Denda cuma Rp100 Ribu, UU K3 Dinilai Sudah Karatan
Jum'at, 20 Januari 2023 - 19:20 WIB
JAKARTA - Saat ini aturan pengenaan sanksi kepada perusahaan yang lalai dalam penerapan aspek kesehatan dan keselamatan kerja ( K3 ) masih cukup ringan. Sanksi yang ringan itu berdampak pada ketaatan perusahaan terhadap aturan K3.
Presiden Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menjelaskan acuan dalam pengaturan sanksi K3 tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Menurutnya regulasi tersebut tidak tegas mengatur perusahaan untuk menaati prinsip-prinsip K3.
"UU K3 memang sudah harus direvisi. Saat ini kan kalau perusahaan tidak menjalankan K3 hanya didenda Rp100 ribu, kan kacau, ya tidak ada efek jera," ujar Said Iqbal saat dihubungi MNC Portal, Jumat (20/1/2023).
Menurutnya, DPR dan pemerintah dinilai lamban untuk memperbaharui regulasi tersebut yang sudah berumur 53 tahun. Padahal kasus kecelakaan kerja setiap tahunnya terus bertambah karena Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah sendiri menyatakan dalam kurun waktu tiga tahun ke belakang angka kecelakaan kerja terus bertambah.
Pada tahun 2020 angka kecelakaan kerja berjumlah 221.740 kasus, kemudian pada tahun 2021 angka kecelakaan kerja meningkat menjadi 234.370. Sedangkan yang terbaru pada tahun 2022 (hingga November) jumlah kecelakaan kerja tercatat sebesar 265.334 orang.
"Jadi sanksi pelanggar K3 harus keras, karena ini menyangkut nyawa. Kami sangat konsen, ini satu isu yang menjadi tuntutan buruh," sambungnya.
Sepahaman Said Iqbal, yang juga sebagai anggota ILO (Organisasi Buruh Internasional) beberapa negara maju cukup konsen dalam penerapan aspek K3 kepada para pekerja. Keselamatan para pekerja harus di atas urusan untung rugi perusahaan.
"Kalau di luar negeri itu ketat, kalau melanggar K3 masuk kategori kasus kriminal berat, pidana berat, karena ini menyangkut nyawa. Jadi mengambil untung dari bisnis boleh, tetapi menjaga nyawa seseorang itu menjadi kewajiban," lanjut Said Iqbal.
Kepada MNC Portal, Said Iqbal juga mengaku merasa cukup bingung, revisi UU tersebut sangat lambat dilakukan. Meskipun sudah ada rekomendasi dari kalangan buruh. Bahkan yang bikin Said Iqbal tambah heran, regulasi untuk melindungi pekerja ini progresnya tidak secepat pemerintah mengeluarkan regulasi untuk kemudahan investasi, seperti UU Cipta Kerja.
Presiden Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menjelaskan acuan dalam pengaturan sanksi K3 tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Menurutnya regulasi tersebut tidak tegas mengatur perusahaan untuk menaati prinsip-prinsip K3.
"UU K3 memang sudah harus direvisi. Saat ini kan kalau perusahaan tidak menjalankan K3 hanya didenda Rp100 ribu, kan kacau, ya tidak ada efek jera," ujar Said Iqbal saat dihubungi MNC Portal, Jumat (20/1/2023).
Menurutnya, DPR dan pemerintah dinilai lamban untuk memperbaharui regulasi tersebut yang sudah berumur 53 tahun. Padahal kasus kecelakaan kerja setiap tahunnya terus bertambah karena Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah sendiri menyatakan dalam kurun waktu tiga tahun ke belakang angka kecelakaan kerja terus bertambah.
Pada tahun 2020 angka kecelakaan kerja berjumlah 221.740 kasus, kemudian pada tahun 2021 angka kecelakaan kerja meningkat menjadi 234.370. Sedangkan yang terbaru pada tahun 2022 (hingga November) jumlah kecelakaan kerja tercatat sebesar 265.334 orang.
"Jadi sanksi pelanggar K3 harus keras, karena ini menyangkut nyawa. Kami sangat konsen, ini satu isu yang menjadi tuntutan buruh," sambungnya.
Sepahaman Said Iqbal, yang juga sebagai anggota ILO (Organisasi Buruh Internasional) beberapa negara maju cukup konsen dalam penerapan aspek K3 kepada para pekerja. Keselamatan para pekerja harus di atas urusan untung rugi perusahaan.
"Kalau di luar negeri itu ketat, kalau melanggar K3 masuk kategori kasus kriminal berat, pidana berat, karena ini menyangkut nyawa. Jadi mengambil untung dari bisnis boleh, tetapi menjaga nyawa seseorang itu menjadi kewajiban," lanjut Said Iqbal.
Kepada MNC Portal, Said Iqbal juga mengaku merasa cukup bingung, revisi UU tersebut sangat lambat dilakukan. Meskipun sudah ada rekomendasi dari kalangan buruh. Bahkan yang bikin Said Iqbal tambah heran, regulasi untuk melindungi pekerja ini progresnya tidak secepat pemerintah mengeluarkan regulasi untuk kemudahan investasi, seperti UU Cipta Kerja.
(uka)
tulis komentar anda