Lifting Migas Rendah, APBN 2014 Kembali Defisit

Selasa, 27 Mei 2014 - 13:02 WIB
Lifting Migas Rendah, APBN 2014 Kembali Defisit
Lifting Migas Rendah, APBN 2014 Kembali Defisit
A A A
JAKARTA - Lifting minyak dan gas (migas) yang diusulkan oleh pemerintah dalam nota keuangan dan rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 mengalami penurunan cukup signifikan, bahkan pencapaiannya lebih rendah dibandingkan realisasi tahun 2013.

Situasi tersebut semakin menegaskan ketidakmampuan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dalam mengembangkan industri migas nasional.

Anggota DPR RI Komisi VII Rofi Munawar menanggapi, lifting migas yang rendah tidak bisa dipungkiri telah menyebabkan defisit pada anggaran negara. Di sisi lain dalam APBN-P, tekanan nilai tukar rupiah diprediksi naik mencapai 10,2%.

"Tentunya akan semakin memperburuk struktur anggaran karena importasi minyak masih cukup tinggi selama ini," kata Rofi dalam rilisnya Selasa (27/5/2014).

Realisasi lifting minyak selama periode Desember 2013–Maret 2014 baru mencapai 797 ribu barel per hari (bph). Sasaran lifting minyak yang dalam APBN 2014 ditetapkan sebanyak 870 ribu bph diperkirakan hanya akan terealisasi 818 ribu bph.

Begitupun dengan lifting gas mengalami penurunan, selama periode Desember 2013-Maret 2014, realisasi lifting gas bumi mencapai 1.301 ribu bph setara minyak per hari dan lifting gas diperkirakan mencapai 1.224 ribu bph lebih rendah dibandingkan dengan asumsi lifting gas bumi pada APBN tahun 2014 yang ditetapkan sebesar 1.240 ribu barel setara minyak per hari.

"Lapangan gas yang ada saat ini dikunci dengan kontrak panjang untuk ekspor, kemudian blok-blok minyak strategis tak dimiliki National Oil Company (NOC) dengan perolehan signifikan. Perlu ada rumusan yang lebih serius dari Pemerintah," tukas Rofi.

Dia menambahkan, SKK Migas tidak pernah bisa mencapai target yang ditetapkan oleh APBN, setiap tahun perolehan lifting migas mengalami penurunan secara berarti. Lifting minyak sendiri sudah lama mengalami penurunan, namun janji SKK Migas akan mengkompensasinya dengan kenaikan gas tidak kunjung nampak hasilnya.

Salah satu indikator lemahnya produksi gas terlihat dari rencana importasi yang akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Jika terus mengandalkan sumur yang ada, maka akan sangat sulit meningkatkan produksi, terkena gangguan teknis dan cuaca saja akan otomatis mempengaruhi hasil. Perlu ada rencana strategis yang dapat mengurangi unplanned shutdown, jika tidak maka diprediksi tahun 2015 lifting minyak akan menyentuh angka di bawah 800 ribu bph," tutur Rofi.

Sebagai informasi, di saat cadangan gas di perut bumi Indonesia semakin menipis, namun Indonesia tetap saja melakukan ekspor gas ke beberapa negara, salah satunya Singapura.

Bahkan berdasarkan data dari SKK Migas, Indonesia hanya memiliki cadangan gas sebesar 1,7 persen dari total cadangan gas alam dunia. Nilai cadangan gas alam di Indonesia mencapai 112 triliun kaki kubik (tcf).

Dengan sisa cadangan gas sebanyak 112 tfc, SKK Migas memperkirakan gas alam Indonesia akan habis dalam waktu 44 tahun ke depan. Artinya, jika kurang dari 44 tahun gas alam sudah habis, kemungkinan besar telah terjadi salah pengelolaan.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5963 seconds (0.1#10.140)