Ciputra, Arsitek yang Jadi Raja Properti Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Dunia properti Indonesia berduka, salah satu tokoh senior di sektor ini, Dr (HC) Ir Ciputra atau Tjie Tjin Hoan telah meninggal dunia di usia 88 tahun. Insinyur jebolan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini merupakan salah satu ikon revolusi dunia properti di dalam negeri.
Ciputra dilahirkan di Desa Bumbulan, Parigi, Sulawesi Tengah, pada 24 Agustus 1931 silam dari pasangan Tjie Sim Poe dan Lie Eng Nio. Kedua orang tuanya adalah seorang pedagang kelontong di Desa Bumbulan.
Sejak kecil, Ciputra telah membantu orang tuanya berdagang, sehingga telah terbiasa bermain sambil berdagang. Lingkungan keluarganya sukses menciptakan lingkungan entrepreneurial yang membuatnya mendapatkan dasar-dasar untuk menjadi seorang pebisnis tangguh. Semuanya berkat kerja keras dan kegigihannya dalam membangun bisnisnya sejak usia sangat muda.
Masa kecil Ciputra diwarnai masa-masa pahit ketika ia kehilangan ayahnya yang meninggal di tahanan tentara pendudukan Jepang karena tuduhan palsu dianggap mata-mata Belanda. Namun, kepahitan masa kecil itu justru menimbulkan tekad dan keputusan pentingnya, yaitu bersekolah di Pulau Jawa demi hari depan yang lebih baik, bebas dari kemiskinan dan kemelaratan.
Seusai lulus dari sekolah dasar, Ciputra kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP di Gorontalo dan SMA di Manado. Setelah itu, dengan tekad kuatnya, Ciputra menuntut ilmu di ITB jurusan arsitektur.
Keseluruhan pendidikan masa remaja Ciputra memang merupakan gabungan dari pendidikan akademis dan non-akademis, di dalam kelas dan juga di luar kelas. Oleh karena itu, tidak heran bila di kemudian hari ia berpendapat bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang membangun manusia seutuhnya dan beberapa cirinya adalah membangun moral, mendorong kreativitas dan mendidik karakter-karakter mandiri siswa-siswinya.
(Baca Juga: Ciputra Group, dari Properti hingga Dunia
Ciputra memulai perjalanan bisnisnya sejak masih menjadi mahasiswa arsitektur di ITB. Bersama Ismail Sofyan dan Budi Brasali, teman kuliahnya, sekitar tahun 1957 Ciputra mendirikan PT Daya Cipta. Biro arsitek milik ketiga mahasiswa tersebut, sudah memperoleh kontrak pekerjaan lumayan untuk masa itu, dibandingkan perusahaan sejenis lainnya. Proyek yang mereka tangani antara lain gedung bertingkat sebuah bank di Banda Aceh.
Tahun 1960 Ciputra lulus dari ITB dan pindah ke Jakarta. Keputusan ini menjadi tonggak sejarah yang menentukan jalan hidup Ciputra dan kedua rekannya itu.
Dengan bendera PT Perentjaja Djaja IPD, proyek bergengsi yang diincar Ciputra adalah pembangunan pusat berbelanjaan di Kawasan Senen. Dengan berbagai cara, Ciputra berusaha menemui Gubernur Jakarta ketika itu, Dr R Soemarno, untuk menawarkan proposalnya. Pertemuan dengan Soemarno kemudian ditindak lanjuti dengan mendirikan PT Pembangunan Jaya, setelah terlebih dahulu dirapatkan dengan Presiden Soekarno.
Setelah pusat perbelanjaan Senen, proyek monumental Ciputra di Jaya selanjutnya adalah Taman Impian Jaya Ancol dan Bintaro Jaya. Melalui perusahaan yang 40% sahamnya dimiliki Pemda DKI inilah Ciputra menunjukkan kelasnya sebagai entrepreuneur sekaligus profesional.
