Pembangunan kilang solusi kurangi impor BBM
A
A
A
Sindonews.com - Kalangan pengamat menilai pembangunan kilang minyak baru di dalam negeri adalah solusi untuk menekan impor bahan bakar minyak (BBM), sehingga Indonesia bisa keluar dari defisit neraca perdagangan yang semakin membesar.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto menilai, pemerintah harus mendukung pembangunan kilang BBM di dalam negeri, kemudian dimasukan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Hal itu jika pemerintah benar-benar memikirkan kebijakan energi secara nasional.
"Selama ini, kebijakan pemerintah hanya basa-basi saja tidak pada pokok permasalahan. Kalau ingin menyelasikan masalah itu harus dilaksanakan," kata dia dalam acara Mini Seminar Koran Sindo dengan tema "Menciptakan Kebijakan Energi Berorientasi Pada Ketahanan Energi Nasional" di Hotel Shangrila, Jakarta, Senin (30/9/2013).
Menurutnya, pembangunan kilang minyak mendesak dilaksanakan. Pasalnya, dengan pertumbuhan kebutuhan BBM sebesar 5 persen per tahun, pada tahun 2018 diperkirakan kebutuhan BBM mencapai 77 juta kiloliter (kl). Sementara saat ini, tanpa pembangunan kilang baru, PT Pertamina hanya dapat menyediakan BBM sebanyak 40 juta kl.
"Pembangunan kilang tidak boleh ditunda-tunda. Saat ini adalah momentum tepat untuk memasukan insentif kilang dalam revisi Undang-Undang Migas sedang di godok di DPR," kata dia.
Dengan begitu, lanjutnya, perlu adanya kemauan politik pemerintah, untuk mengurangi impor BBM dengan memberikan insentif yang menarik kepada investor.
"Bisnis kilang ini penentunya adalah harga crude kemudian dihitung marginnya. Jangan harap investor mau menanam sahamnya di situ tanpa adanya insentif, itu nonsense," tegasnya.
Permintaan insentif pembangunan kilang BBM dari calon investor asing yang berminat membangun kilang di Indonesia dinilai wajar. Investor pasti akan meminta insentif kepada pemerintah terkait rencana pembangunan kilang BBM karena ketatnya daya saing industri kilang di dunia.
"Banyaknya negara yang telah membangun kilang BBM membuat daya saing produk kilang menjadi tinggi, sehingga dibutuhkan dukungan pendanaan besar untuk membangunnya," kata dia.
Sementara itu pengamat energi lainnya Dharmawan Prasodjo menilai, Pertamina sekarang sudah sangat profesional. Maka dari itu, perlu adanya dukungan tata kelola energi yang tepat dari pemerintah agar mempunyai teknologi lebih maju untuk mengembangkan energi nasional.
"Kalau tata kelola energinya labil, maka diperlukan stabilisasi energi," kata dia.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto menilai, pemerintah harus mendukung pembangunan kilang BBM di dalam negeri, kemudian dimasukan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Hal itu jika pemerintah benar-benar memikirkan kebijakan energi secara nasional.
"Selama ini, kebijakan pemerintah hanya basa-basi saja tidak pada pokok permasalahan. Kalau ingin menyelasikan masalah itu harus dilaksanakan," kata dia dalam acara Mini Seminar Koran Sindo dengan tema "Menciptakan Kebijakan Energi Berorientasi Pada Ketahanan Energi Nasional" di Hotel Shangrila, Jakarta, Senin (30/9/2013).
Menurutnya, pembangunan kilang minyak mendesak dilaksanakan. Pasalnya, dengan pertumbuhan kebutuhan BBM sebesar 5 persen per tahun, pada tahun 2018 diperkirakan kebutuhan BBM mencapai 77 juta kiloliter (kl). Sementara saat ini, tanpa pembangunan kilang baru, PT Pertamina hanya dapat menyediakan BBM sebanyak 40 juta kl.
"Pembangunan kilang tidak boleh ditunda-tunda. Saat ini adalah momentum tepat untuk memasukan insentif kilang dalam revisi Undang-Undang Migas sedang di godok di DPR," kata dia.
Dengan begitu, lanjutnya, perlu adanya kemauan politik pemerintah, untuk mengurangi impor BBM dengan memberikan insentif yang menarik kepada investor.
"Bisnis kilang ini penentunya adalah harga crude kemudian dihitung marginnya. Jangan harap investor mau menanam sahamnya di situ tanpa adanya insentif, itu nonsense," tegasnya.
Permintaan insentif pembangunan kilang BBM dari calon investor asing yang berminat membangun kilang di Indonesia dinilai wajar. Investor pasti akan meminta insentif kepada pemerintah terkait rencana pembangunan kilang BBM karena ketatnya daya saing industri kilang di dunia.
"Banyaknya negara yang telah membangun kilang BBM membuat daya saing produk kilang menjadi tinggi, sehingga dibutuhkan dukungan pendanaan besar untuk membangunnya," kata dia.
Sementara itu pengamat energi lainnya Dharmawan Prasodjo menilai, Pertamina sekarang sudah sangat profesional. Maka dari itu, perlu adanya dukungan tata kelola energi yang tepat dari pemerintah agar mempunyai teknologi lebih maju untuk mengembangkan energi nasional.
"Kalau tata kelola energinya labil, maka diperlukan stabilisasi energi," kata dia.
(rna)