Kadin dan DSI Dorong Percepatan Industri Berbasis Serat Alam
A
A
A
JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bersama Dewan Serat Indonesia(DSI) mendorong percepatan penggunaan serat alam sebagai bahan baku industri karena penggunaannya dinilai masih belum optimal. Sementara potensi hayati tanaman penghasil serat sangat mudah dijumpai di Indonesia dan baru banyak digunakan pada industri tekstil sebagai bahan pembuatan kain.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian, Johnny Darmawan, mengatakan tantangan bagi para pelaku industri ke depan adalah bagaimana sektor industri bisa dikembangkan secara berkelanjutan agar dapat mengatasi masalah pengangguran dan penciptaan ekonomi berbasis industri.
"Optimalisasi potensi sumber daya lokal industri berbasis serat alam dapat menunjang industri berkelanjutan dengan cara menciptakan material-material baru dari alam yang berkualitas dengan biaya yang relatif murah," ungkap Johnny di sela-sela Simposium Serat Alam di Menara Kadin Indonesia, Rabu (11/12/2019).
Menurutnya, saat ini sudah banyak bidang industri tekstil yang menggunakan bahan baku serat sebagai bahan pembuatan kain, walaupun skalanya masih IKM. Padahal bila dikembangkan lebih jauh, pemanfaatan serat dapat digunakan untuk sektor industri lainnya.
Dia memaparkan, serat alam terutama dari non-kayu sudah lama dibudidayakan dan sangat menjanjikan sebagai bahan baku industri agro berbasis selulosa. Diantaranya pulp untuk kertas dan karton, dissolving pulp untuk serat rayon bagi produk tekstil, nitroselulosa sebagai bahan baku propelen, selulosa asetat, nanoselulosa kristalin dan lainnya yang sampai saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal.
Komposit berbahan baku serat alam diharapkan terus diteliti dan dikembangkan karena sifat dari serat yang kuat dan ringan sebagai bahan baku industri yang ramah lingkungan dan mudah terdegradasi. Di Indonesia banyak sekali tanaman yang dapat menghasilkan serat diantaranya kapas, kapuk, rami, rosella, pisang dan nanas.
"Ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pemangku kepentingan, juga lembaga litbang untuk menghasilkan material baru sebagai bahan baku industri dari serat alam," kata Johnny.
Potensi pemanfaatan serat alam dalam mendukung industri berbasis selulosa (industri tekstil dan alas kaki) semakin terbuka lebar pasca terbitnya salah satu isu penting untuk mengurangi pemakaian material komposit berbasis serat sintesis yang dapat merusak lingkungan dan membawa pada perubahan iklim secara global oleh Industri tekstil dan alas kaki.
Saat ini, tambah Johnny, industri tekstil dan alas kaki didorong untuk beradaptasi dengan penggunaan serat alam sebagai alternatif. Pasalnya, serat alam memiliki kelebihan dibandingkan serat sintetis karena dapat didaur ulang dan terbarukan. Sehingga peluang pengembangan serat alam di masa depan cukup menjanjikan.
"Sekarang tinggal bagaimana kita dapat mendorong serat alam lokal menjadi bagian penting yang bernilai ekonomis sebagai material baru melalui diversifikasi produk industri dan perekayasaan untuk setiap tahap rantai nilai industri berbasis serat alam dengan dukungan penelitian dan pengembangan (litbang) yang memadai," kata Johnny.
Selain dihadiri pengurus Kadin dan Dewan Serat Indonesia, simposium juga melibatkan pembicara yang berasal dari triple helix ABG, yakni Akademisi (IPB dan STTT), Bisnis (Komponen Otomotif, Hospitality Product, Budidaya Serat Rami), dan Government (Kementerian Pertanian dan Kementerian Perindustrian).