Adapun Grup Jaya yang didirikan tahun 1961 dengan modal Rp10 juta, kini memiliki total aset sekitar Rp5 triliun. Sementara, berdasarkan laporan Forbes, taipan properti ini memiliki kekayaan USD1,3 miliar atau sekitar Rp18 triliun. Hal itu menjadikan Ciputra orang terkaya di dunia urutan 1.941 pada tahun 2019.
Dengan didukung kemampuan lobinya, Ciputra secara bertahap juga mengembangkan jaringan perusahaannya di luar Jaya, yakni Grup Metropolitan, Grup Pondok Indah, Grup Bumi Serpong Damai, dan yang terakhir adalah Grup Ciputra.
Tak puas di Jaya Group, Ciputra mendirikan perusahaan Metropolitan Group untuk membangun perumahan mewah Pondok Indah dan Kota Mandiri Bumi Serpong Damai, atau lebih dikenal dengan BSD Serpong bersama Sudono Salim, Budi Brasali, Ibrahim Rasyid, dan Sudwikatmono.
Sukses berkarier di kedua perusahaan tersebut, Ciputra akhirnya mendirikan perusahaan keluarga yang diberi nama Ciputra Group di tahun 1981.
Dalam Biografi Ciputra diketahui bahwa jumlah seluruh anak usaha dari Kelima grup itu tentu di atas seratus. Sementara, karya-karya besar Ciputra begitu beragam, karena hampir semua subsektor properti dijamahnya. Lini bisnisnya mengendalikan lima kelompok usaha Jaya, Metropolitan, Pondok Indah, Bumi Serpong Damai, dan Ciputra Development yang masing-masing memiliki bisnis inti di sektor properti.
Suami dari Dian Sumeler ini pernah memberikan petuah bahwa modal bukan menjadi alasan untuk tidak maju. "Jika tidak mempunyai modal tetapi memiliki konsep yang bagus, Anda bisa bekerja sama dengan orang lain yang memiliki modal" ungkapnya. Keyakinan inilah yang berhasil mengantarkan karier cemerlangnya di Jaya Group.
Ciputra dilahirkan di Desa Bumbulan, Parigi, Sulawesi Tengah, pada 24 Agustus 1931 silam dari pasangan Tjie Sim Poe dan Lie Eng Nio. Kedua orang tuanya adalah seorang pedagang kelontong di Desa Bumbulan.
Sejak kecil, Ciputra telah membantu orang tuanya berdagang, sehingga telah terbiasa bermain sambil berdagang. Lingkungan keluarganya sukses menciptakan lingkungan entrepreneurial yang membuatnya mendapatkan dasar-dasar untuk menjadi seorang pebisnis tangguh. Semuanya berkat kerja keras dan kegigihannya dalam membangun bisnisnya sejak usia sangat muda.
Masa kecil Ciputra diwarnai masa-masa pahit ketika ia kehilangan ayahnya yang meninggal di tahanan tentara pendudukan Jepang karena tuduhan palsu dianggap mata-mata Belanda. Namun, kepahitan masa kecil itu justru menimbulkan tekad dan keputusan pentingnya, yaitu bersekolah di Pulau Jawa demi hari depan yang lebih baik, bebas dari kemiskinan dan kemelaratan.
Seusai lulus dari sekolah dasar, Ciputra kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP di Gorontalo dan SMA di Manado. Setelah itu, dengan tekad kuatnya, Ciputra menuntut ilmu di ITB jurusan arsitektur.
Keseluruhan pendidikan masa remaja Ciputra memang merupakan gabungan dari pendidikan akademis dan non-akademis, di dalam kelas dan juga di luar kelas. Oleh karena itu, tidak heran bila di kemudian hari ia berpendapat bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang membangun manusia seutuhnya dan beberapa cirinya adalah membangun moral, mendorong kreativitas dan mendidik karakter-karakter mandiri siswa-siswinya.
