Pertumbuhan Pembiayaan BRIsyariah Meningkat di Atas Rata-Rata
A
A
A
JAKARTA - BRIsyariah mencatatkan pertumbuhan bisnis yang signifikan di tahun 2019. Jumlah pembiayaan BRIsyariah meningkat menjadi Rp27,38 triliun, atau tumbuh 25,29% dibanding tahun 2018 yang sebesar Rp21,86 triliun.
Pertumbuhan pembiayaan ini tercatat di atas rata-rata pertumbuhan pembiayaan perbankan nasional maupun perbankan syariah (7,05% dan 11,64% YoY per November 2019 berdasarkan data OJK). Segmen ritel (SME, kemitraan, konsumer, dan mikro) menjadi penyokong pertumbuhan pembiayaan BRIsyariah. Ketiganya tumbuh masing-masing sebesar 37,47%, 28,7% dan 26,09%.
Di segmen konsumer, peningkatan pesat pembiayaan ditopang oleh kinerja produk Griya Faedah dan KPR Sejahtera yang merupakan program Pemerintah atau dikenal dengan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Penyaluran Griya Faedah BRIsyariah telah mencapai Rp3,59 triliun di tahun 2019, atau meningkat 18,55% dibandingkan posisi di tahun 2018 yang sebesar Rp3,03 triliun.
Sedangkan pembiayaan KPR Sejahtera meningkat menjadi Rp2,93 triliun, atau tumbuh 37,79% dibanding posisi di tahun 2018 yang mencapai Rp2,13 triliun.
Di sisi pembiayaan ritel SME dan Kemitraan, Qanun Lembaga Keuangan Syariah memberikan kontribusi positif. BRIsyariah mulai mengkonversi pembiayaan nasabah BRI di Aceh sejak bulan Juli 2019, dan semakin menunjukkan peningkatan pada akhir 2019. Sehingga di akhir tahun 2019 pembiayaan ritel SME Kemitraan mencatatkan pertumbuhan yang signifikan, mencapai 37,47%.
Sementara di segmen mikro, digitalisasi proses bisnis juga menjadi cara BRIsyariah mengakselerasi pertumbuhannya. i-Kurma (Kemaslahatan Untuk Rakyat Madani) yang diluncurkan pada bulan November 2019 telah menunjukkan hasil, yaitu pertumbuhan pembiayaan mikro sebesar 26,09%.
“Capaian ini tidak lepas dari berbagai strategi yang diterapkan manajemen di tahun 2019. Antara lain digitalisasi proses bisnis (i-Kurma), rekomposisi sumber daya manusia dari lini support ke lini bisnis, dan rekomposisi portofolio pembiayaan yang fokus pada core bisnis dan memiliki profil risiko rendah,” urai Fidri Arnaldy selaku Direktur Bisnis Ritel BRIsyariah.
Tidak hanya berfokus pada pertumbuhan bisnis, perbaikan kualitas pembiayaan juga menjadi perhatian manajemen. NPF Nett sebesar 3,38%, membaik dari tahun sebelumnya sebesar 4,97%. Sementara Financing to Deposit Ratio (FDR) mencapai 80,12%, atau masih berada di level terjaga untuk likuiditas BRIsyariah.
“Kami sangat serius berupaya melakukan perbaikan kualitas pembiayaan. Salah satu strateginya adalah monitoring pergerakan kualitas aktiva produktif harian secara terintegrasi. Selain itu, BRIsyariah juga melakukan penugasan Satuan Tugas khusus penyelesaian pembiayaan bermasalah di seluruh unit kerja cabang,” jelas Fidri.
Dana pihak ketiga (DPK) BRIsyariah tercatat sebesar Rp34,12 triliun pada tahun 2019, atau meningkat sebesar 18,23% dari tahun 2018 yang sebesar Rp28,86 triliun. Dana murah atau Current Account Savings Account (CASA) memiliki kontribusi tertinggi dalam peningkatan DPK, yaitu sebesar 53,43%.
CASA BRIsyariah mengalami peningkatan menjadi 44,21% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 34,07%.
Dengan kinerja tersebut, BRIsyasriah mencatatkan pertumbuhan aset sebesar 13,74% (YoY) pada tahun 2019 menjadi Rp43,12 triliun dari Rp37,87 triliun di tahun 2018 serta peningkatakan laba operasional sebelum pencadangan tercatat sebesar Rp972,18 miliar di tahun 2019, atau tumbuh 25,16% (YoY) dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp776,77 miliar di tahun 2018.
