Pertumbuhan industri properti 2014 diprediksi turun
A
A
A
Sindonews.com - Dewan Pimpinan Pusat Realestate Indonesia (REI) menyatakan, para pengembang industri real estat tetap optimis di tengah berbagai tekanan terhadap kondisi ekonomi bangsa jelang gelaran Pemilihan Umum (Pemilu) 2014.
Ketua Umum DPP REI Eddy Hussy menerangkan, meskipun tahun ini merupakan tahun politik, namun REI yakin bangsa ini sudah dewasa dalam berdemokrasi, sehingga dampaknya tidak akan sampai membuat kinerja industri menjadi tertekan.
Menurut Eddy, yang dikhawatirkan REI adalah kenaikkan suku bunga kredit dan aturan Bank Indonesia (BI) tentang loan to value (LTV).
"Sekarang kondisi real-nya, bank sudah mulai menaikkan bunga KPR dan itu sangat memukul daya beli. Karena itu, REI memprediksi pertumbuhan industri real estat tahun 2014 hanya 10 persen, turun dibanding 2013 yang bisa tumbuh sampai 17-20 persen,” kata dia di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Senin (27/1/2014).
Dia mencatat, sejak diberlakukannya kebijakan BI mengenai pengetatan pengajuan KPR, kondisi penjualan properti langsung turun hingga 30 persen.
Bahkan pengembang di kota-kota besar, seperti di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Balikpapan, Samarinda, Banjarmasin mengalami penurunan.
“Kebijakan itu sangat mempengaruhi pembangunan rumah menengah ke atas,” ujar dia.
Karena itu REI tetap meminta agar BI dapat mempertimbangkan kembali penerapan kebijakan tersebut. REI meminta diberi beberapa kemudahan agar industri perumahan tetap bisa tumbuh.
“REI tak minta dibatalkan tetapi lebih dipermudah, misalnya dalam penerapan KPR inden,” pungkas dia.
Sekedar informasi, BI mengeluarkan aturan baru LTV terkait penetapan besaran rasio pinjaman terhadap aset untuk KPR atau kredit pemilikan apartemen (KPA) dengan tipe 70 ke atas.
BI menetapkan rasio LTV maksimal sebesar 70 persen dari nilai agunan atau nilai keseluruhan rumah. Selain itu, pembayaran uang muka untuk pengajuan KPR/KPA rumah kedua dan seterusnya menjadi lebih besar.
BI mewajibkan pembayaran uang muka untuk KPR pertama sebesar 30 persen, KPR kedua sebesar 40 persen dan KPR ketiga sebesar 50 persen dan seterusnya.
Ketua Umum DPP REI Eddy Hussy menerangkan, meskipun tahun ini merupakan tahun politik, namun REI yakin bangsa ini sudah dewasa dalam berdemokrasi, sehingga dampaknya tidak akan sampai membuat kinerja industri menjadi tertekan.
Menurut Eddy, yang dikhawatirkan REI adalah kenaikkan suku bunga kredit dan aturan Bank Indonesia (BI) tentang loan to value (LTV).
"Sekarang kondisi real-nya, bank sudah mulai menaikkan bunga KPR dan itu sangat memukul daya beli. Karena itu, REI memprediksi pertumbuhan industri real estat tahun 2014 hanya 10 persen, turun dibanding 2013 yang bisa tumbuh sampai 17-20 persen,” kata dia di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Senin (27/1/2014).
Dia mencatat, sejak diberlakukannya kebijakan BI mengenai pengetatan pengajuan KPR, kondisi penjualan properti langsung turun hingga 30 persen.
Bahkan pengembang di kota-kota besar, seperti di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Balikpapan, Samarinda, Banjarmasin mengalami penurunan.
“Kebijakan itu sangat mempengaruhi pembangunan rumah menengah ke atas,” ujar dia.
Karena itu REI tetap meminta agar BI dapat mempertimbangkan kembali penerapan kebijakan tersebut. REI meminta diberi beberapa kemudahan agar industri perumahan tetap bisa tumbuh.
“REI tak minta dibatalkan tetapi lebih dipermudah, misalnya dalam penerapan KPR inden,” pungkas dia.
Sekedar informasi, BI mengeluarkan aturan baru LTV terkait penetapan besaran rasio pinjaman terhadap aset untuk KPR atau kredit pemilikan apartemen (KPA) dengan tipe 70 ke atas.
BI menetapkan rasio LTV maksimal sebesar 70 persen dari nilai agunan atau nilai keseluruhan rumah. Selain itu, pembayaran uang muka untuk pengajuan KPR/KPA rumah kedua dan seterusnya menjadi lebih besar.
BI mewajibkan pembayaran uang muka untuk KPR pertama sebesar 30 persen, KPR kedua sebesar 40 persen dan KPR ketiga sebesar 50 persen dan seterusnya.
(rna)