(Baca Juga: Ciputra Group, dari Properti hingga Dunia
Ciputra memulai perjalanan bisnisnya sejak masih menjadi mahasiswa arsitektur di ITB. Bersama Ismail Sofyan dan Budi Brasali, teman kuliahnya, sekitar tahun 1957 Ciputra mendirikan PT Daya Cipta. Biro arsitek milik ketiga mahasiswa tersebut, sudah memperoleh kontrak pekerjaan lumayan untuk masa itu, dibandingkan perusahaan sejenis lainnya. Proyek yang mereka tangani antara lain gedung bertingkat sebuah bank di Banda Aceh.
Tahun 1960 Ciputra lulus dari ITB dan pindah ke Jakarta. Keputusan ini menjadi tonggak sejarah yang menentukan jalan hidup Ciputra dan kedua rekannya itu.
Dengan bendera PT Perentjaja Djaja IPD, proyek bergengsi yang diincar Ciputra adalah pembangunan pusat berbelanjaan di Kawasan Senen. Dengan berbagai cara, Ciputra berusaha menemui Gubernur Jakarta ketika itu, Dr R Soemarno, untuk menawarkan proposalnya. Pertemuan dengan Soemarno kemudian ditindak lanjuti dengan mendirikan PT Pembangunan Jaya, setelah terlebih dahulu dirapatkan dengan Presiden Soekarno.
Setelah pusat perbelanjaan Senen, proyek monumental Ciputra di Jaya selanjutnya adalah Taman Impian Jaya Ancol dan Bintaro Jaya. Melalui perusahaan yang 40% sahamnya dimiliki Pemda DKI inilah Ciputra menunjukkan kelasnya sebagai entrepreuneur sekaligus profesional.
Adapun Grup Jaya yang didirikan tahun 1961 dengan modal Rp10 juta, kini memiliki total aset sekitar Rp5 triliun. Sementara, berdasarkan laporan Forbes, taipan properti ini memiliki kekayaan USD1,3 miliar atau sekitar Rp18 triliun. Hal itu menjadikan Ciputra orang terkaya di dunia urutan 1.941 pada tahun 2019.
Dengan didukung kemampuan lobinya, Ciputra secara bertahap juga mengembangkan jaringan perusahaannya di luar Jaya, yakni Grup Metropolitan, Grup Pondok Indah, Grup Bumi Serpong Damai, dan yang terakhir adalah Grup Ciputra.
Tak puas di Jaya Group, Ciputra mendirikan perusahaan Metropolitan Group untuk membangun perumahan mewah Pondok Indah dan Kota Mandiri Bumi Serpong Damai, atau lebih dikenal dengan BSD Serpong bersama Sudono Salim, Budi Brasali, Ibrahim Rasyid, dan Sudwikatmono.
Sukses berkarier di kedua perusahaan tersebut, Ciputra akhirnya mendirikan perusahaan keluarga yang diberi nama Ciputra Group di tahun 1981.
Dalam Biografi Ciputra diketahui bahwa jumlah seluruh anak usaha dari Kelima grup itu tentu di atas seratus. Sementara, karya-karya besar Ciputra begitu beragam, karena hampir semua subsektor properti dijamahnya. Lini bisnisnya mengendalikan lima kelompok usaha Jaya, Metropolitan, Pondok Indah, Bumi Serpong Damai, dan Ciputra Development yang masing-masing memiliki bisnis inti di sektor properti.
Suami dari Dian Sumeler ini pernah memberikan petuah bahwa modal bukan menjadi alasan untuk tidak maju. "Jika tidak mempunyai modal tetapi memiliki konsep yang bagus, Anda bisa bekerja sama dengan orang lain yang memiliki modal" ungkapnya. Keyakinan inilah yang berhasil mengantarkan karier cemerlangnya di Jaya Group.
(fjo)