DPR Minta OJK Jadikan Kasus Jiwasraya untuk Benahi Pasar Asuransi
A
A
A
JAKARTA - Komisi X DPR meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menghindari dampak sistemik terhadap pasar keuangan, utamanya asuransi atas kondisi yang menimpa Jiwasraya.
Ketua Komisi XI DPR, Dito Ganinduto, mengatakan kepercayaan nasabah harus tetap terjaga demi terwujudnya visi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam meningkatkan Foreign Direct Investment.
"Ekonomi kita mulai membaik di tengah-tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu. Iklim investasi harus didukung oleh tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap pasar keuangan dan asuransi. OJK harus banyak belajar dari kasus ini untuk menghindari dampak sistemik. Kasus Jiwasraya ini mirip sekali dengan kejadian AIG di Amerika Serikat tahun 2008," ujar Dito dalam keterangan tertulisnya, Senin (9/12/2019).
Selain harus menyelesaikan kasus Jiwasraya, OJK juga harus membuat aturan yang mengantisipasi agar kasus yang sama tidak terulang lagi.
"Aturan pasar asuransi perlu di review semua. OJK harus membuat kebijakan dan aturan yang friendly, namun tetap dapat menjaga stabilitas pasar keuangan dan asuransi. Kami di Komisi XI DPR siap bahu-membahu bersama-sama menjaga stabilitas ekonomi," tuturnya.
Selain fokus untuk menyelesaikan masalah yang terjadi saat ini, OJK harus memiliki visi yang jauh ke depan. Seperti halnya industri lain, pasar asuransi juga harus siap dengan gempuran insurtech.
"Layaknya fintech, insurtech merupakan perpaduan antara industri asuransi dengan teknologi dalam menjembatani antara nasabah dan produk asuransi," urainya.
Dikatakan politikus Partai Golkar ini, data statistik menunjukkan bahwa di akhir 2018, hanya 1,7% dari seluruh penduduk di Indonesia yang memiliki asuransi. Popularitas asuransi di Indonesia masih sangat rendah, padahal sebenarnya Indonesia memiliki potensi pasar asuransi yang cukup besar di kisaran USD150 miliar. Potensi yang besar ini berpotensi bakal mengundang pemain asuransi dunia untuk masuk dan penetrasi terhadap pasar Indonesia.
"Salah satu fenomena global yang sudah terjadi di dunia adalah insurtech yang mana ini sudah dan akan terus memberikan perubahan yang massif terhadap pasar asuransi di dunia," urainya.
Menurutnya, aturan dan regulasi yang di buat oleh OJK harus visionary untuk mengantisipasi gempuran insurtech ini ke Indonesia. Negara lain seperti Amerika Serikat dan India, dinilai sudah mulai menerapkan aturan dari industri asuransi teknologi ini.
"Kita harus melihat layaknya ojol (ojek online) dan fintech, insurtech diyakinkan akan memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mengakses produk-produk asuransi. OJK jangan ketinggalan zaman. Cepat atau lambat, generasi milenial akan masuk di pasar asuransi. OJK harus siap dengan memberikan karpet merah di dunia asuransi. Selamat datang insurtech," pungkasnya.
Diketahui, Jiwasraya tengah menghadapi masalah. Mereka gagal membayar polis yang jatuh tempo kepada anggotanya. Perusahaan asuransi milik BUMN ini diketahui memiliki total ekuitas atau selisih aset dan kewajiban minus Rp23,92 triliun. Angka tersebut berasal dari jumlah aset per kuartal III 2019 Rp25,6 triliun, sedangkan utangnya mencapai Rp49,6 triliun.
Selain itu, kerugian Jiwasraya per September 2019 mencapai angka Rp13,74 triliun. Sedangkan, perusahaan BUMN ini juga memiliki total kewajiban klaim asuransi sebesar Rp16,3 triliun.
Ketua Komisi XI DPR, Dito Ganinduto, mengatakan kepercayaan nasabah harus tetap terjaga demi terwujudnya visi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam meningkatkan Foreign Direct Investment.
"Ekonomi kita mulai membaik di tengah-tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu. Iklim investasi harus didukung oleh tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap pasar keuangan dan asuransi. OJK harus banyak belajar dari kasus ini untuk menghindari dampak sistemik. Kasus Jiwasraya ini mirip sekali dengan kejadian AIG di Amerika Serikat tahun 2008," ujar Dito dalam keterangan tertulisnya, Senin (9/12/2019).
Selain harus menyelesaikan kasus Jiwasraya, OJK juga harus membuat aturan yang mengantisipasi agar kasus yang sama tidak terulang lagi.
"Aturan pasar asuransi perlu di review semua. OJK harus membuat kebijakan dan aturan yang friendly, namun tetap dapat menjaga stabilitas pasar keuangan dan asuransi. Kami di Komisi XI DPR siap bahu-membahu bersama-sama menjaga stabilitas ekonomi," tuturnya.
Selain fokus untuk menyelesaikan masalah yang terjadi saat ini, OJK harus memiliki visi yang jauh ke depan. Seperti halnya industri lain, pasar asuransi juga harus siap dengan gempuran insurtech.
"Layaknya fintech, insurtech merupakan perpaduan antara industri asuransi dengan teknologi dalam menjembatani antara nasabah dan produk asuransi," urainya.
Dikatakan politikus Partai Golkar ini, data statistik menunjukkan bahwa di akhir 2018, hanya 1,7% dari seluruh penduduk di Indonesia yang memiliki asuransi. Popularitas asuransi di Indonesia masih sangat rendah, padahal sebenarnya Indonesia memiliki potensi pasar asuransi yang cukup besar di kisaran USD150 miliar. Potensi yang besar ini berpotensi bakal mengundang pemain asuransi dunia untuk masuk dan penetrasi terhadap pasar Indonesia.
"Salah satu fenomena global yang sudah terjadi di dunia adalah insurtech yang mana ini sudah dan akan terus memberikan perubahan yang massif terhadap pasar asuransi di dunia," urainya.
Menurutnya, aturan dan regulasi yang di buat oleh OJK harus visionary untuk mengantisipasi gempuran insurtech ini ke Indonesia. Negara lain seperti Amerika Serikat dan India, dinilai sudah mulai menerapkan aturan dari industri asuransi teknologi ini.
"Kita harus melihat layaknya ojol (ojek online) dan fintech, insurtech diyakinkan akan memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mengakses produk-produk asuransi. OJK jangan ketinggalan zaman. Cepat atau lambat, generasi milenial akan masuk di pasar asuransi. OJK harus siap dengan memberikan karpet merah di dunia asuransi. Selamat datang insurtech," pungkasnya.
Diketahui, Jiwasraya tengah menghadapi masalah. Mereka gagal membayar polis yang jatuh tempo kepada anggotanya. Perusahaan asuransi milik BUMN ini diketahui memiliki total ekuitas atau selisih aset dan kewajiban minus Rp23,92 triliun. Angka tersebut berasal dari jumlah aset per kuartal III 2019 Rp25,6 triliun, sedangkan utangnya mencapai Rp49,6 triliun.
Selain itu, kerugian Jiwasraya per September 2019 mencapai angka Rp13,74 triliun. Sedangkan, perusahaan BUMN ini juga memiliki total kewajiban klaim asuransi sebesar Rp16,3 triliun.
(ven)