proses koordinasi antarlembaga, dan untuk meningkatkan pemahaman pembuat kebijakan tentang protokol manajemen krisis.PT Bank Central Asia Tbk mengaku tidak keberatan dengan rencana pemerintah untuk mengenakan premi tambahan demi pendanaan Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) jika sewaktu-waktu terjadi krisis ekonomi.
Direktur BCA Vera Eve Lim mengungkapkan, besaran tarif premi PRP yang maksimal 0,007% dari aset tidak akan terlalu memberatkan perseroan.
"Itu memang akan menambah biaya, tapi kami melihat gambaran besarnya kegunaan premi itu," imbuh dia.
Direktur Manajemen Resiko Bank Mandiri Ahmad Siddik meyakini besaran premi PRP tersebut sudah berdasarkan perhitungan kebutuhan dana resolusi atau penanganan bank jika terdampak krisis.
Namun dirinya berharap, tarif premi yang dipungut LPS seperti premi penjaminan dapat menurun seiring dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi.
"Jika itu ditetapkan PRP oleh LPS kami pasti bayar. Kalau bisa sih preminya 0%. Tapi saya yakin LPS dengan tarif sekarang sudah ada hitung-hitungannya. Nanti di kemudian hari ketika pendanaan sudah cukup, ekonomi juga menguat, premi bisa menurun," pungkasnya.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK), LPS memiliki opsi Purchase and Assumption dan Bridge Bank dalam melakukan resolusi bank selain likuidasi dan Penyertaan Modal Sementara (PMS).
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengatakan, terkait dengan tambahan opsi resolusi bank dan amanat sebagai penyelenggara Recovery and Resolution Plan (RRP), LPS terus meningkatkan kemampuan dan kesiapannya.
Hal itu dilakukan antara lain melalui peningkatan kapasitas SDM baik dari sisi jumlah maupun kompetensinya, lalu penyusunan kebijakan atau ketentuan terkait resolusi bank, dan ikut serta dalam simulasi pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan.
"Kami diamanatkan sebagai penanggung jawab simpanan dan otoritas resolusi bank berdasarkan UU No. 24 tahun 2004 (UU LPS) dan UU No. 9 tahun 2016 (UU Pencegahan dan Resolusi Krisis Sistem Keuangan)," kata Halim saat Seminar Internasional bertajuk “Facing Softening Global Economy: The Need to Strengthen Bank Resolution Preparedness” di Nusa Dua, Bali, Rabu (21/8/2019).
Sejak tahun 2005 hingga sekarang, LPS telah berhasil melakukan pembayaran atau likuidasi dari 97 BPR dan 1 bank komersial.
LPS juga telah melakukan bantuan bank terbuka kepada bank komersial selama krisis keuangan global tahun 2008.
Sebagai pelajaran dari krisis keuangan Asia pada tahun 1997 hingga 1998 dan tahun krisis keuangan global pada 2008, Indonesia telah mengalami reformasi sektor keuangan, termasuk diundangkannya UU tentang Pencegahan dan Penyelesaian Krisis Sistem Keuangan, atau UU PPKSK.
Dalam hal ini, Indonesia merupakan salah satu negara yang dianggap negara paling maju dalam melakukan simulasi terhadap kemungkinan terjadinya krisis.
"Jadi, Indonesia dipandang sebagai salah satu negara yang berperan dalam menangani krisis," ungkapnya.
Halim menjelaskan, cara yang bisa dilakukan untuk mempersiapkan diri terhadap masalah stabilitas sistem keuangan adalah dengan melakukan latihan simulasi.
Latihannya juga diamati oleh pengulas independen untuk memberikan input objektif pada implementasi simulasi dan rekomendasi pada masalah disimulasikan.
Sementara itu, LPS juga tidak akan langsung memungut premi tambahan terhadap industri perbankan untuk Program Restrukturisasi Perbankan (PRP).
Menurut Halim, ada masa tenggang sekitar tiga tahun untuk pembayaran premi sejak peraturan dikeluarkan.
Saat ini, LPS, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Otoritas Jasa Keuangan masih menunggu arahan Presiden Joko Widodo untuk Rancangan PP tersebut. Dirinya berharap, dalam waktu dekat PP tersebut dapat selesai.
"Sekarang naskah PP itu di tingkat presiden. Namun pelaksanaan PRP itu tidak segera, karena setelah ditandatangani oleh presiden, pengenaan PRP baru tiga tahun mendatang," ujarnya.
Nantinya, premi yang dibayarkan tersebut akan digunakan lagi kepada perbankan untuk membantu bank-bank yang mengalami krisis dan berisiko sistemik.
Adapun besarnya premi yang bakal dibayarkan perbankan pada rentang 0% hingga 0,007% dari aset perbankan. Bank-bank yang akan diwajibkan membayarkan premi tersebut adalah bank-bank yang memiliki aset di atas Rp1 triliun.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menambahkan, sebagai anggota KSSK, salah satu cara berkontribusi dalam stabilitas sistem keuangan adalah dengan mengembangkan kebijakan fiskal yang baik untuk meningkatkan kinerja APBN.
"Di semester pertama 2019, pelaksanaan anggaran kami menunjukkan kinerja positif, dan ke depan kami akan terus menjaga kredibilitas dan keberlanjutan manajemen fiskal," ujar dia.
LPS sebagai Resolusi otoritas, diharapkan dapat melakukan fungsinya lebih banyak secara efektif.
"Kami mengharapkan LPS, melalui kebijakan dan koordinasinya dapat memperkuat kesiapan resolusi bank dan implementasi Program Restrukturisasi Perbankan," imbuh dia.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan juga mendukung penuh LPS dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Misalnya, jika modalnya LPS rebih rendah dari Rp4 triliun, pemerintah wajib menutupi defisit, setelah mendapat persetujuan dari DPR.
Sementara itu, setelah berlakunya UU PPKSK pada tahun 2016, Kemenkeu telah fokus latihan simulasi tentang implementasi undang-undang baru khususnya di bidang resolusi bank dan koordinasi antara Lembaga anggota KSSK, ketika bank tertentu menghadapi likuiditas atau masalah solvabilitas.
Latihan simulasi krisis telah memungkinkan untuk mengidentifikasi kesenjangan dalam kerangka peraturan dan regulasi yang ada, untuk menguji proses koordinasi antarlembaga, dan untuk meningkatkan pemahaman pembuat kebijakan tentang protokol manajemen krisis.PT Bank Central Asia Tbk mengaku tidak keberatan dengan rencana pemerintah untuk mengenakan premi tambahan demi pendanaan Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) jika sewaktu-waktu terjadi krisis ekonomi.
Direktur BCA Vera Eve Lim mengungkapkan, besaran tarif premi PRP yang maksimal 0,007% dari aset tidak akan terlalu memberatkan perseroan.
"Itu memang akan menambah biaya, tapi kami melihat gambaran besarnya kegunaan premi itu," imbuh dia.
Direktur Manajemen Resiko Bank Mandiri Ahmad Siddik meyakini besaran premi PRP tersebut sudah berdasarkan perhitungan kebutuhan dana resolusi atau penanganan bank jika terdampak krisis.
Namun dirinya berharap, tarif premi yang dipungut LPS seperti premi penjaminan dapat menurun seiring dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi.
"Jika itu ditetapkan PRP oleh LPS kami pasti bayar. Kalau bisa sih preminya 0%. Tapi saya yakin LPS dengan tarif sekarang sudah ada hitung-hitungannya. Nanti di kemudian hari ketika pendanaan sudah cukup, ekonomi juga menguat, premi bisa menurun," pungkasnya.
(ind)