Ketika Para Pelaku UMKM Berkisah: Penjualan Daring Hanya untuk Menjaga Eksistensi
Senin, 27 Juli 2020 - 16:51 WIB
“Inovasi di bidang souvenir saat ini agak mubajir. Kami melakukan effort yang terlalu tinggi dan riset bagaimana pun jatuhnya ngebakar uang banyak. Cost-nya tidak seimbang. Beda lagi kalau finansialnya kuat, itu mau diskon atau apa pun,” ujarnya kepada SINDOnews, Minggu (26/7/2020).
Arief mengatakan usaha seperti itu pun tidak akan berdampak signifikan karena situasi pasar yang tidak menentu. Pria lulusan Universitas Indonesia (UI) itu mengatakan, sekarang penjualan hanya dilakukan melalui daring. Namun, itu tidak mendongkrak penjualan. ( Baca juga:UMKM Butuh Solusi Konkrit dan Pengawalan Khusus Saat Pandemi )
Berdasarkan survei Forum Ekonomi Dunia, ada sekitar 31% wirausaha muda yang mengandalkan internet di masa pandemi untuk meningkatkan pendapatan. Koresponden survei itu 68.574 orang dan dilakukan di enam negara ASEAN.
Sejak berdiri tahun 2012, Lamgo sebenarnya sudah mengandalkan penjualan daring, baik via situs maupun media sosial (medsos). Menurutnya, dalam situasi pandemi ini, penjualan via daring tidak ada yang berubah. Keaktifan di medsos hanya untuk menjaga eksistensi di mata konsumen.
“Saya pribadi fokusnya untuk eksis dulu. Strategi masih memakai yang lama karena sudah keluar kebijakan sampai akhir tahun tidak ada acara besar. Kami menjaga klien-klien agar mereka aware Lamgo Souvenir masih ada,” terangnya.
Dalam jualan souvenir, Arief memiliki dua brand untuk menyasar dua pasar berbeda. Lamgo untuk kelas atas, sedangkan IF Souvenir untuk kelas menengah ke bawah. Perilaku konsumen di medsos pada masa pandemi Covid-19 ini berubah.
Berdasarkan data, menurutnya, mereka kebanyakan hanya mengunjungi medsos tanpa melakukan kontak. Ada juga konsumen yang bertanya-tanya mengenai produk dan harga. Namun, belum bisa menentukan kapan akan melakukan pembelian.
Bisnis souvenir pernikahan pasti luluh lantak mengingat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diterapkan pemerintah. Acara pernikahan dan seminar yang mengundang kerumunan orang dilarang karena dikhawatirkan akan menjadi titik penyebaran virus Covid-19.
Sebelum pandemi, penjualan Lamgo dan IF Souvenir itu 70%-nya dilakukan melalui medsos dan pasarnya sudah menjangkau seluruh Indonesia. Omzet Lamgo dan IF Souvenir bisa di atas Rp50 juta per bulan. Saat ini untuk mendapatkan Rp10 juta saja sulit. Pernah hanya dapat Rp5 juta per bulan.
Hirka pun tidak melakukan pemasaran yang besar-besaran melalui daring. Nurman mengungkapkan pihaknya hanya memposting konten-konten untuk kampanye Hirka dan tentu saja, berharap menarik pembeli karena penasaran. Beberapa waktu lalu, Hirka mengunggah ular di instagramnya.
Arief mengatakan usaha seperti itu pun tidak akan berdampak signifikan karena situasi pasar yang tidak menentu. Pria lulusan Universitas Indonesia (UI) itu mengatakan, sekarang penjualan hanya dilakukan melalui daring. Namun, itu tidak mendongkrak penjualan. ( Baca juga:UMKM Butuh Solusi Konkrit dan Pengawalan Khusus Saat Pandemi )
Berdasarkan survei Forum Ekonomi Dunia, ada sekitar 31% wirausaha muda yang mengandalkan internet di masa pandemi untuk meningkatkan pendapatan. Koresponden survei itu 68.574 orang dan dilakukan di enam negara ASEAN.
Sejak berdiri tahun 2012, Lamgo sebenarnya sudah mengandalkan penjualan daring, baik via situs maupun media sosial (medsos). Menurutnya, dalam situasi pandemi ini, penjualan via daring tidak ada yang berubah. Keaktifan di medsos hanya untuk menjaga eksistensi di mata konsumen.
“Saya pribadi fokusnya untuk eksis dulu. Strategi masih memakai yang lama karena sudah keluar kebijakan sampai akhir tahun tidak ada acara besar. Kami menjaga klien-klien agar mereka aware Lamgo Souvenir masih ada,” terangnya.
Dalam jualan souvenir, Arief memiliki dua brand untuk menyasar dua pasar berbeda. Lamgo untuk kelas atas, sedangkan IF Souvenir untuk kelas menengah ke bawah. Perilaku konsumen di medsos pada masa pandemi Covid-19 ini berubah.
Berdasarkan data, menurutnya, mereka kebanyakan hanya mengunjungi medsos tanpa melakukan kontak. Ada juga konsumen yang bertanya-tanya mengenai produk dan harga. Namun, belum bisa menentukan kapan akan melakukan pembelian.
Bisnis souvenir pernikahan pasti luluh lantak mengingat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diterapkan pemerintah. Acara pernikahan dan seminar yang mengundang kerumunan orang dilarang karena dikhawatirkan akan menjadi titik penyebaran virus Covid-19.
Sebelum pandemi, penjualan Lamgo dan IF Souvenir itu 70%-nya dilakukan melalui medsos dan pasarnya sudah menjangkau seluruh Indonesia. Omzet Lamgo dan IF Souvenir bisa di atas Rp50 juta per bulan. Saat ini untuk mendapatkan Rp10 juta saja sulit. Pernah hanya dapat Rp5 juta per bulan.
Hirka pun tidak melakukan pemasaran yang besar-besaran melalui daring. Nurman mengungkapkan pihaknya hanya memposting konten-konten untuk kampanye Hirka dan tentu saja, berharap menarik pembeli karena penasaran. Beberapa waktu lalu, Hirka mengunggah ular di instagramnya.
tulis komentar anda