Omnibus Law Ciptaker Buka Pintu Masuk Investasi, Biaya dan Waktu Lebih Efisien
Rabu, 12 Agustus 2020 - 19:35 WIB
JAKARTA - Pakar hukum Perdata Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Agus Prihartono menganggap, penerapan sistem Omnibus Law RUU Cipta Kerja dalam menyelesaikan permasalahan tumpang tindih regulasi. Ditambah sulitnya investasi ke Tanah Air, karena RUU Ciptaker membuat jauh lebih efisien dari segi biaya dan waktu.
"Metode Omnibus Law ini sudah tepat diterapkan untuk menyelesaikan permasalahan tumpang tindih aturan dan sulitnya investasi masuk ke Indonesia. Secara anggaran dan waktu jelas lebih efektif karena semuanya diselesaikan dalam satu aturan besar," kata Agus dalam diskusi virtual bertajuk "Akankah RUU Cipta Kerja Disahkan?" di Jakarta, Rabu (12/8/2020).
(Baca Juga: Jokowi: Kita Tidak Bisa Mengharapkan Lagi Namanya Investasi )
Sistem Omnibus Law yang memungkinkan 74 Undang-Undang terkait dibahas dalam satu payung hukum, menurut Agus, sangat efisien secara anggaran legislatif. "Coba bayangkan kalau kita melakukan perubahan sebanyak 74 Undang-Undang, pasti biaya legislasinya akan sangat besar sekali," kata Agus yang juga merupakan Dekan Fakultas Hukum Untirta ini.
Efisiensi waktu juga sangat diakomodir melalui penerapan sistem Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Mengingat masih cukup banyak kekurangan dari Undang-Undang (UU) terkait kemudahan berusaha di Indonesia saat ini.
(Baca Juga: Serabutan Sedot Investasi, Besar atau Kecil Tetap Dilayani )
"Ini program prioritas pemerintah, menghilangkan hambatan berusaha di Indonesia. Omnibus Law ini bisa kita harapkan sebagai wadah solutif terhadap kekurangan UU yang ada. Ibaratnya, sekali mendayung bisa 74 lebih pulau terlewati," kata Agus.
Omnibus Law sendiri sebenarnya sudah banyak sekali diterapkan di negara-negara dengan sistem hukum Common Law. Utamanya untuk meningkatkan iklim dan daya saing investasi.
"Kalau kita bandingkan dengan Singapura, di sana cukup dua perizinan dan aturan saja yang perlu dipenuhi untuk memulai usaha. Di Indonesia? Jumlah izin dan aturan yang perlu dilewati sangat banyak. Dengan kondisi saat ini, kita tidak akan pernah bisa bersaing," kata Agus menambahkan.
"Metode Omnibus Law ini sudah tepat diterapkan untuk menyelesaikan permasalahan tumpang tindih aturan dan sulitnya investasi masuk ke Indonesia. Secara anggaran dan waktu jelas lebih efektif karena semuanya diselesaikan dalam satu aturan besar," kata Agus dalam diskusi virtual bertajuk "Akankah RUU Cipta Kerja Disahkan?" di Jakarta, Rabu (12/8/2020).
(Baca Juga: Jokowi: Kita Tidak Bisa Mengharapkan Lagi Namanya Investasi )
Sistem Omnibus Law yang memungkinkan 74 Undang-Undang terkait dibahas dalam satu payung hukum, menurut Agus, sangat efisien secara anggaran legislatif. "Coba bayangkan kalau kita melakukan perubahan sebanyak 74 Undang-Undang, pasti biaya legislasinya akan sangat besar sekali," kata Agus yang juga merupakan Dekan Fakultas Hukum Untirta ini.
Efisiensi waktu juga sangat diakomodir melalui penerapan sistem Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Mengingat masih cukup banyak kekurangan dari Undang-Undang (UU) terkait kemudahan berusaha di Indonesia saat ini.
(Baca Juga: Serabutan Sedot Investasi, Besar atau Kecil Tetap Dilayani )
"Ini program prioritas pemerintah, menghilangkan hambatan berusaha di Indonesia. Omnibus Law ini bisa kita harapkan sebagai wadah solutif terhadap kekurangan UU yang ada. Ibaratnya, sekali mendayung bisa 74 lebih pulau terlewati," kata Agus.
Omnibus Law sendiri sebenarnya sudah banyak sekali diterapkan di negara-negara dengan sistem hukum Common Law. Utamanya untuk meningkatkan iklim dan daya saing investasi.
"Kalau kita bandingkan dengan Singapura, di sana cukup dua perizinan dan aturan saja yang perlu dipenuhi untuk memulai usaha. Di Indonesia? Jumlah izin dan aturan yang perlu dilewati sangat banyak. Dengan kondisi saat ini, kita tidak akan pernah bisa bersaing," kata Agus menambahkan.
(akr)
tulis komentar anda