Putusan pajak Asian Agri dinilai tak lazim

Minggu, 04 Agustus 2013 - 18:09 WIB
Putusan pajak Asian Agri dinilai tak lazim
Putusan pajak Asian Agri dinilai tak lazim
A A A
Sindonews.com - Pengamat Pajak, Prijohandojo Kristanto menilai putusan Mahkamah Agung (MA) untuk menghukum Asian Agri membayar pajak sebesar Rp2,5 triliun merupakan keputusan yang tidak lazim dan satu-satunya di dunia.

Pasalnya, persoalan pajak adalah lex spesialis dan hanya bisa diputuskan oleh orang-orang pajak yang sangat mengerti betul mengenai seluk beluk perpajakan.

”Jadi sangat tidak rasional orang di luar pajak tiba-tiba mengerti dan menjatuhkan putusan atas denda pajak terhadap wajib Pajak (WP),” ujar Prijohandojo seusai diskusi bertajuk Pajak Sebagai Modal Pembangunan yang digelar Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) DKI Jakarta di Jakarta, baru-baru ini.

Prijohandojo yang juga Wakil Ketua Komite Tetap Pajak Kadin menilai, dalam banyak kasus sengketa pajak, putusan pengadilan pajak kerap subyektif.

“Jangankan MA, keputusan yang ditetapkan pengadilan pajak sering subyektif. Ini karena banyak putusan ditetapkan hanya dengan mengacu kepada pendapat pegawai pajak yang juga belum tentu mempunyai pengetahuan pajak yang mumpuni,” katanya.

Terkait putusan pajak Asian Agri, Prijohandojo menilai keputusan itu lebih bermuatan politis, tapi masih terbuka peluang untuk mengajukan peninjauan kasasi (PK) karena dalam pajak berlaku prinsip keadilan.

Wajib pajak berhak untuk menyatakan keberatan dan banding jika memang keputusan itu merugikan wajib pajak. ”Dirjen Pajak harus membuka pintu bagi wajib pajak yang menyatakan keberatan,” jelas dia.

Menurut dia, dalam keputusan pajak, segala sesuatu harus dapat dibicarakan karena metode yang diterapkan Dirjen Pajak adalah self assessment.

“Penentuan kesalahan dalam mengisi SPT baik itu kekurangan bayar atau kelebihan harus bisa dibicarakan karena tidak ada yang baku dengan penghitungan self assessment,” tuturnya.

Sementara itu, pengamat ekonomi Faisal Basri menilai, sanksi denda dan pembayaran pajak Asian Agri sangat tidak masuk akal. Bagaimana mungkin Asian Agri dinilai telah menggelapkan pajak sepanjang 2002-2005 total sebesar Rp1,25 triliun yang sama dengan pendapatannya pada tahun bersangkutan. “Ini tidak rasional dan berpeluang untuk ditinjau kembali,” tukasnya.

Faisal mengatakan, dirinya dapat menjelaskan berapa seharusnya pajak yang harus dibayar Asian Agri jika diminta. “Perhitungannya harus mengacu kepada laporan keuangan perusahaan agar tidak ada sentimen tertentu,” kata Faisal.

Dia menduga, dalam banyak sengketa pajak, ada pihak tertentu yang sengaja menggiring opini publik untuk menyalahkan wajib pajak, sehingga harus dilihat latar belakang permasalahan dan melihat latar belakang orang-orang yang memutuskannya.

Menurut Faisal, Asian Agri masih jauh lebih baik dibandingkan dengan kebanyakan perusahaan sawit lainnya karena merupakan salah satu pembayar pajak yang cukup besar. “Masih banyak perusahaan sawit yang besar membayar pajak dengan nilai sangat kecil," tegasnya.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3749 seconds (0.1#10.140)