BRIsyariah akan terus meningkatkan digitalisasi bisnisnya pada tahun ini. Setelah meluncurkan aplikasi i-Kurma, BRIsyariah akan mengembangkan digitalisasi proses bisnis untuk segmen lainnya. Digitalisasi dalam perbankan, menurut Fidri, tidak bisa dielakkan bila ingin terus berkembang dan meraup peluang di pasar yang lebih luas.
Pertumbuhan pembiayaan ini tercatat di atas rata-rata pertumbuhan pembiayaan perbankan nasional maupun perbankan syariah (7,05% dan 11,64% YoY per November 2019 berdasarkan data OJK). Segmen ritel (SME, kemitraan, konsumer, dan mikro) menjadi penyokong pertumbuhan pembiayaan BRIsyariah. Ketiganya tumbuh masing-masing sebesar 37,47%, 28,7% dan 26,09%.
Di segmen konsumer, peningkatan pesat pembiayaan ditopang oleh kinerja produk Griya Faedah dan KPR Sejahtera yang merupakan program Pemerintah atau dikenal dengan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Penyaluran Griya Faedah BRIsyariah telah mencapai Rp3,59 triliun di tahun 2019, atau meningkat 18,55% dibandingkan posisi di tahun 2018 yang sebesar Rp3,03 triliun.
Sedangkan pembiayaan KPR Sejahtera meningkat menjadi Rp2,93 triliun, atau tumbuh 37,79% dibanding posisi di tahun 2018 yang mencapai Rp2,13 triliun.
Di sisi pembiayaan ritel SME dan Kemitraan, Qanun Lembaga Keuangan Syariah memberikan kontribusi positif. BRIsyariah mulai mengkonversi pembiayaan nasabah BRI di Aceh sejak bulan Juli 2019, dan semakin menunjukkan peningkatan pada akhir 2019. Sehingga di akhir tahun 2019 pembiayaan ritel SME Kemitraan mencatatkan pertumbuhan yang signifikan, mencapai 37,47%.
Sementara di segmen mikro, digitalisasi proses bisnis juga menjadi cara BRIsyariah mengakselerasi pertumbuhannya. i-Kurma (Kemaslahatan Untuk Rakyat Madani) yang diluncurkan pada bulan November 2019 telah menunjukkan hasil, yaitu pertumbuhan pembiayaan mikro sebesar 26,09%.
“Capaian ini tidak lepas dari berbagai strategi yang diterapkan manajemen di tahun 2019. Antara lain digitalisasi proses bisnis (i-Kurma), rekomposisi sumber daya manusia dari lini support ke lini bisnis, dan rekomposisi portofolio pembiayaan yang fokus pada core bisnis dan memiliki profil risiko rendah,” urai Fidri Arnaldy selaku Direktur Bisnis Ritel BRIsyariah.
Tidak hanya berfokus pada pertumbuhan bisnis, perbaikan kualitas pembiayaan juga menjadi perhatian manajemen. NPF Nett sebesar 3,38%, membaik dari tahun sebelumnya sebesar 4,97%. Sementara Financing to Deposit Ratio (FDR) mencapai 80,12%, atau masih berada di level terjaga untuk likuiditas BRIsyariah.
“Kami sangat serius berupaya melakukan perbaikan kualitas pembiayaan. Salah satu strateginya adalah monitoring pergerakan kualitas aktiva produktif harian secara terintegrasi. Selain itu, BRIsyariah juga melakukan penugasan Satuan Tugas khusus penyelesaian pembiayaan bermasalah di seluruh unit kerja cabang,” jelas Fidri.
Dana pihak ketiga (DPK) BRIsyariah tercatat sebesar Rp34,12 triliun pada tahun 2019, atau meningkat sebesar 18,23% dari tahun 2018 yang sebesar Rp28,86 triliun. Dana murah atau Current Account Savings Account (CASA) memiliki kontribusi tertinggi dalam peningkatan DPK, yaitu sebesar 53,43%.
CASA BRIsyariah mengalami peningkatan menjadi 44,21% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 34,07%.
Dengan kinerja tersebut, BRIsyasriah mencatatkan pertumbuhan aset sebesar 13,74% (YoY) pada tahun 2019 menjadi Rp43,12 triliun dari Rp37,87 triliun di tahun 2018 serta peningkatakan laba operasional sebelum pencadangan tercatat sebesar Rp972,18 miliar di tahun 2019, atau tumbuh 25,16% (YoY) dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp776,77 miliar di tahun 2018.
BRIsyariah akan terus meningkatkan digitalisasi bisnisnya pada tahun ini. Setelah meluncurkan aplikasi i-Kurma, BRIsyariah akan mengembangkan digitalisasi proses bisnis untuk segmen lainnya. Digitalisasi dalam perbankan, menurut Fidri, tidak bisa dielakkan bila ingin terus berkembang dan meraup peluang di pasar yang lebih luas.
(akn)