Pemerintah didesak segera naikkan cukai rokok

Senin, 10 Juni 2013 - 19:17 WIB
Pemerintah didesak segera...
Pemerintah didesak segera naikkan cukai rokok
A A A
Sindonews.com - Lembaga Demografi Indonesia Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) meminta kepada pemerintah segera menaikan cukai rokok untuk menekan penikmat rokok di Indonesia.

Peneliti Lembaga Demografi FEUI, Abdillah Ahsan mengatakan, harga rokok yang semakin murah dan terjangkau bagi masyarakat Indonesia dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin naik menjadi hal yang mudah. Kenaikan cukai yang hanya 8,5 persen pada 2012-2013 tidak membantu masyarakat dalam mengurangi konsumsi rokok.

"Pemerintah harus melakukan peningkatan cukai rokok maksimal 70 persen dari harga eceran yang sudah disesuaikan dengan harga inflasi," katanya saat konfrensi pers kebijakan cukai untuk menurunkan keterjangkauan rokok di Jakarta, Senin (10/6/2013).

Menurutnya, Indonesia adalah pasar rokok potensial dalam lingkungan ekonomi yang tumbuh 6 persen dan kondisi demografi yang mendukung. Saat ini terdapat 74 juta kelas menengah yang per kapitanya tinggi. Diperkirakan pada 2020 menjadi 140 juta.

Selain itu, tingkat kesejahteraan yang mencapai USD3.500 membuat pertumbuhan konsumsi rokok menjadi konsisten tumbuhnya yakni 302 miliar per batang.

"Ini membuktikan kebijakan pengendalian rokok masih lemah. Dalam hal ini peringatan kesehatan belum berlaku, KTR masih embrio, iklan dan sponsor rokok masih masif," ujarnya.

Abdilah mengatakan, seharusnya kenaikan cukai dikenakan kepada perokok dan pabrik rokok bukan kepada petani tembakau. Karena 80 persen penerimaan cukai rokok berasal dari pabrik yang mayoritasnya dimiliki asing dengan produksi minimal 2 miliar batang per tahun.

Namun, tarif cukai saat ini yang dibayarkan mereka telah mendekati batas maksimal tarif cukai 57 persen dari HJE yang tidak efektif untuk diterapkan. Karena itu diperlukan inisiasi untuk mengamademen UU No 39/2007 tentang cukai terutama untuk tarif cukai rokok yang maksimal.

POada 2012, kata dia, terdapat 67,4 persen laki-laki di Indonesia menjadi perokok aktif dan 45 persen perempuan menjadi perokok aktif. Selain itu, tingkat merokok di rumah sebanyak 133,3 juta orang atau 78,4 persen menjadikan Indonesia peringkat pertama setelah Vietnam.

"Hal ini mengakibatkan Indonesia menjadi peringkat pertama pada negara se-ASEAN dengan jumlah perokok terbanyak. Belum lagi yang mengenai remaja antara 15-19 tahun sebesar 39,3 persen," katanya.

Menurutnya, dengan menaikan 10 persen cukai rokok serta barang-barang lainya yang yang perlu diatur pemakaianya maka pemasukan tersebut dapat menambah sekitar Rp6 triliun untuk mengatasi pengurangan dampak subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).

Karena itu pemerintah dan DPR harus segera mengamademen UU cukai. "Setidaknya rokok lebih tinggi dibandingkan alkohol. Yang 80 persen dikenakan," papar dia.

Kepala Bidang Teknis Pabeanan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Budi setyawan mengatakan, beberapa waktu lalu, tarif spesifikasi saat ini bisa untuk dikonveksikan dengan tarif 57 persen. Dalam hal ini UU cukai diperhitungkan untuk pengendalian konsumen atau penerima rupiah dari cukai.

Hal tersebut bagian konsekuensi instrumen pendirian yang dibuat pemerintah, salah satunya melalui cukai dan pajak. "Sebagai acuannya untuk pengendalian yaitu kita naikan cukainya. Hal itu hanya menjadi konsekuensi, wajar kalau dibatasi dari fiskal," jelasnya.

Budi menjelaskan, jika rokok dikenakan biaya cukai cukup tinggi maka harus melakukan revisi UU No 39/2007 mengenai cukai. Hal ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Namun, peran DPR juga dibutuhkan untuk dapat memperbaiki masalah kesehatan dikarenakan rokok.

Lanjut dia, pemerintah hanya mendapatkan Rp3 ribu sampai Rp4 ribu dari harga rokok perbungkusnya. Pada 2013 penerimaan cukai yang diterima Kemenkeu sebesar Rp113,4 triliun pada 302 triliun per batang.

"Kemungkinan 2013 cukai rokok akan dinaikan tetapi masih dalam pembahasan. Untuk itu kita minta kepada DPR untuk dapat memperhatikan hal ini," pungkas dia.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0754 seconds (0.1#10.140)