Ini Temuan Dugaan Korupsi Sektor Pertambangan
A
A
A
JAKARTA - Koalisi Anti-Mafia Tambang yang terdiri dari 50 organisasi masyarakat sipil di seluruh Indonesia yang konsen terhadap isu sumber daya alam (SDA), korupsi, lingkungan dan penerimaan negara yang bertujuan untuk melakukan pengawasan terhadap tata kelola pertambangan.
Koalisi anti mafia tambang ini melakukan konferensi pers terkait dengan temuannya terhadap mafia tambang di indonesia yang diselenggarakan di kantor Indonesian Corruption Watch (ICW) di Jakarta Selatan.
"Koordinasi dan supervisi di bidang minerba yang berlangsung sejak awal 2014 yang diikuti oleh 12 provinsi. Dari 12 daerah bukan tanpa alasan, selain jumlah izin usaha pertambangan (IUP) mencapai 70% dari total 10.918 izin minerba di seluruh Indonesia," ujar peneliti article 33 Indonesia Triono Basuki di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (7/12/2014).
Dia menjelaskan, 12 provinsi terdiri dari Sumatra Selatan, Jambi, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara.
Menurut temuan Koalisi Anti-Mafia Tambang, beberapa catatan dari hasil Korsup KPK yang menjadi prioritas untuk ditindaklanjuti adalah:
1. Terdapat 4.672 IUP yang tidak CnC (Clean and Clear) atau sebanyak 43,87% dari total 10.648 IUP (Data per 1 Desember 2014), hal ini menunjukkan masih lemahnya tata kelola sistem perizinan pertambangan di Indonesia. Karena itu perlu tindakan tegas terhadap IUP yang sampai saat ini belum CnC.
2. Seluas 1,372 juta hektar izin tambang berada di kawasan hutan konservasi, yakni terdiri dari 1,16 juta hektar izin pinjam pakai kawasan hutan (IIPKH) untuk IUP, 110,21 ribu hektar untuk Kontrak Karya (KK), dan 101,99 ribu hektar untuk Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) berada di kawasan Hutan Konservasi (Ditjen Planologi Kemehut, 2014). Untuk itu perlu dilakukan langkah penertiban izin agar tidak ada lagi operasional pertambang minerba di Kawasan Hutan Konservasi di seluruh Indonesia.
3. Untuk 13 IUP di kawasan lindung, Dirjen Minerba dan Kementerian Kehutanan perlu melakukan pengawasan untuk memastikan praktek pertambangan di Kawasan Hutan Lindung benar-benar menjalankan operasionalnya sesuai dengan regulasi, yakni melakukan praktek pertambangan bawah tanah (underground mining).
4. Mayoritas Pemegang IUP di 12 Provinsi Belum Memenuhi Kewajiban Jaminan Reklamasi dan Pasca-Tambang. Perlu ketegasan pemerintah agar pemegang IUP memenuhi kewajibannya.
5. Pemerintah harus menindak tegas pemilik IUP yang tidak mendaftarkan perusahaannya sebagai wajib pajak dan perusahaan yang tidak membayar pajak. Berdasarkan data, hanya sekitar 50% dari total IUP yang terbit diketahui memiliki NPWP.
6. Pemerintah wajib menindak perusahaan pemegang IUP yang masih belum membayarkan hutangnya dari sektor landrent dan Royalti, berdasarkan rekap data Ditjen Minerba yang diolah oleh Koalisi Anti-Mafia Tambangdi 12 Provinsi ditemukan potensi penerimaan Negara dari kurang bayar 4631 IUP sebesar Rp3,768 triliun.
7. Berdasarkan perhitungan Koalisi Anti-Mafia Tambang, potensi kerugian negara dari land rent yang mengacu pada PP Nomor 9/2012 tentang Tarif dan Jenis Penerimaan Bukan Pajak, diperoleh selisih yang signifikan antara potensi penerimaan daerah dan realisasinya di 12 provinsi yang menjadi daerah fokus Korsup KPK. Selisih antara realisasi penerimaan daerah dengan potensinya kami sebut sebagai potensi kerugian penerimaan (potential lost). Besarnya potensi kehilangan penerimaan di 12 provinsidari tahun 2009hingga 2013 diperkirakan mencapai Rp574,94 miliar di wilayah Kalimantan, Rp174,7 miliar di wilayah Sumatera, dan Rp169,487 di wilayah Sulawesi dan Maluku.Dengan demikian total potensi kerugian penerimaan di 12 provinsi Korsup Minerba mencapai Rp919,18 miliar lebih.
