Pembatasan investasi industri benih dikeluhkan
A
A
A
Sindonews.com - Asosiasi Produsen Perbenihan Hortikultura Indonesia (Hortindo) mengeluhkan pembatasan investasi di sektor perbenihan hortikultura. Aturan yang tertuang dalam UU No 13 tahun 2010 tentang Hortikultura diyakini bisa merugikan pertanian sayuran Indonesia.
Ketua Hortindo Afrizal Gindow mengatakan, pihaknya dan para petani saat ini tengah memohon kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menguji pasal mengenai pembatasan investasi di industri benih sayuran UU No 13 tahun 2010 tentang Hortikultura.
Dalam pembatasan tersebut, yang akan dirugikan apabila aturan ini diberlakukan adalah para petani sayur karena kesulitan mendapatkan varietas unggul dan petani mitra perusahaan yang memproduksi benih. Sedangkan perusahaan, kalau tidak cocok tinggal merelokasi usahanya di negara yang lebih kondusif.
“Anggota Hortindo berharap MK dapat mengeluarkan industri perbenihan hortikultura dari pasal 100 ayat 3 dan asal 131 ayat 2. Pasal 100 ayat 3 membatasi besarnya penanaman modal asing pada usaha hortikultura hanya 30 persen, sedangkan pasal 131 ayat 2 yang menyebutkan peraturan tersebut berlaku surut,” ujar Afrizal dalam rilisnya, Jumat (4/4/2014).
Menurut dia, pada prinsipnya produsen benih dan petani mendukung undang-undang ini yang memiliki semangat dan tujuan yang baik, yakni untuk memajukan pelaku usaha hortikultura lokal. Namun di dalamnya terdapat permasalahan mendasar yang tidak disadari pembuat undang-undang ini, yakni menyamaratakan seluruh industri hortikultura untuk tunduk dan terikat pada pembatasan modal tersebut.
“Padahal industri benih sebagai bagian subsistem industri hortikultura tidak dapat disamaratakan dengan industri hortikultura lainnya karena industri ini memiliki karakteristik yang berbeda, yakni membutuhkan investasi jangka panjang dan besar, baik dalam hal permodalan maupun teknologi. Kemudian di dalamnya juga terdapat hak kekayaan intelektual dalam bentuk kepemilikan sumber daya genetik,” tutur dia.
Afrizal mengatakan, apabila peraturan diberlakuan maka Vietnam, Malaysia dan Thailand akan diuntungkan karena akan leluasa memasukan benihnya termasuk produk hortikulturanya ke Indonesia.
Ketua Hortindo Afrizal Gindow mengatakan, pihaknya dan para petani saat ini tengah memohon kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menguji pasal mengenai pembatasan investasi di industri benih sayuran UU No 13 tahun 2010 tentang Hortikultura.
Dalam pembatasan tersebut, yang akan dirugikan apabila aturan ini diberlakukan adalah para petani sayur karena kesulitan mendapatkan varietas unggul dan petani mitra perusahaan yang memproduksi benih. Sedangkan perusahaan, kalau tidak cocok tinggal merelokasi usahanya di negara yang lebih kondusif.
“Anggota Hortindo berharap MK dapat mengeluarkan industri perbenihan hortikultura dari pasal 100 ayat 3 dan asal 131 ayat 2. Pasal 100 ayat 3 membatasi besarnya penanaman modal asing pada usaha hortikultura hanya 30 persen, sedangkan pasal 131 ayat 2 yang menyebutkan peraturan tersebut berlaku surut,” ujar Afrizal dalam rilisnya, Jumat (4/4/2014).
Menurut dia, pada prinsipnya produsen benih dan petani mendukung undang-undang ini yang memiliki semangat dan tujuan yang baik, yakni untuk memajukan pelaku usaha hortikultura lokal. Namun di dalamnya terdapat permasalahan mendasar yang tidak disadari pembuat undang-undang ini, yakni menyamaratakan seluruh industri hortikultura untuk tunduk dan terikat pada pembatasan modal tersebut.
“Padahal industri benih sebagai bagian subsistem industri hortikultura tidak dapat disamaratakan dengan industri hortikultura lainnya karena industri ini memiliki karakteristik yang berbeda, yakni membutuhkan investasi jangka panjang dan besar, baik dalam hal permodalan maupun teknologi. Kemudian di dalamnya juga terdapat hak kekayaan intelektual dalam bentuk kepemilikan sumber daya genetik,” tutur dia.
Afrizal mengatakan, apabila peraturan diberlakuan maka Vietnam, Malaysia dan Thailand akan diuntungkan karena akan leluasa memasukan benihnya termasuk produk hortikulturanya ke Indonesia.
(rna)