HPP gula belum gairahkan petani
A
A
A
Sindonews.com - Harga Pokok Petani (HPP) gula yang dinaikkan pemerintah dari Rp8.100 per kilogram (kg) menjadi Rp8.250 per kg, dinilai belum memadai bagi produsen.
"Konsekuensinya adalah minat petani, industri gula basis tebu rakyat menurun. Sebab itu minat petani untuk menanam tebu harus dijaga. Kontrovesi muncul disebabkan adanya perbedaan cara menghitung HPP antara DGI dengan Kemendag," kata Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Tito Pranolo di Jakarta, Selasa (13/5/2014).
Menurutnya, penetapan HPP gula yang biasa dilakukan DGI, berfokus pada biaya produksi tebu petani. Sementara, Kemendag mengintroduksi satu atau dua variabel baru, target rendimen dan mempertimbangkan harga nasional. Sehingga muncul perbedaan harga ini.
"Kami melihat jika kedua pendekatannya terus seperti ini, maka kontroversi ini akan muncul," ujar dia.
Tito mengatakan, pihaknya mendukung adanya stok cadangan gula yang dimiliki pemerintah untuk keperluan stabilisasi. Namun, direncanakan diawal dan diserap oleh produksi dalam negeri.
hal tersebut dinilai peting untuk menuju awal giling pada pekan kedua. Stok nasional dikumpulkan mulai awal giling. Jika kurang, akan melakukan impor, maka kondisi ini dilakukan secara terus menerus.
"Kegiatan ini harus permanen. Jangan tahun ini ya, tahun depan tidak. Harus stabil. Pemerintah akan menyerap kepentingan stok nasional. Maka petani dan BUMN akan mengalokasikannya," tutup dia.
"Konsekuensinya adalah minat petani, industri gula basis tebu rakyat menurun. Sebab itu minat petani untuk menanam tebu harus dijaga. Kontrovesi muncul disebabkan adanya perbedaan cara menghitung HPP antara DGI dengan Kemendag," kata Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Tito Pranolo di Jakarta, Selasa (13/5/2014).
Menurutnya, penetapan HPP gula yang biasa dilakukan DGI, berfokus pada biaya produksi tebu petani. Sementara, Kemendag mengintroduksi satu atau dua variabel baru, target rendimen dan mempertimbangkan harga nasional. Sehingga muncul perbedaan harga ini.
"Kami melihat jika kedua pendekatannya terus seperti ini, maka kontroversi ini akan muncul," ujar dia.
Tito mengatakan, pihaknya mendukung adanya stok cadangan gula yang dimiliki pemerintah untuk keperluan stabilisasi. Namun, direncanakan diawal dan diserap oleh produksi dalam negeri.
hal tersebut dinilai peting untuk menuju awal giling pada pekan kedua. Stok nasional dikumpulkan mulai awal giling. Jika kurang, akan melakukan impor, maka kondisi ini dilakukan secara terus menerus.
"Kegiatan ini harus permanen. Jangan tahun ini ya, tahun depan tidak. Harus stabil. Pemerintah akan menyerap kepentingan stok nasional. Maka petani dan BUMN akan mengalokasikannya," tutup dia.
(izz)