Rancang Kebijakan Terkait Sawit, RSI Siap Kolaborasi dengan Pemerintah
Kamis, 04 Januari 2024 - 16:56 WIB
JAKARTA - Rumah Sawit Indonesia (RSI) berkomitmen menjadi mitra pemerintah dalam merumuskan kebijakan di industri sawit mulai dari hulu hingga hilir. Langkah ini diambil supaya kebijakan yang diambil pemerintah bersifat menyeluruh, tidak hanya terkait kebun, namun juga seluruh rantai pasok di bidang pengusahaan sawit.
“Kebijakan tentang kelapa sawit tidak mungkin menggunakan pendekatan satu sisi,” kata Ketua Umum RSI Kacuk Sumarto dalam Media Gathering RSI di Jakarta, Kamis (4/1/2024).
Kebijakan yang bersifat parsial hanya merugikan salah satu pihak dalam rantai pasok sawit. Kacuk Sumarto mencontohkan kebijakan larangan ekspor minyak sawit ( CPO ) untuk memenuhi kebutuhan bahan baku minyak goreng dalam negeri beberapa waktu lalu. “Dampaknya sangat besar,” lanjutnya.
Salah satunya terhadap transportasi dan pengangkutan CPO untuk memenuhi pasar ekspor. “Untuk pesan kapal pengangkut CPO butuh waktu sampai empat bulan,” lanjutnya.
Begitu juga tentang kebun sawit dikategorikan masuk kawasan hutan. Seharusnya, kata Kacuk, Kementerian ATR/BPN bertanggung jawab terhadap putusan hukum yang sudah diterbitkannya. Hal ini berkaitan dengan lahan sawit yang sudah memiliki HGU namun dimasukkan ke kawasan hutan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Menurut Kacuk, rencana pemutihan 2,2 juta hektare lahan sawit yang memiliki HGU, seharusnya Kementerian ATR/BPN protes. Pasalnya, penerbitan HGU sendiri turut dibidani oleh KLHK serta pemerintah daerah. “Ini persoalan serius yang sedang dihadapi oleh industri sawit nasional,” tuturnya.
Dalam media gathering ini, Kacuk juga menjelaskan tentang berdirinya RSI sebagai sebuah perkumpulan yang tidak hanya diisi perusahaan perkebunan sawit , namun juga pelaku industri pendukung komoditas sawit. RSI didirikan oleh 17 orang yang mewakili pribadi atau perusahaan yang semuanya pelaku usaha sawit. RSI dideklarasikan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) di Medan pada 23 Juni 2023.
Dewan Penasehat RSI Tungkot Sipayung mengatakan salah satu sumber masalah dalam industri kelapa sawit di Indonesia adalah karena banyak sekali lembaga dan kementerian yang menghasilkan kebijakan tentang sawit. “Makanya kalau mengurus perizinan perkebunan kelapa sawit itu lama sekali selesainya,” katanya.
Akibat kebijakan yang tumpang tindih itu, Indonesia yang sebenarnya juara dunia kelapa sawit tidak bisa menjadi pengendali harga minyak sawit dunia. Kondisi ini makin rumit karena banyak organisasi yang berpikir parsial. “Padahal komoditas yang diurusin itu sama saja yakni sawit,” ujarnya.
Kebijakan yang tumpang tindih ini berdampak serius pada industri sawit. Dia mencontohkan larangan ekspor CPO yang berdampak besar pada industri sawit. “Satu hari saja CPO terlambat dikirim ke Eropa, itu dampaknya satu bulan belum selesai,” tuturnya.
Tungkot mengapresiasi kehadiran RSI yang mencoba mengakomodasi para pemangku kepentingan industri sawit secara menyeluruh, dari hulu hingga hilir. Tidak hanya perkebunan yang dipikirkan, namun juga industir pendukung dan indutri turunan sawit. “Pendekatan hulu ke hilir yang dilakukan RSI ini adalah pendekatan agrobisnis yang relevan,” jelasnya.
