Harga Jual Rokok di Indonesia Masih Dianggap Terlalu Murah, Ini Buktinya

Kamis, 14 Desember 2023 - 14:35 WIB
Acara ini diselenggarakan dalam rangka menyampiakan hasil survei pemantuan harga rokok secara nasional serta memberikan rekomendasi untuk kebijakan kedepan regulasi Tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan Harga Jual Eceran Rokok.

Data hasil survei menunjukkan bahwa terdapat 11.062 bungkus rokok akan disajikan kepada publik, kementerian/lembaga pemerintah, dan media, dengan tujuan memberikan informasi tentang masih rendahnya cukai dan harga rokok di pasaran.

Sebagai upaya untuk menyampaikan informasi yang komprehensif mengenai fakta dan strategi pengendalian tembakau di Indonesia, acara tersebut mengundang para pemangku kebijakan, lembaga pengendalian tembakau, dan media. Acara ini diawali dengan penyampaian sambutan dari Mukhaer Pakkanna (Senior Advisor CHED ITB-AD) dan Lily S. Sulistyowati (Konsultan Vital Strategies Indonesia) dilanjutkan dengan paparan hasil oleh Putu Ayu Swandewi Astuti (Kepala Udayana Central) dan Roosita Meilani Dewi (Kepala CHED ITB Ahmad Dahlan).

Senior Advisor CHED ITB Ahmad Dahlan, Mukhaer Pakkanna dalam sambutannya mengungkapkan, bahwa keterjangkauan rokok batangan di negara miskin menjadi masalah, dan harga rokok di Indonesia dianggap terlalu murah.

"Saran utamanya adalah menaikkan cukai rokok sebesar minimal 30% untuk menurunkan prevalensi merokok. Selain itu, struktur cukai Indonesia dianggap masih rumit, dan prevalensi rokok di Indonesia tertinggi di ASEAN," ujar Mukhaer.

Selain itu, Prof. Widodo Muktiyo selaku Pimpinan Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah menyoroti, pentingnya diseminasi hasil penelitian untuk mengendalikan tembakau. Ia menekankan, perlunya mempertimbangkan dimensi teknologi, khususnya fenomena rokok digital, serta segmentasi berbeda antara tembakau dan vape dalam kampanye anti rokok.

"Tantangan dari budaya merokok di Indonesia juga menjadi fokus, bersama dengan perlunya mencari solusi untuk profesi petani tembakau," katanya.

Selanjutnya, Konsultan Vital Strategies Indonesia, Lily S. Sulistyowati saat sambutan menambahkan, harapannya agar perokok dapat mengendalikan kebiasaan merokoknya dan kampanye anti rokok seharusnya mampu mengendalikan konsumsi, bukan hanya melarang.

Dalam diskusi yang dimoderatori oleh Kiki Soewarso (Peneliti TCSC IAKMI) berjalan secara dinamis, paparan diseminasi hasil diberikan tanggapan dari para pakar dan pemangku kebijakan, diantaranya Arie Kusuma (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, KEMENKEU RI), Sarno (BKF, KEMENKEU RI), Eva Susanti (Direktur P2PTM, KEMENKES RI), dan Nancy Dian Anggraeni (Deputi III Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan, KEMENKO PMK).

Ari Kusuma dari DJBC, KEMENKEU RI, menggarisbawahi pentingnya memberantas rokok ilegal. Identifikasi jenis rokok SPT dan modus rokok ilegal perlu diinvestigasi lebih lanjut. Selanjutnya, Sarno dari BKF, KEMENKEU RI menyoroti penurunan yang tidak sesuai dengan kenaikan SKM sejak 2020. Selain itu, perlu mempertimbangkan nasib petani dalam pemantauan harga.

Adapun dari aspek kesehatan, Eva Susanti Direktur P2PTM KEMENKES RI menekankan, efektivitas mekanisme cukai dan strategi lain untuk mengendalikan konsumsi rokok.

"Kenaikan cukai harus disalurkan kembali untuk menurunkan konsumsi dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Revisi PP 169 perlu dipertimbangkan, dan tim lintas kementerian diperlukan untuk pengendalian konsumsi tembakau," jelasnya.

Disisi lain, Nancy Dian Anggraini menyoroti perlunya ahli komunikasi dalam pengendalian tembakau, menekankan dampak rokok pada generasi penerus, dan merespons dengan membuat rancangan pita cukai yang lebih baik untuk tidak menutupi PHW.

Sebagaimana diketahui, Pemantauan Harga Transaksi Pasar (HTP) rokok oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menjadi fokus utama dalam upaya pengendalian tembakau di Indonesia. Kegiatan pemantauan HTP dilakukan tiga kali setahun di seluruh wilayah Indonesia, mengacu pada regulasi yang diatur oleh PMK 192 Tahun 2021 dan PER DIR 16 Tahun 2022.

DJBC membandingkan HTP dengan Harga Jual Eceran (HJE) yang tercantum dalam pita cukai, dengan persyaratan HTP minimal 85% dari HJE. Penyesuaian pita cukai hasil tembakau pada setiap kemasan rokok juga diakomodir oleh regulasi, seperti yang diterbitkan dalam PMK tahun 2022.

Diharapkan, regulasi kenaikan tarif cukai hasil tembakau dan HJE yang diperbarui setiap tahun dapat mengurangi aksesibilitas rokok, terutama bagi anak-anak dan masyarakat berpenghasilan rendah.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Terpopuler
Berita Terkini More