Awas! Pemulihan Ekonomi Jangan Salah Obat
Selasa, 14 Juli 2020 - 19:22 WIB
JAKARTA - Pemerintah disarabkan agar benar-benar mencari formula yang tepat dalam upaya memulihkan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati menyatakan, pemerintah harus mencari akar masalah sehingga tidak salah obat. Pasalnya jika ramuan obat tidak tepat sasaran hanya akan menambah beban keuangan negara.
"Perlu ramuan yang tepat agar pemulihan ekonomi tepat sasaran, ini masalahnya bukan likuiditas tapi pengumpulan dana pihak ketiga (DPK) tidak optimal untuk disalurkan ke sektor riil," ujar Enny saat dihubungi SINDOnews, di Jakarta, Selasa (14/7/2020).
Menurut dia maslah yang harus dituntaskan adalah penurunan aktivitas ekonomi bukan dari kekurangan likuiditas atau kurangnya uang yang beredar. Pihaknya juga menganggap wajar kekhawatiran penyaluran relaksasi karena pengusaha terhambat melakukan ekspansi karena terbatasnya pergerakan sehingga memiliki beban yang cukup berat.
"Disisi lain, daya beli masih rendah tapi pengusaha harus menyediakan berbagai perlengkapan untuk protokol kesehatan sekaligus tes kesehatan yang tidak murah. Sementara belum tentu usahanya laris," jelasnya.
Enny menjelaskan solusi yang paling dibutuhkan saat ini adalah stimulus dari pemerintah yang tepat sasaran yaitu bagaimana mampu mendorong konsumsi masyarakat, misalnya melalui program yang efektif meningkatkan daya beli khususnya bagi masyarakat miskin. Adapun caranya bisa menggunakan skema perlindungan sosial diikuti penciptaan lapangan kerja.
"Penyaluran stimulus fiskal juga harus mampu bangkitkan usaha-usaha sektor produktif, karena bagaimanapun masyarakat harus diberi pekerjaan supaya punya kemampuan belanja," ujarnya.
Tidak hanya itu, konsep menyalurkan bansos harus tepat sasaran dengan imbal balik mampu meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat. Disamping itu, skema penyaluran juga harus lebih sederhana tapi tidak tumpang tindih dengan biaya pemulihan ekonomi. "Program pemulihan ekonomi jangan tumpang tindih dengan bansos. Program bansos juga harus terukur untuk kemudian dievaluasi," ujarnya.
"Perlu ramuan yang tepat agar pemulihan ekonomi tepat sasaran, ini masalahnya bukan likuiditas tapi pengumpulan dana pihak ketiga (DPK) tidak optimal untuk disalurkan ke sektor riil," ujar Enny saat dihubungi SINDOnews, di Jakarta, Selasa (14/7/2020).
Menurut dia maslah yang harus dituntaskan adalah penurunan aktivitas ekonomi bukan dari kekurangan likuiditas atau kurangnya uang yang beredar. Pihaknya juga menganggap wajar kekhawatiran penyaluran relaksasi karena pengusaha terhambat melakukan ekspansi karena terbatasnya pergerakan sehingga memiliki beban yang cukup berat.
"Disisi lain, daya beli masih rendah tapi pengusaha harus menyediakan berbagai perlengkapan untuk protokol kesehatan sekaligus tes kesehatan yang tidak murah. Sementara belum tentu usahanya laris," jelasnya.
Enny menjelaskan solusi yang paling dibutuhkan saat ini adalah stimulus dari pemerintah yang tepat sasaran yaitu bagaimana mampu mendorong konsumsi masyarakat, misalnya melalui program yang efektif meningkatkan daya beli khususnya bagi masyarakat miskin. Adapun caranya bisa menggunakan skema perlindungan sosial diikuti penciptaan lapangan kerja.
"Penyaluran stimulus fiskal juga harus mampu bangkitkan usaha-usaha sektor produktif, karena bagaimanapun masyarakat harus diberi pekerjaan supaya punya kemampuan belanja," ujarnya.
Tidak hanya itu, konsep menyalurkan bansos harus tepat sasaran dengan imbal balik mampu meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat. Disamping itu, skema penyaluran juga harus lebih sederhana tapi tidak tumpang tindih dengan biaya pemulihan ekonomi. "Program pemulihan ekonomi jangan tumpang tindih dengan bansos. Program bansos juga harus terukur untuk kemudian dievaluasi," ujarnya.
(nng)
tulis komentar anda