Ekonomi Global Terus Memburuk, China Eropa dan AS Jadi Biang Kerok
Jum'at, 24 November 2023 - 15:31 WIB
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mewaspadai risiko ekonomi global yang terus memburuk. Kondisi saar ini prospek pertumbuhan ekonomi dunia melemah dipicu dinamika negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Eropa dan China.
"Inflasi inti di AS masih tinggi, sehingga suku bunga The Fed akan high for longer. Suku bunga yang tinggi akan menciptakan high cost of fund atau biaya pinjaman dari seluruh negara di dunia," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KITA edisi November 2023, Jumat (24/11/2023).
Dia mengatakan treasury AS mengalami kenaikan yang cukup tinggi, bahkan pada bulan Oktober lalu sempat mencapai di atas 5% untuk 10 tahun. "Ini adalah yang pertama kalinya sejak tahun 2007," kata dia.
Lebih lanjut, suku bunga yang tinggi di AS menyebabkan capital outflow dan menciptakan tekanan terhadap nilai tukar berbagai negara. Indeks dolar AS menguat, dan itu menimbulkan implikasi terhadap seluruh negara di dunia.
Di sisi lain, China masih dalam posisi pelemahan diperoyeksikan jangka panjang karena menyangkut faktor struktural seperti sektor properti dan utang Pemerintah Daerah (Pemda) menyebabkan beban yang meningkat. "Dengan kondisi tersebut, menyebabkan pemulihan ekonomi China tidak bisa berjalan dengan cepat," kata dia.
Tak berhenti di situ, ekonomi Eropa terdampak cukup serius akibat perang Ukraina dan Rusia. Adapun inflasi yang tinggi mendorong kenaikan suku bunga menyebabkan beberapa negara Eropa mengalami resesi seperti Jerman dan Inggris. "Ini adalah situasi global yang masih mewarnai hingga akhir tahun," jelas Sri Mulyani.
"Inflasi inti di AS masih tinggi, sehingga suku bunga The Fed akan high for longer. Suku bunga yang tinggi akan menciptakan high cost of fund atau biaya pinjaman dari seluruh negara di dunia," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KITA edisi November 2023, Jumat (24/11/2023).
Dia mengatakan treasury AS mengalami kenaikan yang cukup tinggi, bahkan pada bulan Oktober lalu sempat mencapai di atas 5% untuk 10 tahun. "Ini adalah yang pertama kalinya sejak tahun 2007," kata dia.
Lebih lanjut, suku bunga yang tinggi di AS menyebabkan capital outflow dan menciptakan tekanan terhadap nilai tukar berbagai negara. Indeks dolar AS menguat, dan itu menimbulkan implikasi terhadap seluruh negara di dunia.
Di sisi lain, China masih dalam posisi pelemahan diperoyeksikan jangka panjang karena menyangkut faktor struktural seperti sektor properti dan utang Pemerintah Daerah (Pemda) menyebabkan beban yang meningkat. "Dengan kondisi tersebut, menyebabkan pemulihan ekonomi China tidak bisa berjalan dengan cepat," kata dia.
Tak berhenti di situ, ekonomi Eropa terdampak cukup serius akibat perang Ukraina dan Rusia. Adapun inflasi yang tinggi mendorong kenaikan suku bunga menyebabkan beberapa negara Eropa mengalami resesi seperti Jerman dan Inggris. "Ini adalah situasi global yang masih mewarnai hingga akhir tahun," jelas Sri Mulyani.
(nng)
tulis komentar anda