Kemenkeu siap kaji tarif bea masuk impor hortikultura
A
A
A
Sindonews.com - Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan bahwa bea masuk impor hortikultura menjadi jalan tengah terbaik dalam menyelesaikan persoalan mahalnya komoditas hortikultura serta keberlanjutan swasembada pangan. Karena itu, tim tarif BKF siap melakukan kajian jika pemerintah berencana mengambil kebijakan tersebut.
“Kalau memang arahnya mau ke situ kita siap. Kita kan ada mekanismenya ada di sini tim tarif. Tapi tarifnya jangan sampai salah karena kalau sampai salah, bisa kejadian kaya gini lagi suplainya tidak cukup mahal,” tutur Bambang di Jakarta, Jumat (5/4).
Bambang menambahkan, pemberlakukan bea tarif masuk menjadi jalan terbaik karena hal tersebut tidak melanggar ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Di sisi lain, tarif bea masuk bisa disesuaikan dengan pasokan dalam negeri.
“Kalau pakai kuota impor nanti yang rebut WTO nya. Kita sibuk mengalami gugatan, dikritiklah. Kalau bea masuk kan tarifnya diakui oleh seluruh dunia,” ujarnya.
Namun, Bambang mengingatkan, besaran tarif bea masuk harus dipertimbangkan secara matang. Pasalnya, tarif yang terlalu tinggi atau rendah sama-sama merugikan.
Sebagai catatan, bea masuk bervariasi sudah diterapkan pada kedelai. Saat harga normal, kedelai dikenai bea masuk 5 persen, tetapi saat kedelai mahal seperti pertengahan tahun lalu, kedelai dikenai bea masuk 0 persen.
“Jangan sampai kerendahan, sehingga tidak ada gunanya yang domestik habis. Jangan juga ketinggian karena suplai dalam negeri tidak ada karena kemahalan,” tandasnya.
Bambang berharap Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan bisa berkoordinasi sebelum bea masuk diterapkan, jika nantinya kebijakan tersebut yang dipilih.
“(Kementerian) Pertanian harus yakin berapa yang dia sanggup produksi dan (Kementerian) Perdagangan harus bisa estimasi berapa gap antara demand dengan supply. Hitung gap-nya, gap-nya kita terjemahkan ke tarif,” ujar Bambang.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa dan Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar sebelumnya mengemukakan, solusi bea masuk bertujuan untuk menekan harga komoditas hortikultura, terutama bawang merah, bawang putih dan cabai.
Itu dilakukan lantaran pemberlakuan larangan dan pembatasan impor hortikultura yang dimaksudkan untuk mendorong swasembada pangan justru mendorong inflasi tinggi pada Februari dan Maret. Sebaliknya, pemerintah tidak mendapat keuntungan apapun dari kenaikan harga tersebut.
“(Kuota impor) Bukan kebijakan yang optimal karena itu tadi satu pihak, kita semua menanggung beban inflasi tinggi tapi di satu pihak kita tidak mendapat tambahan masuk untuk kas negara,” tutur Mahendra kemarin.
“Kalau memang arahnya mau ke situ kita siap. Kita kan ada mekanismenya ada di sini tim tarif. Tapi tarifnya jangan sampai salah karena kalau sampai salah, bisa kejadian kaya gini lagi suplainya tidak cukup mahal,” tutur Bambang di Jakarta, Jumat (5/4).
Bambang menambahkan, pemberlakukan bea tarif masuk menjadi jalan terbaik karena hal tersebut tidak melanggar ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Di sisi lain, tarif bea masuk bisa disesuaikan dengan pasokan dalam negeri.
“Kalau pakai kuota impor nanti yang rebut WTO nya. Kita sibuk mengalami gugatan, dikritiklah. Kalau bea masuk kan tarifnya diakui oleh seluruh dunia,” ujarnya.
Namun, Bambang mengingatkan, besaran tarif bea masuk harus dipertimbangkan secara matang. Pasalnya, tarif yang terlalu tinggi atau rendah sama-sama merugikan.
Sebagai catatan, bea masuk bervariasi sudah diterapkan pada kedelai. Saat harga normal, kedelai dikenai bea masuk 5 persen, tetapi saat kedelai mahal seperti pertengahan tahun lalu, kedelai dikenai bea masuk 0 persen.
“Jangan sampai kerendahan, sehingga tidak ada gunanya yang domestik habis. Jangan juga ketinggian karena suplai dalam negeri tidak ada karena kemahalan,” tandasnya.
Bambang berharap Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan bisa berkoordinasi sebelum bea masuk diterapkan, jika nantinya kebijakan tersebut yang dipilih.
“(Kementerian) Pertanian harus yakin berapa yang dia sanggup produksi dan (Kementerian) Perdagangan harus bisa estimasi berapa gap antara demand dengan supply. Hitung gap-nya, gap-nya kita terjemahkan ke tarif,” ujar Bambang.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa dan Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar sebelumnya mengemukakan, solusi bea masuk bertujuan untuk menekan harga komoditas hortikultura, terutama bawang merah, bawang putih dan cabai.
Itu dilakukan lantaran pemberlakuan larangan dan pembatasan impor hortikultura yang dimaksudkan untuk mendorong swasembada pangan justru mendorong inflasi tinggi pada Februari dan Maret. Sebaliknya, pemerintah tidak mendapat keuntungan apapun dari kenaikan harga tersebut.
“(Kuota impor) Bukan kebijakan yang optimal karena itu tadi satu pihak, kita semua menanggung beban inflasi tinggi tapi di satu pihak kita tidak mendapat tambahan masuk untuk kas negara,” tutur Mahendra kemarin.
(rna)