Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II Minus, Stimulus Harus Masif
Kamis, 06 Agustus 2020 - 07:34 WIB
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan, kendati perekonomian terkontraksi, pemerintah meyakini sistem keuangan nasional pada kuartal II dalam kondisi normal. Dia pun menegaskan bahwa kewaspadaan tetap perlu ditingkatkan untuk merespons data perekonomian.
Akibat pandemi, menurut Sri Mulyani, berbagai lembaga internasional sebelumnya telah mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi global secara sangat tajam. Dia mencontohkan Dana Moneter Internasional (IMF) yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi global minus 4,9%. Lalu Bank Dunia yang menyebut pertumbuhan ekonomi global minus 5,2%.
Dia menambahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia terlihat menurun sejak kuartal I. Saat itu PDB hanya tumbuh 2,97% karena pengaruh virus corona yang kasus pertamanya diumumkan pada 2 Maret 2020.
“Kuartal II disebabkan entitas ekonomi terbesar di dunia yaitu China mengalami kontraksi sangat tajam minus 6,8%. Ini berpengaruh ke pertumbuhan ekonomi Indonesia karena kita mitra dagang dan investasi," katanya.
Sri Mulyani menambahkan, terjadinya kontraksi ekonomi pada kuartal II disebabkan imbas dari penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang terjadi pada bulan Maret hingga Juni. "Saat PSBB beberapa aktivitas ekonomi menurun," katanya. (Baca juga: Israel dan Hizbullah Bantah Jadi Biang Ledakan Beirut)
Sementara itu kalangan pengusaha berharap pemerintah segera bersikap untuk memberikan dukungan yang dibutuhkan kalangan pelaku usaha. Pasalnya rebound atau tidaknya ekonomi pada kuartal selanjutnya sangat tergantung pada stimulus pemerintah.
"Dari sisi kebijakan, stimulus-stimulus kita sudah baik dan sudah tepat, tetapi tidak efektif untuk mendongkrak kinerja sektor riil karena pencairan atau distribusinya terhambat kepada pihak-pihak yang membutuhkan, khususnya masyarakat yang kehilangan pendapatan atau pekerjaan," kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani kepada SINDO Media di Jakarta kemarin.
Kebijakan stimulus tersebut, menurut dia, diperlukan agar kemampuan pemodalan dalam negeri bisa bertambah. Menurutnya pelaku usaha yang kekurangan modal usaha sejauh ini tetap beroperasi meski kondisi pasar belum cukup baik. Karena itu, menurut dia, distribusi stimulus ini secepatnya harus ditingkatkan pencairannya kepada masyarakat dan kepada pelaku usaha. (Lihat videonya: Suasana Terkini Pascaledakan Maut di Beirut Ibu Kota Israel)
"Tanpa pencairan stimulus, konsumsi masyarakat maupun kinerja sektor riil tidak akan terdongkrak secara signifikan dalam waktu dekat untuk menciptakan output kuartal ketiga yang positif," tegasnya.
Di bagian lain, ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, potensi perbaikan ekonomi di kuartal III sudah mulai terlihat. Akan tetapi, kata dia, ekonomi belum bisa tumbuh positif di kuartal III/2020.
Akibat pandemi, menurut Sri Mulyani, berbagai lembaga internasional sebelumnya telah mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi global secara sangat tajam. Dia mencontohkan Dana Moneter Internasional (IMF) yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi global minus 4,9%. Lalu Bank Dunia yang menyebut pertumbuhan ekonomi global minus 5,2%.
Dia menambahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia terlihat menurun sejak kuartal I. Saat itu PDB hanya tumbuh 2,97% karena pengaruh virus corona yang kasus pertamanya diumumkan pada 2 Maret 2020.
“Kuartal II disebabkan entitas ekonomi terbesar di dunia yaitu China mengalami kontraksi sangat tajam minus 6,8%. Ini berpengaruh ke pertumbuhan ekonomi Indonesia karena kita mitra dagang dan investasi," katanya.
Sri Mulyani menambahkan, terjadinya kontraksi ekonomi pada kuartal II disebabkan imbas dari penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang terjadi pada bulan Maret hingga Juni. "Saat PSBB beberapa aktivitas ekonomi menurun," katanya. (Baca juga: Israel dan Hizbullah Bantah Jadi Biang Ledakan Beirut)
Sementara itu kalangan pengusaha berharap pemerintah segera bersikap untuk memberikan dukungan yang dibutuhkan kalangan pelaku usaha. Pasalnya rebound atau tidaknya ekonomi pada kuartal selanjutnya sangat tergantung pada stimulus pemerintah.
"Dari sisi kebijakan, stimulus-stimulus kita sudah baik dan sudah tepat, tetapi tidak efektif untuk mendongkrak kinerja sektor riil karena pencairan atau distribusinya terhambat kepada pihak-pihak yang membutuhkan, khususnya masyarakat yang kehilangan pendapatan atau pekerjaan," kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani kepada SINDO Media di Jakarta kemarin.
Kebijakan stimulus tersebut, menurut dia, diperlukan agar kemampuan pemodalan dalam negeri bisa bertambah. Menurutnya pelaku usaha yang kekurangan modal usaha sejauh ini tetap beroperasi meski kondisi pasar belum cukup baik. Karena itu, menurut dia, distribusi stimulus ini secepatnya harus ditingkatkan pencairannya kepada masyarakat dan kepada pelaku usaha. (Lihat videonya: Suasana Terkini Pascaledakan Maut di Beirut Ibu Kota Israel)
"Tanpa pencairan stimulus, konsumsi masyarakat maupun kinerja sektor riil tidak akan terdongkrak secara signifikan dalam waktu dekat untuk menciptakan output kuartal ketiga yang positif," tegasnya.
Di bagian lain, ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, potensi perbaikan ekonomi di kuartal III sudah mulai terlihat. Akan tetapi, kata dia, ekonomi belum bisa tumbuh positif di kuartal III/2020.
tulis komentar anda