Meningkatkan Inklusi Keuangan, Mendorong Pertumbuhan

Jum'at, 08 November 2019 - 06:01 WIB
Meningkatkan Inklusi...
Meningkatkan Inklusi Keuangan, Mendorong Pertumbuhan
A A A
JAKARTA - Ada satu pernyataan menarik yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada saat memberikan sambutan di acara Banking Expo (IBEX) 2019, Rabu (6/11). Jokowi meminta perhatian dan upaya dari sektor perbankan secara serius untuk meningkatkan inklusi keuangan.

Upaya yang bisa dilakukan oleh sektor perbankan untuk meningkatkan inklusi keuangan itu adalah membuka kantor-kantor cabang di daerah remote.

Pembukaan kantor bank di daerah-daerah pedalaman memang penting agar kecepatan dalam pengajuan kredit bisa ditingkatkan. Memang sudah ada layanan laku pandai yang dikeluarkan oleh OJK sejak 2014 lewat POJK No. 19 Tahun 2014 Tentang Layanan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif.

Masalahnya, untuk pengajuan kredit, agen laku pandai hanya merupakan kepanjangan tangan, sebab banklah yang tetap memberikan persetujuan sesuai dengan Pasal 7 Ayat 2. Nah, dengan adanya kantor cabang di daerah pedalaman, maka waktu persetujuan kredit bisa dipercepat.

Jika perbankan sudah membuka kantor, maka para agen laku pandai yang ada di sekitarnya bakal semakin bergairah lagi melakukan tugasnya. Mereka akan terus menyasar masyarakat yang belum tersentuh layananan keuangan atau perbankan, dengan "menjual" kecepatan pencarian pengajuan kredit. Jadi sinergi yang sudah berjalan akan semakin kuat.

Nah agar perbankan tertarik membuka kantor cabang di daerah, pihak OJK diminta untuk merancang kebijakan insentif dan disinsetifnya.

"Saya mengajak pelaku sektor perbankan dan saya minta tolong ke OJK selaku regulator dan pengawas terhadap kegiatan jasa keuangan, perkuat kebijakan Insentif dan disinsentif," kata Jokowi.

Salah satu insentif yang bisa diberikan oleh OJK adalah keringanan iuran yang dibayarkan oleh perbankan berdasarkan jumlah asetnya, sebesar 0,045%. Pasalnya, kalau bank membuka cabang baru, asetnya pasti naik dan iurannya jadi lebih mahal. "Idealnya ada diskon uang iuran yang dibayarkan ke OJK," kata Bhima Yudhistira, ekonom Indef, Kamis (7/11/2019).

Jika memang diskon iuran itu dirasa berat, mengingat regulator ini memang "baru" beroperasi sehingga dananya juga diperlukan untuk kegiatan yang lebih penting, OJK bisa memberikan insentif-insentif lainnya, seperti kemudahan pemberian izin untuk penjualan produk-produk bank yang membangun kantor di daerah pedalaman.

Soal disisentifnya, Bhima menyarakan sebaikanya tak diterapkan kepada perbankan. Dalihnya, berkaca pada kebijakan perbankan yang harus menyalurkan kreditnya ke sektor UMKM sebesar 20%.

"Faktanya bank besar memilih untuk bayar denda dibanding penuhi 20% target itu," katanya.

Lepas dari soal insentif dan disinsentif, lewat pernyataannya, Jokowi tampaknya berkeinginan terus menggenjot inkulsi keuangan di Tanah Air, atau belum puas dengan raihan yang telah dicapai saat ini. Soalnya, target peningkatan inklusi keuangan yang ditetapkan oleh pemerintah di tahun ini sebesar 75% telah berhasil dilewati.

"Dari hasil survei, kami optismtis tercapai, meskipun sepertinya angkanya melewati sedikit tapi sudah kami syukuri. Itu kan targetnya sampai akhir tahun, ini baru sampai September," kata Tirta Segara, Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi Perlindungan Konsumen, pada saat konferensi pers FinExpo, 15 Oktober lalu.

Hari ini, OJK sudah mengeluarkan angka resmi soal indeks inklusi keuangan itu. Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) ketiga yang dilakukan OJK pada tahun ini menunjukkan indeks inklusi keuangan mencapai 76,19%.

