Luar Biasa Besar, Biaya Nol Emisi Karbon Bisa Tembus Rp7,7 Kuadriliun di 2060
Selasa, 05 Desember 2023 - 11:32 WIB
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan upaya Indonesia dalam mewujudkan transisi energi terutama dari sisi keuangan. Indonesia bertekad untuk menginspirasi dunia dengan berkomitmen mendukung penanganan krisis iklim global melalui mekanisme transisi keuangan hijau dan kebijakan lain.
Hal tersebut disampaikan dalam rangkaian Conference of the Parties (COP) 28 Uni Emirat Arab (UAE) dalam agenda United Nations (UN) Climate Change High Level Champions and Marrakech Partnership di Dubai, UAE pada Senin, (4/12/2023).
"Indonesia sudah mempunyai komitmen untuk mengurangi CO2 dalam Nationally Determined Contribution (NDC). Biaya yang kami butuhkan hingga tahun 2030 adalah USD281 miliar. Jadi ini sangat besar dan sangat mahal. Kalau untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060, biayanya bisa dua kali lipat, lebih dari USD500 miliar (Rp7,7 kuadriliun)," kata Sri Mulyani dalam pernyataannya, Selasa (5/12/2023).
Dalam forum tersebut, Sri memberikan gambaran melalui kasus nyata yang sedang dilakukan Indonesia, yaitu upaya memensiundinikan 660 megawatt Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Untuk mengimplementasikan agenda uji coba tersebut, terdapat banyak tantangan, terutama dari segi pembiayaan. Sri menilai peranan blended finance menjadi sangat penting untuk mendukung terwujudnya transisi energi.
"Di Indonesia, kita punya (proyek pembangkit listrik) 35 ribu megawatt, 60 persen berbasis batu bara. Peran blended finance, dalam hal ini filantropi, swasta, Multilateral Development Bank, termasuk dengan uang negara dan BUMN menjadi sangat penting untuk dapat mewujudkan komitmen ini," ujarnya.
Di sisi lain, sebagai menteri keuangan, berbagai regulasi untuk mendukung agenda perubahan iklim dari sisi keuangan dan kebijakan fiskal telah dirumuskan, seperti melalui budget tagging dan penerbitan Green Sukuk.
Selain itu, Indonesia juga memperkenalkan tiga agenda keuangan berkelanjutan, yakni pembentukan Energy Transition Mechanisms (ETM), Asean Taxonomy for Sustainable Finance (ATSF) versi 2, dan Indonesia Just Energy Transition Partnership (JETP). ETM diperkenalkan oleh Indonesia sebagai bentuk pembiayaan campuran untuk transisi ekonomi hijau yang bertujuan meningkatkan peran energi baru terbarukan dan mengendalikan peran energi dari bahan bakar fosil.
"Kita harus memastikan bahwa basis batubara yang kini menjadi porsi dominan energi kita bisa diubah menjadi energi terbarukan. Yang menjadi penting adalah bagaimana kita dapat menarik lebih banyak partisipasi sektor swasta dalam mendanai situasi ini. Karena tanpa pendanaan, menurut saya agenda iklim hanya menjadi sebuah agenda," kata dia.
Hal tersebut disampaikan dalam rangkaian Conference of the Parties (COP) 28 Uni Emirat Arab (UAE) dalam agenda United Nations (UN) Climate Change High Level Champions and Marrakech Partnership di Dubai, UAE pada Senin, (4/12/2023).
"Indonesia sudah mempunyai komitmen untuk mengurangi CO2 dalam Nationally Determined Contribution (NDC). Biaya yang kami butuhkan hingga tahun 2030 adalah USD281 miliar. Jadi ini sangat besar dan sangat mahal. Kalau untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060, biayanya bisa dua kali lipat, lebih dari USD500 miliar (Rp7,7 kuadriliun)," kata Sri Mulyani dalam pernyataannya, Selasa (5/12/2023).
Dalam forum tersebut, Sri memberikan gambaran melalui kasus nyata yang sedang dilakukan Indonesia, yaitu upaya memensiundinikan 660 megawatt Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Untuk mengimplementasikan agenda uji coba tersebut, terdapat banyak tantangan, terutama dari segi pembiayaan. Sri menilai peranan blended finance menjadi sangat penting untuk mendukung terwujudnya transisi energi.
"Di Indonesia, kita punya (proyek pembangkit listrik) 35 ribu megawatt, 60 persen berbasis batu bara. Peran blended finance, dalam hal ini filantropi, swasta, Multilateral Development Bank, termasuk dengan uang negara dan BUMN menjadi sangat penting untuk dapat mewujudkan komitmen ini," ujarnya.
Di sisi lain, sebagai menteri keuangan, berbagai regulasi untuk mendukung agenda perubahan iklim dari sisi keuangan dan kebijakan fiskal telah dirumuskan, seperti melalui budget tagging dan penerbitan Green Sukuk.
Selain itu, Indonesia juga memperkenalkan tiga agenda keuangan berkelanjutan, yakni pembentukan Energy Transition Mechanisms (ETM), Asean Taxonomy for Sustainable Finance (ATSF) versi 2, dan Indonesia Just Energy Transition Partnership (JETP). ETM diperkenalkan oleh Indonesia sebagai bentuk pembiayaan campuran untuk transisi ekonomi hijau yang bertujuan meningkatkan peran energi baru terbarukan dan mengendalikan peran energi dari bahan bakar fosil.
"Kita harus memastikan bahwa basis batubara yang kini menjadi porsi dominan energi kita bisa diubah menjadi energi terbarukan. Yang menjadi penting adalah bagaimana kita dapat menarik lebih banyak partisipasi sektor swasta dalam mendanai situasi ini. Karena tanpa pendanaan, menurut saya agenda iklim hanya menjadi sebuah agenda," kata dia.
(nng)
tulis komentar anda