Perbarindo Sulsel tolak rencana pungutan OJK
A
A
A
Sindonews.com - Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Sulawesi Selatan (Sulsel) menolak rencana pungutan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap perbankan yang dilaksanakan mulai Maret mndatang.
Ketua Perbarindo Sulsel Aris Patau mengatakan, pihaknnya keberatan dengan ketentuan ini sebab masih banyak BPR di Sulsel yang dalam tahap berkembang. “Aneh, kenapa kami harus bayar untuk diperiksa,” katanya, Jumat (28/2/2014).
Menurut Aris, sewaktu lembaga keuangan dalam pengawasan Bank Indoensia (BI), tidak ada sedikitpun iuran yang dikeluarkan. Sehingga pihaknya berharap fungsi pengawasan OJK tidak membuat lembaga keuangan harus mengeluarkan biaya tambahan.
Di Sulsel terdapat 37 BPR dengan rata rata aset setiap BPR mencapai Rp10 miliar. “Kalaupun aturan ini dipaksakan, kami terpaksa taat aturan. Meski pada dasarnya kami menolak,” kata Aris.
Diketahui, OJK memastikan penarikan pungutan iuran lembaga keuangan akan mulai dilaksanakan pada 1 Maret 2013. Ketentuan pungutan itu dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP).
Pungutan iuran tersebut akan dipungut per triwulan, mulai ditarik triwulan pertama. OJK rencananya akan menarik iuran untuk sektor perbankan sebesar 0,03 persen dari aset perseroan pada 2014. Besaran iuran rencananya akan kembali dinaikkan menjadi 0,04 persen dari aset pada 2015.
“Untuk wilayah Sulawesi Maluku dan Papua kami masih mendata. Karena kebanyakan lembaga keuangan yang beroperasi di sini berkantor pusat di Jakarta,” kata Kepala Bidang Pengawasan Bank Kantor OJK Sulawesi, Maluku, dan Papua, Ari Lajiji.
Menurut Ari, informasi awal di Kota Makassar ada sekitar 44 entitas yang terdiri atas kantor cabang dan kantor pusat. OJK pun masih mencari daftar dan alamat kantornya.
Meski dibiayai oleh industri keuangan, OJK tetap akan bekerja secara professional. Sebab keuntungan tidak hanya nasabah, tapi juga bank yang diaudit dengan benar. “Kami juga menjamin tidak akan disuap oleh lembaga keuangan,” katanya.
Menurut dia, lembaga keuangan seperti bank tidak akan rugi dengan iuran OJK. Karena keuntungan dari margin yang diperoleh masih jauh lebih tinggi, rata rata di atas 5 persen.
“Selama satu tahun transisi, kami fokus dalam memperkecil kesenjangan antara industri perbankan dan non perbankan. Karena masih banyak non bank yang belum online,” kata Ari.
Ketua Perbarindo Sulsel Aris Patau mengatakan, pihaknnya keberatan dengan ketentuan ini sebab masih banyak BPR di Sulsel yang dalam tahap berkembang. “Aneh, kenapa kami harus bayar untuk diperiksa,” katanya, Jumat (28/2/2014).
Menurut Aris, sewaktu lembaga keuangan dalam pengawasan Bank Indoensia (BI), tidak ada sedikitpun iuran yang dikeluarkan. Sehingga pihaknya berharap fungsi pengawasan OJK tidak membuat lembaga keuangan harus mengeluarkan biaya tambahan.
Di Sulsel terdapat 37 BPR dengan rata rata aset setiap BPR mencapai Rp10 miliar. “Kalaupun aturan ini dipaksakan, kami terpaksa taat aturan. Meski pada dasarnya kami menolak,” kata Aris.
Diketahui, OJK memastikan penarikan pungutan iuran lembaga keuangan akan mulai dilaksanakan pada 1 Maret 2013. Ketentuan pungutan itu dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP).
Pungutan iuran tersebut akan dipungut per triwulan, mulai ditarik triwulan pertama. OJK rencananya akan menarik iuran untuk sektor perbankan sebesar 0,03 persen dari aset perseroan pada 2014. Besaran iuran rencananya akan kembali dinaikkan menjadi 0,04 persen dari aset pada 2015.
“Untuk wilayah Sulawesi Maluku dan Papua kami masih mendata. Karena kebanyakan lembaga keuangan yang beroperasi di sini berkantor pusat di Jakarta,” kata Kepala Bidang Pengawasan Bank Kantor OJK Sulawesi, Maluku, dan Papua, Ari Lajiji.
Menurut Ari, informasi awal di Kota Makassar ada sekitar 44 entitas yang terdiri atas kantor cabang dan kantor pusat. OJK pun masih mencari daftar dan alamat kantornya.
Meski dibiayai oleh industri keuangan, OJK tetap akan bekerja secara professional. Sebab keuntungan tidak hanya nasabah, tapi juga bank yang diaudit dengan benar. “Kami juga menjamin tidak akan disuap oleh lembaga keuangan,” katanya.
Menurut dia, lembaga keuangan seperti bank tidak akan rugi dengan iuran OJK. Karena keuntungan dari margin yang diperoleh masih jauh lebih tinggi, rata rata di atas 5 persen.
“Selama satu tahun transisi, kami fokus dalam memperkecil kesenjangan antara industri perbankan dan non perbankan. Karena masih banyak non bank yang belum online,” kata Ari.
(gpr)