Salah satu penyebab inklusi keuangan naik adalah metodologi yang digunakan oleh OJK berbeda dengan yang diterapkan oleh Bank Dunia. OJK menggunakan metodologi account usage sementara Bank Dunia memakai account ownership.

Dengan metode itu, OJK menghitung atau memasukkan transaksi yang dilakukan oleh masyarakat terhadap produk-produk jasa keuangan dalam periode tertentu, seperti membeli produk asuransi mikro atau mengajukan kredit ke lembaga keuangan lain (fintech).

"Usage-nya yang kita hitung. Jadi yang kita tanya bukan punya rekening tabungan. Pertanyaannya, melakukan transaksi tidak pada tahun ini atau dalam tiga tahun terakhir. Kalau jawabannya iya, kami tanya lagi, melalui apa? Surveinya begitu," tandas Tirta.

Selain faktor metodelogi, menjamurnya layananan keuangan berbasis teknologi (fintech) juga mendorong peningkatan inklusi keuangan. Kemudahan dan kecepatan dalam melakukan transaksi, terutama dalam peminjaman kredit, membuat masyarakat ataupun kalangaan UMKM berbondong-bondong menggunakan layanan fintech.

Ya sejak beberapa tahun ke belakang, OJK memang gencar mendorong fintech agar mampu meningkatkan inklusi keuangan. Lewat berbagai kebijakan, OJK "memperlakukan" industri fintech dari dua sisi, yaitu mengatur dan mengawasi. Dari sisi beleid, aturan yang dikeluarkan OJK tidak terlalu ketat sehingga fintech bisa terus berkembang. Sementara, dari sisi pengawasanya justru yang diperketat agar masyarakat tidak dirugikan.

Ikhsan Ingratubun, Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia, menyatakan bahwa sejak adanya fintech maka kalangan UMKM yang bisa mengakses permodalan menjadi semakin banyak. Dulu dari total 62 juta unit usaha UMKM, sekitar 80-85% tak bisa mengakses layananan keuangan, sekarang sudah mulai berkurang.

"Berdasarkan survei PwC (PricewaterhouseCoopers) dan pengamatan kami, per Juni kemarin tinggal sekitar 75% UMKM belum bisa mengakses layanan keuangan," kata Ikhsan.

Membesarnya kalangan UMKM yang masuk dalam bagian inklusi keuangan jelas akan membawa dampak besar terhadap perekonomian nasional. Jangan salah, UMKM punya kontribusi besar terhadap perekonomian, sekitar 60%. Jika UMKM semakin banyak tersentuh layanan inklusi keuangan, tentu kontribusinya akan semakin meningkat.

Memang peningkatan inklusi keuangan ini masih lebih dominan ke penyimpanan (saving) dibanding pembiayaan. "Akses keuangan ini sejauh pemahaman saya lebih dalam bentuk penyimpanan dana, bukan mendapatkan pembiayaan. Jadi dampak dari peningkatan inklusi keuangan ini terhadap pembiayaan investasi belum cukup besar. Kita harapkan ke depan keuangan inklusi yang meningkat akan berujung kepada peningkatan pembiayaan," kata Piter Abdullah, Direktur Riset Center of Reform on Economy.

Toh demikian, inklusi keuangan yang didominasi simpanan juga punya manfaat yang tak bisa dipandang sebelah mata. Dengan membesarnya simpanan, ada beberapa peran yang berguna buat ekonomi nasional. Pertama, simpanan domestik yang kuat akan berfungsi untuk menjaga stabilitas sistem keuangan karena distribusinya lebih merata.

Manfaat selanjutnya, membesarnya simpanan bisa digunakan sebagai sumber pendanaan berbagai aktivitas dunia usaha dan tidak bergantung dari utang luar negeri. "Kalau domestik savingnya kuat, maka kebutuhan pendanan dari luar negeri akan berkurang," kata Onny Widjanarko, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia.

Mengingat pemerintah sudah meresmikan Palapa Ring, OJK yakin angka inklusi keuangan bisa terus ditingkatkan di masa-masa mendatang. Ya meskipun sangat sulit mencapai angka 100%. (Iis Husni Isnaini)
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0941 seconds (0.1#10.140)