(Baca: Sektor Pertambangan Potensi Merugi Rp4 Triliun)
Koalisi anti mafia tambang ini melakukan konferensi pers terkait dengan temuannya terhadap mafia tambang di indonesia yang diselenggarakan di kantor Indonesian Corruption Watch (ICW) di Jakarta Selatan.
"Koordinasi dan supervisi di bidang minerba yang berlangsung sejak awal 2014 yang diikuti oleh 12 provinsi. Dari 12 daerah bukan tanpa alasan, selain jumlah izin usaha pertambangan (IUP) mencapai 70% dari total 10.918 izin minerba di seluruh Indonesia," ujar peneliti article 33 Indonesia Triono Basuki di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (7/12/2014).
Dia menjelaskan, 12 provinsi terdiri dari Sumatra Selatan, Jambi, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara.
Menurut temuan Koalisi Anti-Mafia Tambang, beberapa catatan dari hasil Korsup KPK yang menjadi prioritas untuk ditindaklanjuti adalah:
1. Terdapat 4.672 IUP yang tidak CnC (Clean and Clear) atau sebanyak 43,87% dari total 10.648 IUP (Data per 1 Desember 2014), hal ini menunjukkan masih lemahnya tata kelola sistem perizinan pertambangan di Indonesia. Karena itu perlu tindakan tegas terhadap IUP yang sampai saat ini belum CnC.
2. Seluas 1,372 juta hektar izin tambang berada di kawasan hutan konservasi, yakni terdiri dari 1,16 juta hektar izin pinjam pakai kawasan hutan (IIPKH) untuk IUP, 110,21 ribu hektar untuk Kontrak Karya (KK), dan 101,99 ribu hektar untuk Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) berada di kawasan Hutan Konservasi (Ditjen Planologi Kemehut, 2014). Untuk itu perlu dilakukan langkah penertiban izin agar tidak ada lagi operasional pertambang minerba di Kawasan Hutan Konservasi di seluruh Indonesia.
3. Untuk 13 IUP di kawasan lindung, Dirjen Minerba dan Kementerian Kehutanan perlu melakukan pengawasan untuk memastikan praktek pertambangan di Kawasan Hutan Lindung benar-benar menjalankan operasionalnya sesuai dengan regulasi, yakni melakukan praktek pertambangan bawah tanah (underground mining).
4. Mayoritas Pemegang IUP di 12 Provinsi Belum Memenuhi Kewajiban Jaminan Reklamasi dan Pasca-Tambang. Perlu ketegasan pemerintah agar pemegang IUP memenuhi kewajibannya.
5. Pemerintah harus menindak tegas pemilik IUP yang tidak mendaftarkan perusahaannya sebagai wajib pajak dan perusahaan yang tidak membayar pajak. Berdasarkan data, hanya sekitar 50% dari total IUP yang terbit diketahui memiliki NPWP.
6. Pemerintah wajib menindak perusahaan pemegang IUP yang masih belum membayarkan hutangnya dari sektor landrent dan Royalti, berdasarkan rekap data Ditjen Minerba yang diolah oleh Koalisi Anti-Mafia Tambangdi 12 Provinsi ditemukan potensi penerimaan Negara dari kurang bayar 4631 IUP sebesar Rp3,768 triliun.
7. Berdasarkan perhitungan Koalisi Anti-Mafia Tambang, potensi kerugian negara dari land rent yang mengacu pada PP Nomor 9/2012 tentang Tarif dan Jenis Penerimaan Bukan Pajak, diperoleh selisih yang signifikan antara potensi penerimaan daerah dan realisasinya di 12 provinsi yang menjadi daerah fokus Korsup KPK. Selisih antara realisasi penerimaan daerah dengan potensinya kami sebut sebagai potensi kerugian penerimaan (potential lost). Besarnya potensi kehilangan penerimaan di 12 provinsidari tahun 2009hingga 2013 diperkirakan mencapai Rp574,94 miliar di wilayah Kalimantan, Rp174,7 miliar di wilayah Sumatera, dan Rp169,487 di wilayah Sulawesi dan Maluku.Dengan demikian total potensi kerugian penerimaan di 12 provinsi Korsup Minerba mencapai Rp919,18 miliar lebih.
(Baca: Sektor Pertambangan Potensi Merugi Rp4 Triliun)
(gpr)