Flores, Dapur Energi Terbarukan di Kawasan Timur Indonesia
A
A
A
MANGGARAI BARAT - Pulau Flores di Nusa Tenggara Timur (NTT) digadang-gadang sebagai dapur energi baru terbarukan (EBT) di kawasan Indonesia Timur. Di pulau ini, potensi alamnya begitu mendukung untuk mengembangkan sumber listrik ramah lingkungan.
Sumber daya alam di Flores yang potensial menjadi sumber energi listrik tersebar mulai dari panas bumi, bayu (angin), air, hingga matahari. Khusus untuk panas bumi, potensinya bahkan terbilang jumbo, mencapai 660 megawatt (MW).
"Potensi sebesar itu berdasarkan hasil studi dari berbagai kalangan. Yang sudah dikembangkan ada beberapa pembangkit yang memasok ke sistem kelistrikan di Flores," kata Manager Unit Pelaksana Pembangkitan PLN Flores Lambok Siregar di Ende, NTT, Jumat (29/11/19).
Dia menambahkan, sumber energi panas bumi di Flores akan menjadi andalan dalam sistem kelistrikan di wilayah itu. Selain ramah lingkungan, potensinya yang besar akan mendukung keandalan pasokan serta membuat biaya pokok produksi listrik di NTT dan sekitarnya bisa ditekan karena lebih murah dibanding dengan pembangkit listrik berbahan bakar minyak yang saat ini masih mendominasi.
Berdasarkan data PLN, hingga November 2019 kapasitas terpasang pembangkit listrik sebesar 190 MW di Pulau Flores terbesar berasal dari PLTD yang mencapai 45,01%, PLTMG 37,09%, PLTU 7,36%, PLTP 6,63%, PLTS 2,36%, dan PLTP 6,63%. Dari total kapasitas tersebut, pembangkit EBT (PLTP, PLTS, PLTMH) berkontribusi 20 MW atau setara dengan 10,5%.
Khusus untuk PLTP (pembangkit listrik tenaga panas bumi), ke depan akan menjadi tulang punggung sistem kelistrikan di Flores. Yang terdekat, berdasarkan rencana umum penyediaan tenaga listrik PLN, akan masuk pasokan sebesar 5 MW dari PLTP Sokoria ke sistem jaringan Flores pada Februari 2020. Keberadaan PLTP tersebut juga diharapkan berkontribusi pada program bauran energi terbarukan sebesar 23% pada 2024. Saat ini bauran EBT di Flores diklaim mencapai 18,29%.
Dalam lima tahun ke depan hingga 2024, PLTP Sokoria secara bertahap total akan memproduksi 30 MW. PLTP yang dikembangkan oleh anak usaha ORKA, perusahaan asal Islandia, ini digadang-gadang menjadi pemasok listrik panas bumi terbesar di Flores. Sekadar diketahui, ORKA saat ini juga sedang mengembangkan panas bumi di wilayah Mandailing Natal, Sumateta Utara. Adapun PLTP eksisting yang beroperasi di Flores saat ini adalah PLTP Ulumbu ADB berkapasitas 2 x 2,5 MW dan PLTP Ulumbu APBN 2 x 2,5 MW.
Dalam delapan tahun ke depan, untuk memanfaatkan potensi panas bumi di Flores, PLN akan mengembangkan lima PLTP lagi untuk memperkuat keandalan pasokan listrik. Kelimanya adalah, PLTP Ulumbu #5 berkapasitas 20 MW pada 2024, PLTP Mataloko 2x10 MW (2024), PLTP Ulumbu #6 sebesar 20 MW (2027), PLTP Oka Ile Ange 10 MW (2028), dan PLTP Atadei 10 MW (2025-2027).
Menurut Lambok, pasokan listrik dari PLTP tersebut secara bertahap akan menggantikan listrik yang selama ini mengandalkan PLTD. "Harapannya, dengan adanya listrik dari PLTP ini biaya produksi menjadi lebih murah. Selain itu juga lebih ramah lingkungan," kata Lambok.
Sementara itu, Vice President Public Relations PLN Dwi Suryo Abdullah mengatakan, dalam mengembangkan sistem kelistrikan di NTT dan sekitarnya, perusahaan listrik pelat merah tersebut mempertimbangkan potensi daerah yang ada.
