Target pajak turun, bukan alasan tunda UU Minerba
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto menyatakan bahwa penurunan realisasi pajak tambang tidak boleh menjadi alasan pemerintah kembali menunda pelaksaanaan Undang-Undang Mineral dan Batu-Bara (Minerba) yang sedianya diterapkan pada Januari 2014.
Dia memperkirakan, realisasi penerimaan pajak Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013 kemungkinan meleset dari target senilai Rp995,2 triliun. Sedangkan hingga 24 September 2013, baru terkumpul Rp616,080 triliun atau sekitar 61,95 persen.
Adapun pajak dari pertambangan dan penggalian memberi kontribusi sekitar 6,02 persen dari realisasi sebesar Rp37,11 triliun atau turun sekitar 25,66 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp49,92 triliun.
“Penurunan penerimaan di sektor pertambangan ini diakibatkan lesunya ekspor yang disebabkan menurunnya harga komoditas sejak enam bulan terakhir, tapi bukan berarti ini nanti jadi alasan pemerintah kembali menunda UU Minerba,” ujar Airlangga dalam keterangannya di Jakarta, Senin (30/9/2013).
Merujuk UU Minerba No 4 Tahun 2009, dia menjelaskan, tahun depan merupakan awal dari sejarah baru pertambangan Indonesia karena tidak ada lagi barang tambang mentah yang dijual ke luar negeri. Pasalnya, mulai 12 Januari 2014, semua barang tambang wajib diolah menjadi komoditas setengah jadi atau produk yang memiliki nilai tambah.
“Jika melanggar lagi, pemerintah melakukan pelanggaran undang-undang,” ujarnya.
Jika industri enggan mengikuti dengan alasan investasi smelter mahal, ada Permen Keuangan No 75/PMK.OII/2012 perihal Penetapan Barang Ekspor yang memaksa mereka membayar bea keluar sampai 20 persen.
“Artinya, silakan saja menyatakan tidak memiliki kemampuan membangun smelter, tapi untuk ekspor harus membayar bea lebih mahal. Dengan demikian, pajak penerimaan negara bertambah dari sektor tambang,” tandas dia.
Dia memperkirakan, realisasi penerimaan pajak Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013 kemungkinan meleset dari target senilai Rp995,2 triliun. Sedangkan hingga 24 September 2013, baru terkumpul Rp616,080 triliun atau sekitar 61,95 persen.
Adapun pajak dari pertambangan dan penggalian memberi kontribusi sekitar 6,02 persen dari realisasi sebesar Rp37,11 triliun atau turun sekitar 25,66 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp49,92 triliun.
“Penurunan penerimaan di sektor pertambangan ini diakibatkan lesunya ekspor yang disebabkan menurunnya harga komoditas sejak enam bulan terakhir, tapi bukan berarti ini nanti jadi alasan pemerintah kembali menunda UU Minerba,” ujar Airlangga dalam keterangannya di Jakarta, Senin (30/9/2013).
Merujuk UU Minerba No 4 Tahun 2009, dia menjelaskan, tahun depan merupakan awal dari sejarah baru pertambangan Indonesia karena tidak ada lagi barang tambang mentah yang dijual ke luar negeri. Pasalnya, mulai 12 Januari 2014, semua barang tambang wajib diolah menjadi komoditas setengah jadi atau produk yang memiliki nilai tambah.
“Jika melanggar lagi, pemerintah melakukan pelanggaran undang-undang,” ujarnya.
Jika industri enggan mengikuti dengan alasan investasi smelter mahal, ada Permen Keuangan No 75/PMK.OII/2012 perihal Penetapan Barang Ekspor yang memaksa mereka membayar bea keluar sampai 20 persen.
“Artinya, silakan saja menyatakan tidak memiliki kemampuan membangun smelter, tapi untuk ekspor harus membayar bea lebih mahal. Dengan demikian, pajak penerimaan negara bertambah dari sektor tambang,” tandas dia.
(rna)