Pembentukan Korporatisasi Garam Rakyat Belum Mendesak
A
A
A
BANDUNG - Pembentukan korporatisasi usaha garam rakyat yang berbasis kerja sama antar petani dinilai bukan agenda mendesak yang harus dilakukan dalam waktu dekat ini. Pemerintah justru harus memfokuskan pada peningkatan kualitas garam lokal yang masih di bawah standar.
Ketua Asosiasi Pengusaha Garam Indonesia (APGI) Jawa Barat Cucu Sutara mengatakan, garam di Indonesia masih belum memenuhi syarat SNI bahan baku yang mengharuskan kadar minimum NaCl 90%.
“Pemerintah perlu memikirkan cara terbaik untuk meningkatkan kualitas garam lokal. Atau tiru keberhasilan India dalam mengelola produksi garam lokal,” ujarnya melalui sambungan telepon, Rabu (6/8/2014).
Dia menyarankan, sebaiknya pemerintah merangkul stake holder untuk membuat studi bagaimana meningkatkan kualitas garam lokal. Menurutnya, para importir sebenarnya sangat merah putih, sangat cinta Indonesia, akan lebih memilih produk lokal daripada produk impor kalau kualitasnya sudah memenuhi standar.
“Infrastruktur pendukung juga perlu ditingkatkan karena selama ini para petani di Jabar khususnya masih menggunakan alat-alat tradisional dalam memproduksi garam. Akibatnya, daya angkut kurang, produksi juga terhambat,” katanya.
Cucu mengkhawatirkan pembentukan korporatisasi usaha garam rakyat malah dimanfaatkan oleh kalangan-kalangan tertentu yang tidak bertanggung jawab.
“Takutnya pembentukan korporatisasi hanya dijadikan alat proyek bukan program yang memang untuk kesejahteraan rakyat,” katanya.
Dia menambahkan, pemerintah perlu mengoptimalkan lahan pertanian garam yang ada saat ini. Bukan dengan membuka lahan baru yang belum tentu dijamin dapat menghasilkan garam berkualitas.
“Meskipun Indonesia negara dengan mayoritas daerahnya laut, tapi tidak semua laut di Indonesia bisa menghasilkan garam. Optimalkan saja lahan yang ada. Apalagi pertanian garam di Indonesia sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda,” tuturnya.
Dikatakan dia, petani garam garam Jabar saat ini bisa menghasilkan sekitar 70 ton/hektar saat cuaca bagus. Namun, dengan kondisi cuaca yang tidak stabil seperti sekarang ini, garam yang dihasilkan hanya sekitar 50 ton/hektar.
“(Produksi) tergantung cuaca. Dalam kondisi normal, produksi garam di Jabar kurang lebih 225.000 ton/tahun,” katanya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Garam Indonesia (APGI) Jawa Barat Cucu Sutara mengatakan, garam di Indonesia masih belum memenuhi syarat SNI bahan baku yang mengharuskan kadar minimum NaCl 90%.
“Pemerintah perlu memikirkan cara terbaik untuk meningkatkan kualitas garam lokal. Atau tiru keberhasilan India dalam mengelola produksi garam lokal,” ujarnya melalui sambungan telepon, Rabu (6/8/2014).
Dia menyarankan, sebaiknya pemerintah merangkul stake holder untuk membuat studi bagaimana meningkatkan kualitas garam lokal. Menurutnya, para importir sebenarnya sangat merah putih, sangat cinta Indonesia, akan lebih memilih produk lokal daripada produk impor kalau kualitasnya sudah memenuhi standar.
“Infrastruktur pendukung juga perlu ditingkatkan karena selama ini para petani di Jabar khususnya masih menggunakan alat-alat tradisional dalam memproduksi garam. Akibatnya, daya angkut kurang, produksi juga terhambat,” katanya.
Cucu mengkhawatirkan pembentukan korporatisasi usaha garam rakyat malah dimanfaatkan oleh kalangan-kalangan tertentu yang tidak bertanggung jawab.
“Takutnya pembentukan korporatisasi hanya dijadikan alat proyek bukan program yang memang untuk kesejahteraan rakyat,” katanya.
Dia menambahkan, pemerintah perlu mengoptimalkan lahan pertanian garam yang ada saat ini. Bukan dengan membuka lahan baru yang belum tentu dijamin dapat menghasilkan garam berkualitas.
“Meskipun Indonesia negara dengan mayoritas daerahnya laut, tapi tidak semua laut di Indonesia bisa menghasilkan garam. Optimalkan saja lahan yang ada. Apalagi pertanian garam di Indonesia sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda,” tuturnya.
Dikatakan dia, petani garam garam Jabar saat ini bisa menghasilkan sekitar 70 ton/hektar saat cuaca bagus. Namun, dengan kondisi cuaca yang tidak stabil seperti sekarang ini, garam yang dihasilkan hanya sekitar 50 ton/hektar.
“(Produksi) tergantung cuaca. Dalam kondisi normal, produksi garam di Jabar kurang lebih 225.000 ton/tahun,” katanya.
(gpr)