Pendekatan hulu dan hilir, lanjut Tungkot, berdampak positif terhadap ISPO karena menggunakan pendekatan menyeluruh. Program sustainability tidak hanya dilihat dari sudut pandang tertentu dalam industri sawit. “Kalau kita berpikirnya parsial, pantas saja kalau ISPO kita masih dipertanyakan dunia internasional,” tandasnya.
“Kebijakan tentang kelapa sawit tidak mungkin menggunakan pendekatan satu sisi,” kata Ketua Umum RSI Kacuk Sumarto dalam Media Gathering RSI di Jakarta, Kamis (4/1/2024).
Kebijakan yang bersifat parsial hanya merugikan salah satu pihak dalam rantai pasok sawit. Kacuk Sumarto mencontohkan kebijakan larangan ekspor minyak sawit ( CPO ) untuk memenuhi kebutuhan bahan baku minyak goreng dalam negeri beberapa waktu lalu. “Dampaknya sangat besar,” lanjutnya.
Baca Juga
Salah satunya terhadap transportasi dan pengangkutan CPO untuk memenuhi pasar ekspor. “Untuk pesan kapal pengangkut CPO butuh waktu sampai empat bulan,” lanjutnya.
Begitu juga tentang kebun sawit dikategorikan masuk kawasan hutan. Seharusnya, kata Kacuk, Kementerian ATR/BPN bertanggung jawab terhadap putusan hukum yang sudah diterbitkannya. Hal ini berkaitan dengan lahan sawit yang sudah memiliki HGU namun dimasukkan ke kawasan hutan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Menurut Kacuk, rencana pemutihan 2,2 juta hektare lahan sawit yang memiliki HGU, seharusnya Kementerian ATR/BPN protes. Pasalnya, penerbitan HGU sendiri turut dibidani oleh KLHK serta pemerintah daerah. “Ini persoalan serius yang sedang dihadapi oleh industri sawit nasional,” tuturnya.
Dalam media gathering ini, Kacuk juga menjelaskan tentang berdirinya RSI sebagai sebuah perkumpulan yang tidak hanya diisi perusahaan perkebunan sawit , namun juga pelaku industri pendukung komoditas sawit. RSI didirikan oleh 17 orang yang mewakili pribadi atau perusahaan yang semuanya pelaku usaha sawit. RSI dideklarasikan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) di Medan pada 23 Juni 2023.
Dewan Penasehat RSI Tungkot Sipayung mengatakan salah satu sumber masalah dalam industri kelapa sawit di Indonesia adalah karena banyak sekali lembaga dan kementerian yang menghasilkan kebijakan tentang sawit. “Makanya kalau mengurus perizinan perkebunan kelapa sawit itu lama sekali selesainya,” katanya.
Akibat kebijakan yang tumpang tindih itu, Indonesia yang sebenarnya juara dunia kelapa sawit tidak bisa menjadi pengendali harga minyak sawit dunia. Kondisi ini makin rumit karena banyak organisasi yang berpikir parsial. “Padahal komoditas yang diurusin itu sama saja yakni sawit,” ujarnya.
Kebijakan yang tumpang tindih ini berdampak serius pada industri sawit. Dia mencontohkan larangan ekspor CPO yang berdampak besar pada industri sawit. “Satu hari saja CPO terlambat dikirim ke Eropa, itu dampaknya satu bulan belum selesai,” tuturnya.
Tungkot mengapresiasi kehadiran RSI yang mencoba mengakomodasi para pemangku kepentingan industri sawit secara menyeluruh, dari hulu hingga hilir. Tidak hanya perkebunan yang dipikirkan, namun juga industir pendukung dan indutri turunan sawit. “Pendekatan hulu ke hilir yang dilakukan RSI ini adalah pendekatan agrobisnis yang relevan,” jelasnya.
Pendekatan hulu dan hilir, lanjut Tungkot, berdampak positif terhadap ISPO karena menggunakan pendekatan menyeluruh. Program sustainability tidak hanya dilihat dari sudut pandang tertentu dalam industri sawit. “Kalau kita berpikirnya parsial, pantas saja kalau ISPO kita masih dipertanyakan dunia internasional,” tandasnya.
(poe)
Lihat Juga :
tulis komentar anda