Menurut Johnny, Kadin dan DSI tengah menyusun rekomendasi yang komprehensif mengenai percepatan implementasi kebijakan yang diperlukan untuk memajukan Industri serat alam untuk memetakannya menjadi kekuatan penting bahan baku lokal Indonesia, serta mendukung penerapan TKDN industri berbasis serat alam di dalam negeri, baik sebagai bahan baku maupun barang jadi.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian, Johnny Darmawan, mengatakan tantangan bagi para pelaku industri ke depan adalah bagaimana sektor industri bisa dikembangkan secara berkelanjutan agar dapat mengatasi masalah pengangguran dan penciptaan ekonomi berbasis industri.
"Optimalisasi potensi sumber daya lokal industri berbasis serat alam dapat menunjang industri berkelanjutan dengan cara menciptakan material-material baru dari alam yang berkualitas dengan biaya yang relatif murah," ungkap Johnny di sela-sela Simposium Serat Alam di Menara Kadin Indonesia, Rabu (11/12/2019).
Menurutnya, saat ini sudah banyak bidang industri tekstil yang menggunakan bahan baku serat sebagai bahan pembuatan kain, walaupun skalanya masih IKM. Padahal bila dikembangkan lebih jauh, pemanfaatan serat dapat digunakan untuk sektor industri lainnya.
Dia memaparkan, serat alam terutama dari non-kayu sudah lama dibudidayakan dan sangat menjanjikan sebagai bahan baku industri agro berbasis selulosa. Diantaranya pulp untuk kertas dan karton, dissolving pulp untuk serat rayon bagi produk tekstil, nitroselulosa sebagai bahan baku propelen, selulosa asetat, nanoselulosa kristalin dan lainnya yang sampai saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal.
Komposit berbahan baku serat alam diharapkan terus diteliti dan dikembangkan karena sifat dari serat yang kuat dan ringan sebagai bahan baku industri yang ramah lingkungan dan mudah terdegradasi. Di Indonesia banyak sekali tanaman yang dapat menghasilkan serat diantaranya kapas, kapuk, rami, rosella, pisang dan nanas.
"Ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pemangku kepentingan, juga lembaga litbang untuk menghasilkan material baru sebagai bahan baku industri dari serat alam," kata Johnny.
Potensi pemanfaatan serat alam dalam mendukung industri berbasis selulosa (industri tekstil dan alas kaki) semakin terbuka lebar pasca terbitnya salah satu isu penting untuk mengurangi pemakaian material komposit berbasis serat sintesis yang dapat merusak lingkungan dan membawa pada perubahan iklim secara global oleh Industri tekstil dan alas kaki.
Saat ini, tambah Johnny, industri tekstil dan alas kaki didorong untuk beradaptasi dengan penggunaan serat alam sebagai alternatif. Pasalnya, serat alam memiliki kelebihan dibandingkan serat sintetis karena dapat didaur ulang dan terbarukan. Sehingga peluang pengembangan serat alam di masa depan cukup menjanjikan.
"Sekarang tinggal bagaimana kita dapat mendorong serat alam lokal menjadi bagian penting yang bernilai ekonomis sebagai material baru melalui diversifikasi produk industri dan perekayasaan untuk setiap tahap rantai nilai industri berbasis serat alam dengan dukungan penelitian dan pengembangan (litbang) yang memadai," kata Johnny.
Selain dihadiri pengurus Kadin dan Dewan Serat Indonesia, simposium juga melibatkan pembicara yang berasal dari triple helix ABG, yakni Akademisi (IPB dan STTT), Bisnis (Komponen Otomotif, Hospitality Product, Budidaya Serat Rami), dan Government (Kementerian Pertanian dan Kementerian Perindustrian).
Menurut Johnny, Kadin dan DSI tengah menyusun rekomendasi yang komprehensif mengenai percepatan implementasi kebijakan yang diperlukan untuk memajukan Industri serat alam untuk memetakannya menjadi kekuatan penting bahan baku lokal Indonesia, serta mendukung penerapan TKDN industri berbasis serat alam di dalam negeri, baik sebagai bahan baku maupun barang jadi.
(ven)