Skema Alokasi Subsidi Jadi Kunci Ketersediaan Pupuk Petani
Kamis, 11 Januari 2024 - 07:59 WIB
SURABAYA - Dinamika kebijakan pupuk , kapasitas produksi dan stok di tingkat distributor, gudang atau kios pengecer bersubsidi , dan alternatif skema subsidi serta perlunya aplikasi pupuk berimbang bagi petani merupakan pokok-pokok permasalahan yang dibahas dalam Focused Group Discussion (FGD) “Ketersediaan Pupuk dan Produktivitas Pertanian” yang dilaksanakan lembaga riset kebijakan publik Nagara Institute di Surabaya, Rabu (10/1/2024).
“Tujuan FGD ini adalah menyerap masukan tentang permasalahan ketersediaan pupuk dan menyusun formulasi kebijakan untuk perbaikannya,” ujar Direktur Eksekutif Nagara Institute, Akbar Faisal.
Akbar melanjutkan, isu pupuk menjadi sangat krusial karena beberapa alasan, yakni selalu berulangnya kasus kelangkaan pupuk yang dikeluhkan petani, kenaikan harga pangan akhir-akhir ini terutama beras, dan perkembangan kondisi pertanian dan pangan global yang ditandai dengan gangguan produksi pangan. Lalu juga restriksi ekspor dari negara-negara penghasil pangan, serta subsidi pertanian terselubung negara-negara besar untuk melindungi petaninya.
FGD ini dihadiri pejabat pemerintah, pelaku pertanian dan industri penunjang pertanian, akademisi, serta komunitas yang relevan dengan isu pangan dan pertanian. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Sarmuji, dan Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Ali Jamil hadir sebagai perwakilan pemangku kepentingan dari sektor pemerintah.
Selain itu, mewakili kalangan pelaku usaha, akademisi, dan pengamat hadir Ketua DPD HKTI Provinsi Jawa Timur Ony Anwar, Senior Project Manager Advokasi Publik PT Pupuk Indonesia (Persero) Yana Nurahmad Haerudin, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Profesor Mangku Purnomo, dan pengamatan pertanian Khudori.
Dalam konteks ekonomi politik Indonesia, isu ini juga telah mengemuka pada debat calon presiden Pemilu 2024 perdana pada 12 Desember 2023 lalu. Oleh karena itu, imbuh Akbar, pemerintahan baru yang akan terbentuk pada 2024 mendatang harus memberi solusi atas permasalahan distribusi pupuk untuk mendukung kedaulatan pangan dan menjamin pencapaian Indonesia Emas 2045.
Dalam diskusi ini mengemuka beberapa poin utama yang dapat menjadi masukan untuk upaya perbaikan seperti perlunya peninjauan kembali skema alokasi subsidi pupuk yang sesuai dengan tujuan kebijakan, perbaikan data calon penerima dan calon lokasi (CPCL) serta penyempurnaan sistem elektronik rencana definitif kebutuhan kelompok (e-RDKK), perbaikan dan/atau eksplorasi pengembangan skema subsidi melalui alternatif kebijakan.
“Tujuan FGD ini adalah menyerap masukan tentang permasalahan ketersediaan pupuk dan menyusun formulasi kebijakan untuk perbaikannya,” ujar Direktur Eksekutif Nagara Institute, Akbar Faisal.
Akbar melanjutkan, isu pupuk menjadi sangat krusial karena beberapa alasan, yakni selalu berulangnya kasus kelangkaan pupuk yang dikeluhkan petani, kenaikan harga pangan akhir-akhir ini terutama beras, dan perkembangan kondisi pertanian dan pangan global yang ditandai dengan gangguan produksi pangan. Lalu juga restriksi ekspor dari negara-negara penghasil pangan, serta subsidi pertanian terselubung negara-negara besar untuk melindungi petaninya.
FGD ini dihadiri pejabat pemerintah, pelaku pertanian dan industri penunjang pertanian, akademisi, serta komunitas yang relevan dengan isu pangan dan pertanian. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Sarmuji, dan Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Ali Jamil hadir sebagai perwakilan pemangku kepentingan dari sektor pemerintah.
Selain itu, mewakili kalangan pelaku usaha, akademisi, dan pengamat hadir Ketua DPD HKTI Provinsi Jawa Timur Ony Anwar, Senior Project Manager Advokasi Publik PT Pupuk Indonesia (Persero) Yana Nurahmad Haerudin, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Profesor Mangku Purnomo, dan pengamatan pertanian Khudori.
Dalam konteks ekonomi politik Indonesia, isu ini juga telah mengemuka pada debat calon presiden Pemilu 2024 perdana pada 12 Desember 2023 lalu. Oleh karena itu, imbuh Akbar, pemerintahan baru yang akan terbentuk pada 2024 mendatang harus memberi solusi atas permasalahan distribusi pupuk untuk mendukung kedaulatan pangan dan menjamin pencapaian Indonesia Emas 2045.
Dalam diskusi ini mengemuka beberapa poin utama yang dapat menjadi masukan untuk upaya perbaikan seperti perlunya peninjauan kembali skema alokasi subsidi pupuk yang sesuai dengan tujuan kebijakan, perbaikan data calon penerima dan calon lokasi (CPCL) serta penyempurnaan sistem elektronik rencana definitif kebutuhan kelompok (e-RDKK), perbaikan dan/atau eksplorasi pengembangan skema subsidi melalui alternatif kebijakan.
tulis komentar anda