Rupiah Digital BI: Demi Efisiensi atau Hadapi Ancaman?
Senin, 18 Desember 2023 - 07:55 WIB
Sistem itu dimungkinkan oleh penggunaan teknologi blockchain pada Rupiah Digital, ya seperti mata uang kripto. Bedanya, Rupiah Digital diterbitkan oleh otoritas keuangan yang sah dan dilindungi hukum serta aman.
Rupiah digital hanya diterbitkan oleh Bank Indonesia selaku Bank Sentral Negara Republik Indonesia. Rupiah Digital juga tidak termasuk dalam aset kripto ataupun stablecoins.
Nantinya Rupiah Digital akan terdiri dari dua jenis, yaitu wholesale (w-Rupiah Digital) dan Rupiah Digital ritel (r-Rupiah Digital). W-Rupiah Digital hanya dikhususkan untuk transaksi-transaksi "super jumbo" sehingga cakupan aksesnya terbatas, seperti operasi moneter, transaksi pasar valas, dan transaksi pasar uang.
Sementara, r-Rupiah Digital umumnya menangani transaksi-transaksi "receh" layaknya ritel, seperti transaksi pembayaran maupun transfer, oleh personal/individu maupun bisnis (merchant dan korporasi). Makanya, siapa saja bisa mengakses Rupiah Digital jenis ini.
CBDC dinilai sebagai inovasi di sektor keuangan digital, sehingga perputaran uang di masyarakat bisa lebih efektif dan efisien. Selain itu juga terjaga keamanannya karena dilindungi oleh otoritas keuangan yang sah di tiap negara.
Kalau alasannya karena efisiensi, sejatinya BI sendiri sudah menggencarkan Gerakan Nasional Non-Tunai. Transaksi nontunai, lewat berbagai sarana, seperti dompet digital, mobile banking, atau ATM bisa menciptakan efisiensi karena perputaran uang yang ada tak harus memikirkan pencetakan uang fisik baru untuk menggantikan uang yang rusak.
Jangan salah pencetakan uang baru dan juga distribusinya membutuhkan biaya yang tak sedikit. BI menganggarkan dana sedikitnya Rp3,5 triliun per tahun untuk mencetak dan mendistribusikan uang ke seluruh Indonesia.
CBDC, termasuk Rupiah Digital, tampaknya lebih merupakan respons dari lembaga moneter dunia atas perkembangan teknologi di sektor keuangan. Salah satunya, minat masyarakat yang tinggi terhadap mata uang kripto dan instrumen pembayaran digital lain.
Di tengah kecanggihan digital saat ini dan yang akan datang, aset kripto akan terus berkembang dan semakin popuper di masyarakat. Meski aset kripto "diklaim" sebagai komoditas atau bukan uang, namun sudah menjadi alat pembayaran yang marak di berbagai negara.
Rupiah digital hanya diterbitkan oleh Bank Indonesia selaku Bank Sentral Negara Republik Indonesia. Rupiah Digital juga tidak termasuk dalam aset kripto ataupun stablecoins.
Nantinya Rupiah Digital akan terdiri dari dua jenis, yaitu wholesale (w-Rupiah Digital) dan Rupiah Digital ritel (r-Rupiah Digital). W-Rupiah Digital hanya dikhususkan untuk transaksi-transaksi "super jumbo" sehingga cakupan aksesnya terbatas, seperti operasi moneter, transaksi pasar valas, dan transaksi pasar uang.
Sementara, r-Rupiah Digital umumnya menangani transaksi-transaksi "receh" layaknya ritel, seperti transaksi pembayaran maupun transfer, oleh personal/individu maupun bisnis (merchant dan korporasi). Makanya, siapa saja bisa mengakses Rupiah Digital jenis ini.
Lalu kenapa diterbitkan?
Ini pertanyaan menggelitik. Rupiah Digital merupakan Central Bank Digital Currency (CBDC) yang dikembangkan oleh BI. Konsep CBDC mulai diadopsi oleh bank sentral di beberapa negara dalam beberapa tahun terakhir.CBDC dinilai sebagai inovasi di sektor keuangan digital, sehingga perputaran uang di masyarakat bisa lebih efektif dan efisien. Selain itu juga terjaga keamanannya karena dilindungi oleh otoritas keuangan yang sah di tiap negara.
Kalau alasannya karena efisiensi, sejatinya BI sendiri sudah menggencarkan Gerakan Nasional Non-Tunai. Transaksi nontunai, lewat berbagai sarana, seperti dompet digital, mobile banking, atau ATM bisa menciptakan efisiensi karena perputaran uang yang ada tak harus memikirkan pencetakan uang fisik baru untuk menggantikan uang yang rusak.
Jangan salah pencetakan uang baru dan juga distribusinya membutuhkan biaya yang tak sedikit. BI menganggarkan dana sedikitnya Rp3,5 triliun per tahun untuk mencetak dan mendistribusikan uang ke seluruh Indonesia.
CBDC, termasuk Rupiah Digital, tampaknya lebih merupakan respons dari lembaga moneter dunia atas perkembangan teknologi di sektor keuangan. Salah satunya, minat masyarakat yang tinggi terhadap mata uang kripto dan instrumen pembayaran digital lain.
Di tengah kecanggihan digital saat ini dan yang akan datang, aset kripto akan terus berkembang dan semakin popuper di masyarakat. Meski aset kripto "diklaim" sebagai komoditas atau bukan uang, namun sudah menjadi alat pembayaran yang marak di berbagai negara.
Lihat Juga :
tulis komentar anda