Aktivitas Work Over dan Well Services Jadi Primadona Topang Produksi Minyak
A
A
A
JAKARTA - Aktivitas Work Over dan Well Services (WOWS) masih menjadi primadona dalam menjaga produksi minyak nasional. Hal ini disampaikan oleh Praktisi minyak dan gas (migas) Satoto Agustono dalam diskusi Forum Keuangan yang berlangsung di Jakarta.
Menurutnya, WOWS memiliki tingkat kepastian yang lebih tinggi dalam mendapatkan minyak ketimbang berharap pada sumur baru. "Kepastian mendapatkan minyaknya lebih tinggi," kata dia dalam siaran pers, Selasa (27/8/2019).
Sebagai informasi, Work Over merupakan pekerjaan ulang atas sebuah sumur minyak yang telah ada. Sementara Well Service adalah perawatan sumur minyak. Berdasarkan data SKK Migas, ditahun 2019, Work Over bakal dilakukan di 969 sumur dan akan ada kegiatan Well Services sebanyak 25.296 kegiatan.
Satoto kemudian mengingatkan, biaya WOWS jauh lebih murah atau low cost dari biaya pengeboran sumur baru. Praktisi senior tersebut menjelaskan untuk sumur baru dengan kedalaman 1.500 meter, biaya yang dibutuhkan sebanyak USD4 hingga 5 juta dolar.
Senada dengan hal tersebut, dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menuturkan, WOWS sangat bisa dimaksimalkan untuk mendukung pencapaian produksi minyak. Sebab, menurut riset Energy Watch, rata-rata produksi WOWS itu mampu menghasilkan 10-15 barel per hari (BOPD). Dengan angka tersebut, praktis WOWS bisa menopang angka produksi minyak.
"Bisa dibayangkan berapa tambahan produksi migas jika WOWS dimaksimalkan. Untuk Well Service aja, 10 barel dikali 25 ribu pekerjaaan. Itu jauh lebih cukup untuk menjaga produksi minyak," kata dia.
Sementara itu, bagi Ekonom INDEF Bhima Yudhistira mengungkapkan upaya mendorong produktivitas WOWS jauh lebih baik daripada mewacanakan pengurangan subsidi BBM. Sebab bagi Bhima, problem utama krisis migas dan energi adalah ketidakmampuan memproduksi cadangan migas. "Ini jauh lebih konkret menjawab permasalahan produksi minyak kita. WOWS akhirnya menjadi cara untuk menjaga target produksi minyak kita," ujar dia.
Bhima menegaskan problem utama produksi migas justru terletak pada pemerintah itu sendiri, terutama soal rendahnya investasi di sektor ini. Penyebabnya mulai dari regulasi, ketidakpastian hukum hingga problem rumitnya prosedur investasi migas.
Ekonom muda ini menyebut, tiga hal tadi menjadi alasan investor enggan meningkatkan investasi di sektor migas ini. "Ekosistem bisnis migas ini semakin tak menarik. Ketidakpastian hukumnya tinggi, regulasinya juga tidak pernah jelas. Makanya investor ini terus-terusan wait and see, bahkan mungkin tak mau berinvestasi di sini meski pilpres selesai," tuturnya.
Menurutnya, WOWS memiliki tingkat kepastian yang lebih tinggi dalam mendapatkan minyak ketimbang berharap pada sumur baru. "Kepastian mendapatkan minyaknya lebih tinggi," kata dia dalam siaran pers, Selasa (27/8/2019).
Sebagai informasi, Work Over merupakan pekerjaan ulang atas sebuah sumur minyak yang telah ada. Sementara Well Service adalah perawatan sumur minyak. Berdasarkan data SKK Migas, ditahun 2019, Work Over bakal dilakukan di 969 sumur dan akan ada kegiatan Well Services sebanyak 25.296 kegiatan.
Satoto kemudian mengingatkan, biaya WOWS jauh lebih murah atau low cost dari biaya pengeboran sumur baru. Praktisi senior tersebut menjelaskan untuk sumur baru dengan kedalaman 1.500 meter, biaya yang dibutuhkan sebanyak USD4 hingga 5 juta dolar.
Senada dengan hal tersebut, dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menuturkan, WOWS sangat bisa dimaksimalkan untuk mendukung pencapaian produksi minyak. Sebab, menurut riset Energy Watch, rata-rata produksi WOWS itu mampu menghasilkan 10-15 barel per hari (BOPD). Dengan angka tersebut, praktis WOWS bisa menopang angka produksi minyak.
"Bisa dibayangkan berapa tambahan produksi migas jika WOWS dimaksimalkan. Untuk Well Service aja, 10 barel dikali 25 ribu pekerjaaan. Itu jauh lebih cukup untuk menjaga produksi minyak," kata dia.
Sementara itu, bagi Ekonom INDEF Bhima Yudhistira mengungkapkan upaya mendorong produktivitas WOWS jauh lebih baik daripada mewacanakan pengurangan subsidi BBM. Sebab bagi Bhima, problem utama krisis migas dan energi adalah ketidakmampuan memproduksi cadangan migas. "Ini jauh lebih konkret menjawab permasalahan produksi minyak kita. WOWS akhirnya menjadi cara untuk menjaga target produksi minyak kita," ujar dia.
Bhima menegaskan problem utama produksi migas justru terletak pada pemerintah itu sendiri, terutama soal rendahnya investasi di sektor ini. Penyebabnya mulai dari regulasi, ketidakpastian hukum hingga problem rumitnya prosedur investasi migas.
Ekonom muda ini menyebut, tiga hal tadi menjadi alasan investor enggan meningkatkan investasi di sektor migas ini. "Ekosistem bisnis migas ini semakin tak menarik. Ketidakpastian hukumnya tinggi, regulasinya juga tidak pernah jelas. Makanya investor ini terus-terusan wait and see, bahkan mungkin tak mau berinvestasi di sini meski pilpres selesai," tuturnya.
(akr)