"Panas bumi di Flores potensinya besar itu yang dikembangkan. Begitu juga juga tenaga matahari, itu cocok untuk kebutuhan di pulau-pulau yang kecil," katanya. Dwi berharap, sejumlah pengembangan infrastruktur kelistrikan di Flores dapat membantu cita-cita pemerintah mencapai rasio elektrifikasi 100% secara nasional pada 2020.
Sumber daya alam di Flores yang potensial menjadi sumber energi listrik tersebar mulai dari panas bumi, bayu (angin), air, hingga matahari. Khusus untuk panas bumi, potensinya bahkan terbilang jumbo, mencapai 660 megawatt (MW).
"Potensi sebesar itu berdasarkan hasil studi dari berbagai kalangan. Yang sudah dikembangkan ada beberapa pembangkit yang memasok ke sistem kelistrikan di Flores," kata Manager Unit Pelaksana Pembangkitan PLN Flores Lambok Siregar di Ende, NTT, Jumat (29/11/19).
Dia menambahkan, sumber energi panas bumi di Flores akan menjadi andalan dalam sistem kelistrikan di wilayah itu. Selain ramah lingkungan, potensinya yang besar akan mendukung keandalan pasokan serta membuat biaya pokok produksi listrik di NTT dan sekitarnya bisa ditekan karena lebih murah dibanding dengan pembangkit listrik berbahan bakar minyak yang saat ini masih mendominasi.
Berdasarkan data PLN, hingga November 2019 kapasitas terpasang pembangkit listrik sebesar 190 MW di Pulau Flores terbesar berasal dari PLTD yang mencapai 45,01%, PLTMG 37,09%, PLTU 7,36%, PLTP 6,63%, PLTS 2,36%, dan PLTP 6,63%. Dari total kapasitas tersebut, pembangkit EBT (PLTP, PLTS, PLTMH) berkontribusi 20 MW atau setara dengan 10,5%.
Khusus untuk PLTP (pembangkit listrik tenaga panas bumi), ke depan akan menjadi tulang punggung sistem kelistrikan di Flores. Yang terdekat, berdasarkan rencana umum penyediaan tenaga listrik PLN, akan masuk pasokan sebesar 5 MW dari PLTP Sokoria ke sistem jaringan Flores pada Februari 2020. Keberadaan PLTP tersebut juga diharapkan berkontribusi pada program bauran energi terbarukan sebesar 23% pada 2024. Saat ini bauran EBT di Flores diklaim mencapai 18,29%.
Dalam lima tahun ke depan hingga 2024, PLTP Sokoria secara bertahap total akan memproduksi 30 MW. PLTP yang dikembangkan oleh anak usaha ORKA, perusahaan asal Islandia, ini digadang-gadang menjadi pemasok listrik panas bumi terbesar di Flores. Sekadar diketahui, ORKA saat ini juga sedang mengembangkan panas bumi di wilayah Mandailing Natal, Sumateta Utara. Adapun PLTP eksisting yang beroperasi di Flores saat ini adalah PLTP Ulumbu ADB berkapasitas 2 x 2,5 MW dan PLTP Ulumbu APBN 2 x 2,5 MW.
Dalam delapan tahun ke depan, untuk memanfaatkan potensi panas bumi di Flores, PLN akan mengembangkan lima PLTP lagi untuk memperkuat keandalan pasokan listrik. Kelimanya adalah, PLTP Ulumbu #5 berkapasitas 20 MW pada 2024, PLTP Mataloko 2x10 MW (2024), PLTP Ulumbu #6 sebesar 20 MW (2027), PLTP Oka Ile Ange 10 MW (2028), dan PLTP Atadei 10 MW (2025-2027).
Menurut Lambok, pasokan listrik dari PLTP tersebut secara bertahap akan menggantikan listrik yang selama ini mengandalkan PLTD. "Harapannya, dengan adanya listrik dari PLTP ini biaya produksi menjadi lebih murah. Selain itu juga lebih ramah lingkungan," kata Lambok.
Sementara itu, Vice President Public Relations PLN Dwi Suryo Abdullah mengatakan, dalam mengembangkan sistem kelistrikan di NTT dan sekitarnya, perusahaan listrik pelat merah tersebut mempertimbangkan potensi daerah yang ada.
"Panas bumi di Flores potensinya besar itu yang dikembangkan. Begitu juga juga tenaga matahari, itu cocok untuk kebutuhan di pulau-pulau yang kecil," katanya. Dwi berharap, sejumlah pengembangan infrastruktur kelistrikan di Flores dapat membantu cita-cita pemerintah mencapai rasio elektrifikasi 100% secara nasional pada 2020.
(fjo)