Awas, Pelebaran Defisit Anggaran Akan Sedot Uang Publik dan Utang Membengkak
Selasa, 28 Juli 2020 - 16:21 WIB
JAKARTA - Pelebaran defisit anggaran dilihat dari kaca mata Ekonom Indef Bhima Yudistira, akan menimbulkan beban yang semakin berat. Dimana terang dia akan terjadi penambahan pembiayaan utang yang signifikan sehingga beban pembayaran bunga utang semakin meningkat.
"Ini bisa terlihat dari debt service ratio yang terus naik sejak awal pandemi," kata Bhima saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Selasa (28/7/2020).
(Baca Juga: Demi Pulihkan Ekonomi, Defisit APBN 2021 Akan Dimelarkan Jadi 5,2% )
Seperti diketahui defisit anggaran artinya pengeluaran selalu lebih besar daripada penerimaan negara. Kekurangan anggaran negara ini selalu ditutup dengan utang. Dimana Besaran utang pemerintah dari tahun ke tahun cenderung terus meningkat. Untuk membiayai APBN, selain utang luar negeri, utang juga berasal dari domestik, seperti penerbitan surat utang negara (SUN).
Lanjutnya pelebaran defisit ini membuat pemerintah akan menyedot uang publik melalui penerbitan SBN (Surat Berharga Negara) yang agresif. "Ini namanya crowding out effect yang ujungnya rugikan bank karena likuiditas menipis," katanya.
(Baca Juga: Defisit APBN 2021 Sentuh 5,2%, Ekonom Ingatkan Ancaman Fiskal )
Lalu, dengan postur stimulus yang lebih menitikberatkan korporasi, maka pelebaran defisit akan menimbulkan ketimpangan ekonomi. "Pemilik usaha kakap akan menyerap stimulus besar-besaran, sementara UMKM dan masyarakat tidak mendapatkan porsi yang sesuai," tandasnya.
Sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, hasil rapat terbatas (ratas) bersama Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam membahas rancangan postur APBN 2021, menyepakati untuk memperlebar defisit APBN 2021 menjadi 5,2%.
“Seperti diketahui di dalam sidang kabinet pagi hari ini Bapak Presiden telah memutuskan kita akan memperlebar defisit menjadi 5,2 persen dari PDB. Jadi lebih tinggi lagi dari desain awal yang sudah disepakati,” ujarnya dalam Konferensi Pers Virtual, Selasa (28/7).
Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah sebelumnya telah mengajukan rancangan awal defisit APBN 2021 di level 4,17%. Namun DPR memberikan catatan defisit itu bisa ditingkatkan ke 4,7%.
"Ini bisa terlihat dari debt service ratio yang terus naik sejak awal pandemi," kata Bhima saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Selasa (28/7/2020).
(Baca Juga: Demi Pulihkan Ekonomi, Defisit APBN 2021 Akan Dimelarkan Jadi 5,2% )
Seperti diketahui defisit anggaran artinya pengeluaran selalu lebih besar daripada penerimaan negara. Kekurangan anggaran negara ini selalu ditutup dengan utang. Dimana Besaran utang pemerintah dari tahun ke tahun cenderung terus meningkat. Untuk membiayai APBN, selain utang luar negeri, utang juga berasal dari domestik, seperti penerbitan surat utang negara (SUN).
Lanjutnya pelebaran defisit ini membuat pemerintah akan menyedot uang publik melalui penerbitan SBN (Surat Berharga Negara) yang agresif. "Ini namanya crowding out effect yang ujungnya rugikan bank karena likuiditas menipis," katanya.
(Baca Juga: Defisit APBN 2021 Sentuh 5,2%, Ekonom Ingatkan Ancaman Fiskal )
Lalu, dengan postur stimulus yang lebih menitikberatkan korporasi, maka pelebaran defisit akan menimbulkan ketimpangan ekonomi. "Pemilik usaha kakap akan menyerap stimulus besar-besaran, sementara UMKM dan masyarakat tidak mendapatkan porsi yang sesuai," tandasnya.
Sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, hasil rapat terbatas (ratas) bersama Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam membahas rancangan postur APBN 2021, menyepakati untuk memperlebar defisit APBN 2021 menjadi 5,2%.
“Seperti diketahui di dalam sidang kabinet pagi hari ini Bapak Presiden telah memutuskan kita akan memperlebar defisit menjadi 5,2 persen dari PDB. Jadi lebih tinggi lagi dari desain awal yang sudah disepakati,” ujarnya dalam Konferensi Pers Virtual, Selasa (28/7).
Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah sebelumnya telah mengajukan rancangan awal defisit APBN 2021 di level 4,17%. Namun DPR memberikan catatan defisit itu bisa ditingkatkan ke 4,7%.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda